CHAPTER 10
Aku tak punya pilihan elain mengikuti Catherine. Dia tersenyum lebar seraya beberapa kali tertawa. Tubuhnya bergoyang ke kanan dan kekiri mengikuti irama musik. Sedangkan tangannya bergerak seakan menuntunku untuk mengikuti gerakannya.
“Lest dance, Alifah!!!”teriak Catherine mencoba memancingku.
Aku dengan canggung tersenyum dan perlahan mulai menari mengikuti gerakan yang dicontohkan oleh Catherine.
Tubuhku bergerak ke kiri. Ke kanan. Maju dan mundur. Bimbingan dari tangan Catherine benar-benar membantuku untuk menyesuaikan gerakanku dengan irama musik.
Sedikit demi sedikit, aku mulai menikmati alunan musik dan dansa yang kulakukan. Euforia dalam diriku mulai meningkat seiring dengan tubuhku yang makin dikendalikan oleh irama musik. Kini, tangan Catherine telah terlepas dan aku mulai menari seorang tanpa tuntunan lagi.
“You are good Alifah!”puji Catherine.
Aku tersenyum mendengar pujiannya.
Cukup lama waktu yang berlalu. Aku bahkan tanpa sadar telah melalaikan kewajiban yang harusnya aku lakukan di waktu malam. Euforia yang terpancar dari klub ini seakan menghilangkan akalku.
Di tengah tarian yang kulakukan, aku melihat aksi yang begitu panas yang dilakukan oleh kakakku dan juga Alan. Berbeda dengan sebelumnya, aku justru tertarik dengan aksi maksiat yang dilakukan oleh kakakku sendiri.
Kak Azizah awalnya memeluk manja Alan. Tangannya melingkar di seputaran leher Alan dan mendekapnya ke tubuh Kak Azizah. Sementara itu tangan Alan mulai dengan berani meraba-raba pantat Kak Azizah.
Mulut kedua insan yang berbeda jenis kelamin itu kemudian saling memagut satu sama lain. Di susul dengan kedua lidah yang saling melilit bagaikan ular.
Inilah, untuk pertama kalinya aku melihat adegan ciuman atau mungkin sex yang dilakukan. Seumur hidup, aku bahkan tak pernah melihat adegan ciuman di film-film. Selain karena aku jarang menonton, aku akan langsung menutup wajahku jika ada adegan seperti itu.
Namun kali ini keadaannya jauh berbeda. Aku justru menikmati adegan yang diperagakan oleh Kak Azizah dan Alan. Pikiranku kini malah dipenuhi bayangan kenikmatan ciuman tersebut.
Melihat sinyal positif yang diisyaratkan oleh Kak Azizah, Alan menjadi semakin berani. Tangan yang sebelumnya hanya bermain di balik pakaian Kak Azizah kini mulai berani masuk ke dalam celana Kak Azizah.
Kak Azizah bukannya marah justru tertawa cekikikan ketika tangan Alan kesulitan bergerak di tengah ketatnya celana jeans yang Kak Azizah pakai. Melihat itu, Kak Azizah mengambil inisiatif dengan membuka kancing celananya dan meloloskan celananya begitu saja ke bawah kakinya hingga menampakkan cd yang lebih mirip bikini berwarna kuning.
Melihat inisiatif yang penuh keberanian tersebut tentu membuat Alan girang. Dia mulai berani memasukkan tangannya ke dalam cd Kak Azizah sehingga tangan tersebut bisa meremas bongkahan pantat Kak Azizah yang besar.
Melihat hal yang begitu berani tersebut membuatku merasa sedikit risih. Namun ketika aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling, aku justru melihat pemandangan yang jauh lebih gila dibanding yang dilakukan kakakku dengan Alan.
Orang-orang rupanya telah asyik dalam pergumulan duniawi. Laki-laki yang sebelumnya hanya bertelanjang dada kini sudah sepenuhnya telanjang sehingga memperlihatkan penis-penis besar dengan bulu yang lebat begitu saja. Sedangkan perempuannya juga begitu. Bikini yang sebelumnya mereka kenakan hilang entah kemana. Sepertinya dilepaskan begitu saja dan dibiarkan berceceran di atas pasir pantai.
Tentu mereka tak Cuma berterlanjang saja. Mereka mulai melakukan persetubuhan dengan sesama pengunjung. Sebagian dari mereka hanya berpelukkan saja namun tentu dengan kondisi yang hampir atau bahkan telanjang. Ada pula yang saling memainkan kelamin pasangannya. Ada juga yang sudah saling beradu kelamin. Bahkan ada yang melakukan hal tersebut secara beramai-ramai.
Aksi yang penuh dengan nafsu itu harusnya membuat syok parah. Tapi hal tersebut anehnya bisa kuterima begitu saja. Bahkan aku mulai merasakan rasa penasaran untuk melakukan hal yang sama.
