Suara erangan dan jerit kenikmatan bersahutan dalam kamar suite di hotel bintang empat tersebut. Di atas ranjang yang besar terlihat seorang wanita muda, berkulit putih rambut sebahu sedang mengerang nikmat ketika laki-laki muda yang ada di atasnya menghentakkan pinggulnya sembari menciumi leher wanita itu.
“Ahhh, kluuaaarrh Don, aku dapettss!” Wanita itu mengejang menggapai orgasme. “Ampunhh, aduuh, lagiih, lagiih!”
Terjangan orgasme membuat wanita itu kewalahan dan pasrah ketika laki-laki yang bernama Doni itu membalik tubuhnya dan langsung menyetubuhinya lagi dengan gaya Doggie Style.
“Ahhh, ahhh, mentok ahhh, ampuunnhh, gilaaaaahhkk!” Wanita itu mengejang lagi untuk kesekian kalinya.
Udara sejuk dalam kamar itu tidak mampu menahan keringat keluar dari tubuh kedua orang itu. Wajah laki-laki itu tampak mengejang berusaha menahan desakan dalam penisnya yang begitu kuat. Ia berusaha memperlambat tempo supaya bisa lebih lama menikmati tubuh wanita yang sekali lagi mengerang nikmat mendapatkan orgasme entah untuk yang keberapa kalinya.
“Aduh Don, udahan plis, lemes banget inih, kluarin beb..” Wanita itu merengek sambil mengerang ketika orgasme kembali menerjang dari bawah tubuhnya.
“Bentar lagi Lin, masih blom puas nih say.” Doni membalik tubuh wanita yang bernama Lindia lalu memasukan lagi penisnya.
Lindia hanya mengerang pasrah merasakan batang penis Doni yang begitu keras merasuki vaginanya.
“Hahhh, hahhhh, mo kluar Lin, aaaahhh!” Doni menghentak-hentak makin keras sambil menahan pinggul Lindia.
“Yahhk, yahhk, bareng Don, aduh gilaaahhhkkkk!”
Doni dan Lindia mengerang keras, tubuh Lindia mengejang dan bergetar ketika merasakan semburan sperma Doni ke dalam dirinya. Dengan nafas memburu keduanya tergeletak lemas di atas ranjang. Doni dan Lindia menatap satu sama lain sambil tersenyum bahagia. Di lantai kamar itu berserakan gaun pengantin serta tuxedo yang mereka kenakan tadi siang pada waktu resepsi pernikahan mereka. Doni mencium bibir Lindia, yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya. Sudah begitu lama ia menunggu untuk bisa bercinta dengan Lindia, yang sangat menjaga kehormatan dirinya.
Lindia yang kehabisan tenaga, merasakan kebahagiaan karena bisa membuat suaminya begitu puas dalam bercinta, karena selama ini Lindia kadang merasa grogi menjelang malam pertama mereka ini. Sejak kecil ia selalu diajarkan dasar agama yang kuat sehingga ketika Doni mengajaknya bercinta selama mereka berpacaran, ia selalu menolak halus. Ada rasa kuatir dalam diri LIndia, kalo ia tidak bisa memuaskan Doni pada saat malam pertama mereka, tetapi semua itu sirna sudah, dan Lindia juga kewalahan ketika mengetahui dirinya yang mudah mendapatkan orgasme pada saat berhubungan intim. Lindia merasakan lidah Doni dalam mulutnya, sementara tangan Doni sudah mulai lagi merabai vaginanya yang basah.
“Huuumppphh Doonnhh, break duluuu..” Lindia menggelinjang ketika penis Doni sudah kembali berada di depan liang vaginanya. “Ooohhhkk, addduhh, keras bangeeet..”
Protes Lindia tidak digubris Doni, yang masih blom puas menyalurkan nafsunya yang sudah tertahan selama ini. Ia menindih Lindia dan memasukan penis perlahan. Lindia hanya bisa pasrah menerima penis suaminya itu, ia mengerang ketika kenikmatan mulai datang lagi dari bawah tubuhnya.
Bulan demi bulan setelah pernikahan mereka kehidupan Doni dan Lindia hampir sempurna. Mereka sangat menikmati hidup baru mereka, karena sudah menjadi keputusan mereka untuk menunda dalam memiliki anak agar bisa mengejar karir di dunia kerja mereka masing-masing.
Mei
Doni mendapat kenaikan jabatan menjadi Direktur Keuangan di perusahaan tempat dia bekerja, menggantikan direktur yang lama, yang mengundurkan diri. Walaupun ia mendengar gosip tidak mengenakan soal pengunduran diri direktur yang lama itu, tapi rasa bahagia Lindia dan dirinya mengalihkan perhatiannya.
Agustus
Doni dan Lindia menempati rumah baru mereka. Dengan menggunakan tabungan mereka sebagai uang muka, mereka membeli rumah dan membayar sisanya melalui kredit. Dengan gaji Doni sebagai direktur keuangan dan penghasilan Lindia sebagai sekretaris di perusahaan pembiayaan, mereka sangat mampu membayar cicilan rumah tersebut.