Aku lalu kembali mengalihkan perhatian ke arah Kak Azizah. Aku agak syok melihat Kak Azizah dan Alan yang kini sudah sepenuhnya telanjang dan bersiap melakukan persetubuhan. Tepat di tengah kerumunan yang ramai.
Posisi Kak Azizah waktu itu membungkuk dengan berpegangan pada salah satu tiang. Pantatnya yang besar secara otomatis dapat terekspos jelas di depan Alan yang sedikit memijat kemaluannya.
Kemudian dengan satu sentakan, Alan membenamkan kontolnya yang tegang tersebut tepat ke lubang pantat Kak Azizah. Meski tidak dapat mendengarnya karena suara musik yang berdentum keras, aku bisa melihat mulut Kak Azizah yang terbuka lebar menyambut penis Alan yang masuk menulusri lubang pantatnya.
Tak cukup sampai di situ. Alan mulai memaju mundurkan pinggulnya yang membuat penisnya terlihat keluar masuk ke dalam pantat Kak Azizah.
Wajah Kak Azizah terlihat sangat kenikmatan. Matanya berputar ke atas sedangkan mulutnya terus terbuka dan seperti merintih.
Alan tak Cuma memainkan penisnya. Tangannya juga bergerak menelusuri tubuhnya dan meanngkup kedua buah dada Kak Azizah. Kulihat wajah Alan yang begitu sumringah karena bisa menikmati tubuh Kak Azizah.
“Halo, Alifah,”sapa sebuah suara di sampingku.
Aku melihat ke samping dan melihat Peter yang tersenyum ramah di sampingku. Suara yang dimainkan DJ mulai menurun frekuensinya sehingga aku bisa mendengar suara Peter tanpa dia perlu berteriak.
“Eh…pe…ter,”jawabku tergagap.
Bagaimana aku tidak tergagap. Aku kini melihat tubuh Peter yang berdiri menjulang tanpa sehelai pakaian pun. Benar-benar telanjang bulat. Aku bahkan melihat bagian kontolnya yang masih mengacung tegak dengan rambut-rambut lebat.
“You wanna try?”tanya Peter dengan tatapan menggoda.
“Wann…try?”
tanyaku balik dengan penuh kebingungan.
“Like this.”Tiba-tiba saja wajah Peter langsung menyosor ke arahku dan mendaratkan sebuah ciuman panas tepat di kedua bibirku.
“Ehmmmm…stoo….”
Belum sempat aku melarangnya, Peter langsung mendekap tubuhku dalam pelukannya. Membuatku tak punya pilihan lain selain menerima ciumannya.
“Mmmpphhhh….”Aku mencoba bersuara. Tapi suaraku tak bisa keluar karena terbungkam oleh bibir Peter yang masih terpagut.
“You like it?”tanya Peter yang setelah beberapa saat melepaskan ciumannya sekaligus membiarkanku untuk bernafas.
“Ahhhhh….please…stop…”
“Why….Alifah?”tanya Peter. Masih dengan senyumnya yang menawan.
“What about….Catherine….”
“Dont wory. Look at that.”
Peter memberikan isyarat ke salah satu sudut klub. Di sana aku justru melihat pemandangan yang membuatku lebih tercengang.
Catherine rupanya tengah berlutut di bawah sana dengan kondisi telanjang tanpa sehelai pakaian pun. Sementara di sekelilingnya, ada sekitar 4 orang pria yang juga tidak berpakaian walau sehelai pun.
Rupanya para lelaki tersebut tengah memainkan penisnya dengan posisi melingkari Catherine sehingga dia terlihat seperti di kelilingi pagar betis dari lelaki telanjang dengan penisnya yang mengacung.
Cathering nampak tersenyum bahagia seraya memainkan penis-penis tersebut dengan kedua tangannya yang memainkan penis-penis tersebut secara bergantian. Tak Cuma itu, Catherine bahkan melahap beberapa penis dengan mulutnya langsung.
“Like you see. Ini adalah even sex terbuka. Jadi buat apa khawatir.”
“Tapi….”Aku bergumam ragu. Aku seharusnya pergi dari sini. Ini terlalu gila. Bagaimana mungkin aku selama ini tidak sadar kalau aku tengah berada dalam sebuah pesta sex.
“Ssstttt….”Peter malah mendekapku.”Dont wory.”
“Let me go.”kataku meronta berusaha melepaskan diri.
“You will enjoy it.”bisik Peter lagi di telingaku dengan nada yang menggelitik.”I promise.”
Mendengar kata-kata itu sekan membangkitkan sesuatu yang lain dalam diriku. Sesuatu yang sepenuhnya mengubah tubuh dan pikiranku.
“Good girl.”Peter terkekeh puas melihatku yang kini berhenti melawan.
“Mmppphhhh….”Kembali Peter mendaratkan bibirnya dalam bibirku. Namun kali ini tak sekedar ciuman. Peter mengeluarkan lidahnya dan mendesak masuk melewati kedua buah bibirku. Aku tak kuasa dan membuka bibirku sehingga lidah Peter dapat masuk ke dalam mulutku.
“Cupppp..ahhhh….”Lidah Peter dengan lincah bermain. Dia menggesek-gesekkan ujung bibirnya dan mengajak bibirku untuk ikut beradu.
Tak cukup dengan ciuman, tangan Peter lalu bergeriliya meraba pantatku yang masih terbungkus sempurna di balik celana yang kukenakan. Sementara itu dada Peter mendesak kedua buah dadaku. Menambah rangsangan yang harus kuterima.
Perlakuan yang Peter berikan tanpa kusadari semakin membangkitkan birahiku. Kini tak ada lagi akal sehat yang menguasai diriku. Aku telah sepenuhnya jatuh ke dalam nafsuku sendiri.
“Kamu cepat belajar ya.”komentar Peter yang sejenak melepaskan bibirnya.
“Give me…..”ujarku merintih lemah.
“What do you want, Alifah?”Tanya Peter dengan senyum menggoda.
“Give me more. More.”racauku tanpa sadar.
“If you want it.”Peter kini menempelkan ujung kemaluannya di bagian selangkanganku yang tertutup celana.”Then i will give you.”
“Yesss….”racauku yang entah kenapa tidak bisa berpikir jernih.
“Are you sure?”goda Peter.
“Yes!”tegasku yang sudah semakin terbuai nafsu.
“Hahahaha. Alright. Lets begin our game.”
Peter mendorongku agak menjauh. Kedua tangannya kemudian mulai meremas kedua belah bajuku yang masih tersembunyi dengan nyaman di balik pakaian yang kukenakan.
“Ouh…your boobs is perfect. I like it.”
Aku memejamkan mataku merasakan tekanan yang kurasakan pada kedua payudaraku. Remasan yang dilakukan Peter terkesan lembut dengan tenaga yang minim. Namun ukuran tangannya yang besar membuat tekanan yang kurasakan cukup kuat.
“You want more?”bisik Peter lagi.
Aku mengangguk. Aku tak peduli lagi dengan moralitas. Aku hanya ingin kenikmatan ini terus berlanjut dan bertambah.
Melihat sinyal positif yang kuberikan membuat Peter menjadi lebih semangat. Kini dia dengan satu tarikan memutus semua kancing kemeja yang kukenakan hingga memperlihatkan bagian belahan dadaku. Peter kemudian menyusupkan tangannya ke balik bh yang kukenakan hingga berhasil menggenggam payudaraku.
“Ouhhhhhhh!!!!”tubuhku sampai mengejan karena merasakan tangna besar Peter yang seakan hendka menghancurkan payudaraku dengan genggaman tangannya.
Tak cukup dengan satu tangan. Peter kembali meamsukkan tangannya yang satu lagi sehingga kini kedua tangannya meremas payudaraku.
Melihatku yang keenakan, Peter kini menyibak kemeja yang kukenakan hingga terlepas dari tubuhku. Tangan Peter lalu meraih bagian tengah bh ku dan dengan satu tarikan bh yang kukenakan itu langsung terlepas sehingga kedua payudaraku kini dapat dinikmati Peter dengan bebeas.
“Slurrrpppp….”Peter mengganti tangannya dengan mulutnya dan langsung mencaplok bagian putingku. Bibirnya menyedot-nyedot putingku seakan mengharapkan ada susu yang keluar darinya. Sementara lidahnya bergerak dalam putaran di seputaran putingku yang menambah rangsangan yang kuterima.
“Hahhh…hahhhh…..haaaaahhhhhh….”Nafasku tersenggal hebat seakan aku baru saja berlari. Suhu badanku naik seakan rangsangan yang kuterima membakarku.
“Lets go to the next level.”ujar Peter semangat.”Are you ready.”
Aku yang semakin dibuai nafsu hanya mengangguk.
Peter tersenyum senang kemudian tiba-tiba mengangkat tubuhku dengan kedua tangannya. Sebuah posisi layaknya pangeran yang menggendong tuan putri di cerita-cerita dongeng.
“Kita mau kemana?”tanyaku dengan suara lemah.
“You must like it,”Peter tersenyum misterius seraya terus berjalan menuju sudut klub.
Bagian sudut itu adalah sebuah pohon yang agak besar dan rindang sedangkan bagian bawahnya dipenuhi dengan rerumputan yang agak lebat.