November
Seorang staff bagian keuangan tertangkap tangan menggelapkan uang perusahaan. Tiga orang staff yang terlibat. Direktur utama perusahaan itu, Pramono, memerintahkan untuk melakukan audit penuh pada divisi keuangan pimpinan Doni itu.
Desember
Hasil audit menunjukan Doni, secara tidak langsung terlibat dalam penggelapan dana ratusan juta tersebut. Doni menyangkal keras keterlibatannya, tetapi tanda tangan pada dokumen yang sebenarnya belum pernah dilihat sama sekali oleh Doni membuat ia tidak memiliki kekuatan untuk menyangkal lebih lama.
Tim audit menelusuri lebih jauh kasus penggelapan itu, dan menimpakan semua kesalahan direktur keuangan yang lama pada Doni sebagai pejabat baru. Kerugian perusahaan mencapai hampir satu milyar.Pramono yang harus menjaga nama baik perusahaannya, memberikan pilihan pada Doni, untuk mengganti seluruh kerugian atau membawa kasus ini ke ranah hukum.
Dunia Doni dan Lindia langsung jungkir balik. Rumah dan mobil mereka terpaksa dijual untuk mengganti kerugian perusahaan. Sekarang mereka tinggal di rumah kontrakan kecil di pinggir kota. Tetapi itu juga masih belum mencukupi untuk mengganti kerugian.
4 Januari
Polisi menangkap Doni atas tuduhan penggelapan. Pramono memberikan waktu kepada Doni dan Lindia untuk menyelesaikan kekurangan kerugian perusahaan selama satu bulan. Jika dalam satu bulan tidak dapat diselesaikan, maka proses perkaranya akan diteruskan.
20 Januri
Lindia termenung di meja kerjanya. Tugas-tugas hariannya banyak yang terbengkalai. Matanya sembab hasil menangis semalaman. Lingkaran hitam di matanya tampak jelas karena ia tidak cukup tidur memikirkan Doni yang ditahan di kantor polisi. Mei, teman sekantor Lindia, masuk ke dalam ruangan Lindia.
“Kamu kenapa Lin? Buat apa kamu minta nomer kontak ini?” Muka Mei penuh pertanyaan. “Orang ini bukan orang baik-baik loh. Bahaya. Boss aja angkat tangan kalo udah urusan sama dia.”
“Aku gak bis cerita Mei.” Tangan Lindia membalik-balik kertas putih bertuliskan nomor telepon. “Aku tau dia bukan orang baik-baik. Tenang aja Mei.”
“Hati-hati Lin!” Mei tampak cemas, sudah hampir sebulan ini sahabatnya Lindia ini tampak terbebani sesuatu. Ada gosip-gosip yang beredar, tapi Mei lebih memilih menunggu Lindia bercerita sendiri kepadanya.
“Hati-hati Lin!” Mei kembali berkata sebelum keluar ruangan Lindia. Sedangkan Lindia hanya termangu menatap kertas tadi.
Tanpa ekspresi kemudian Lindia meraih ponselnya kemudian menghubungi nomor tadi.
1 Februari
920, Lindia menatap nomor kamar hotel itu. Masih ada kesempatan untuk balik Lindia melihat lagi SMS yang diterimanya tadi. Jam 6 sore. Masih ada waktu untuk membatalkan semuanya. Linda menarik nafas panjang. Tangannya menekan bel yang ada di samping pintu tadi. Semoga tidak ada orang.
Semoga salah. Semoga salah. Seorang gadis muda, mengenakan seragam SMA, membuka pintu itu. Raut mukanya tampak kelelahan, tapi ia masih bisa tersenyum hangat pada Lindia sebelum mempersilakan ia masuk. Gadis itu mengenakan jaket serta menyandang tasnya sebelum keluar kamar dan menutup pintu.
Mata Lindia dan gadis itu sempat bertemu sebelum pintu menutup. Dan Lindia melihat rasa kuatir pada tatapan gadis itu. Dalam kamar suite itu Lindia perlahan melangkah masuk menuju ruangan utama. Duduk di atas sebuah sofa besar, terlihat seorang laki-laki sedang membaca beberapa lembar kertas.
Tubuhnya terlihat besar tanpa lemak berlebih. Lindia hanyak bisa menebak laki-laki itu berumur sekitar 40an dengan melihat raut mukanya. Laki-laki itu mengangkat mukanya ketika Lindia sampai di tengah ruangan. Ia menatap jam yang ada di dinding.
“On time ya. Gua suka orang on time.” katanya sambil mengamati Lindia.
“Malem Ko Han. Maaf mengganggu.” Lindia menjawab dengan tenggorokan kering.
Lindia hanya mengenal laki-laki itu dipanggil Ko Han oleh boss-nya. Ko Han sering dihubungi jika ada nasabah dari kantor Lindia yang kabur atau bermasalah. Dari Mei, Lindia mendengar jumlah anak buah Ko Han yang puluhan serta koneksinya yang seperti tidak terbatas dimana-mana membuat Ko Han bukan orang yang bisa diperlakukan secara main-main.
“Jadi? Gimana? Lo jadi?” tanya Ko Han sambil menatap Lindia.
“Iya Ko, jumlahnya segitu Ko apa bisa ya Ko?” jawab Lindia cemas.
“Jumlah segitu banyak banget. Gua juga barusan kenal lo kemaren. Boss lo gak tau ya kalo lo cari gua? Gua juga tanya ke bos suami lo, si Pramono kemaren dulu.”
Lindia agak kaget mendengar Ko Han bisa mencari informasi tentang Doni dan Pramono yang belum pernah ia ceritakan sebelumnya kepada siapapun.
“I..iya Ko. Saya usahakan kembali secepatnya.”
“Lo gak usah janji muluk-muluk lah. Lo liat aja kondisi lo sendiri. Laki lo dipenjara. Lo gaji paling berapa. Sampe kapan lo mau balikin?”
Tubuh Lindia lemas mendengar kaya-kata Ko Han. Jalan terakhir yang ia tempuh sepertinya akan berubah menjadi jalan buntu dalam sekejap.
“Tapi Ko…” Lindia terdiam melihat tatapan mata Ko Han.
“Tapi apa lagi? Lo punya jaminan apa?”
Lindia hanya bisa terdiam. Mukanya panas, ia berusaha keras menahan air mata yang mendesak keluar.
“Lo jaminin badan lo aja!”
“No! No! Pulang aja Lin… Pulang…” naluri Lindia menjerit untuk segera keluar dari tempat itu. Tapi tubuh Lindia tak bergerak.
“Gimana? Kalo deal, gua test drive lo sekarang. Kalo emang oke besok-besok gua kabarin soal permintaan lo.” Ko Han tersenyum melihat Lindia bimbang. “Gua masih banyak janji nih Lin, kalo lo mau buruan copotin tuh baju trus gua test drive.”
“Jangan! Pulang! Doni gak bakal mau kamu gini. Pulang!”
“Ini demi Doni. Demi Doni.”
“Jangan!”
Tas tangan yang dibawa Lindia jatuh ke lantai kamar. Dengan tangan gemetar Lindia membuka kancing bajunya satu per satu. Baju itu pun menyusul tas Lindia jatuh ke lantai. Tangan Lindia menarik turun rok yang ia kenakan. Melorotkan bra dan celana dalamnya. Air mata mengalir. Tatapan matanya kabur. Tubuhnya gemetar. Tangan Lindia menutupi dada dan vaginanya.
“Pulang! Jangan!”
“Demi Doni! Demi Doni!”
“Gua gak punya banyak waktu, jadi lo kerjain aja yang musti lo kerjain. Gua mau liat hasilnya aja.” Ko Han melepaskan jubah tidur yang ia kenakan, membuat Lindia dapat melihat penisnya yang setengah menegang. Hampir saja Lindia jatuh terjerembab karena berjalan limbung mendekati Ko Han yang duduk bersandar di sofa sambil menatap langit-langit menunggu layanan dari Lindia.
Penis Ko Han menegang ketika tangan Lindia menyentuhnya. Lindia memejamkan mata, membayangkan seluruh film porno yang pernah ia tonton bersama Doni. Ketika itu mereka tertawa konyol melihat adegan-adegan film biru itu sebelum akhirnya bercinta dengan liarnya.
Ko Han mendengus merasakan mulut Lindia menghisap penisnya. Sebentar saja Lindia menggunakan mulutnya penis itu sudah menegang maksimal. Lindia menaiki tubuh Ko Han.
“Doni. I love you! I love you! Maafkan! I love you babe.”
Lindia mengerang merasakan vagina dibuka oleh dorongan penis Ko Han ketika ia menurunkan pinggulnya. Gesekannya terasa perih, tidak seperti ketika Doni memasuki tubuhnya. Tubuh Lindia gemetar ketika seluruh penis Ko Han masuk ke dalam vaginanya. Perlahan Lindia mulai bergerak naik turun berpegangan pada pundak Ko Han.
“Doni! Maafkan aku… Maaf sayang!”
Tubuh Lindia mulai bereaksi. Cairan cinta mulai melumasi vaginanya. Rangsangan muncul menggantikan rasa perih. Lindia mengerang ketika merasakan buah dadanya diremas disusul oleh hisapan oleh mulut Ko Han.
“Ohhhkk, jangan, jangaaannhh, aahhhh, plisssshhh…” Lindia meronta ketika rangsangan terus datang dan berlipat ganda membuat tubuhnya total meledak dalam kenikmatan. “Ahhhh, jangaaaaannnnghhkkkk, aaaahahhhkkk!”
Tubuh Lindia menyerah kalah. Orgasme datang menghempaskan harga diri Lindia. Air mata kembali menetes ketika Lindia jatuh lemas di badan Ko Han.
“Ohhh udahhhkk kooo, udaahhhh…” Lindia merintih ketika tangan Ko Han memaksa pinggulnya kembali bergerak naik turun. “OOoh, kooo plisshhh stoppp ahhhhhhhhhhkk….”