Dengan lembut Peter membaringkan tubuku yang lemah di atas rerumputan dengan kondisiku yang setengah telanjang.
Aku tersenyum menatap wajah Peter yang menatapku dari atas. Jambangnya yang tumbuh pendek nampak mempesone dengan wajah khas bule milikiknya. Apalagi menatap matanya yang nampak bersinar samar.
“I like you, Alifah…”ucap Peter dengan nada yang selembut sutera.
“Me too..”jawabku dengan perasaan bunga.
“So…”Peter kembali meraih payudaraku dalam genggaman tangannya.”Lets start our party.”
“Yeah…”
Peter lalu mencondongkan bibirnya dan memagut bibirku. Kembali ciuman panas terjadi antara kami berdua. Lidah dan bibir saling berganti memberikan kenikmatan pada pasangannya.
“Can i?”tanya Peter yang menyentuh bagian vaginaku yang masih tertutup dengan celana.
“Sure….”kataku yang entah kenapa malah menyetujuinya.
“Ok.”Peter melepas bagian kancing celana jeans yang kukenakan dan menariknya ke bawah. Membuatnya bisa melihat celana dalam berwarna biru yang kukenakan.
“Ouuuhhhhh…..”Aku mendesah ketika Peter mulai mengendus vaginaku yang masih tersembunyi di balik celana dalam.
“You wanna sex?”tanya Peter lagi.
“Sex?”tanyaku tersentak menyadari kalau aku telah melangkah terlalu jauh.
“Yeah. Kita sudah sejauh ini. Then, lets we end itu with sex.”
“No.!!!!”Teriakku yang mulai mengembalikan akal sehat yang sebelumnya hilang entah kemana.
“Its ok, Alifah. You will like itu.”ujar Peter dengan nada membujuk.
“Nooo!!!!!”Aku berteriak kesetanan.
“I am sorry Alifah.”Tiba-tiba saja Peter langsung menyumpal mulutku lagi dengan ciumannya. Membuat teriakan terbungkam diam.
“Hmmmpppphhhhhh…..”Aku meronta-ronta berusaha melepaskan diri.
“Slurrruuuupppppp….”Peter memperkuat cengkramannya di kedua tangannya. Tubuhnya yang besar ditekan sehingga tubuhku tak bisa leluasa bergerak. Sementara mulutnya semakin kuat menciumku.
“Please.“kataku setelah Peter melepaskan ciumannya beberapa saat kemudian. Badanku lemas karena kuncian yang dilakukan Peter hingga tak punya tenaga
“Hehehehe. Dont worry Alifah. You will like it. Soon.”ujar Peter terkekeh.
“Lepasin….”pintaku memelas.
Peter menarik celana dalam yang kukenakan dengan sebuah sentakan hingga celana dalamku turun sampai ke lutur. Memperlihatkan vaginaku untuk dinikmati oleh Peter.
“Wow. You have amazing vagina, Alifah.”Peter berujar takjub melihat vaginaku yang hanya ditumbuhi sedikit bulu.
“Please Peter. Please.”Kataku yang memohon dengan putus asa.
“Hehehe. You will amaze with this.”Peter kemudian menarik celananya turun beserta celana dalamnya sehingga memperlihatkan penisnya yang besar.
Penis itu sangatlah besar. Mungkin sebesar pisang ambun yang bagia ujungnya agak mlengkung dengan kuncup yang tidak disunat. Bagian bawahnya dihiasi dengan bulu yang begitu lebat berwarna kecoklatan.
Tanpa sadar, aku menelan ludahku sendiri. Tanda kalau aku mulai suka atas pemandangan di depan mataku.
“As i told you. You will like itu,”ujar Peter melihat ekspresiku.
“But—“
Kata-katkau terputus. Peter dengan satu sentakna keras langsung menghujamkan penisnya ke dalam vaginaku.
“Slorp!”Tanpa aba-aba penis Peter langung menybak rapatnya vaginaku.
“Ouhhhhhhhh!!!!!”
“Ahhhhhhhh!!!!!”Aku berteriak kesakitan seakan merasakan satu pukulan kuat yang menghantam vaginaku.
“Uuuhhhh….very nice baby.”Peter berteriak kegirangan seraya memajukan pinggulnya untuk mendorong penisnya lebih masuk ke dalam saluran vaginaku.
“Please stop it!”pintaku yang makin putus asa karena keperawananku akan hilang.
“Are you kidding? “Peter tertawa dengan nada mengejek.
Penis tersebut akhirnya sampai di pintu rahimku. Mengirimku dalam rasa sakit yang amat sangat seakan vaginaku hendak meledak.
Bearnya ukuran penis yang dimiliki Peter memberakan sensasi yang aneh dalam vaginaku. Ukurannya yang jumbo seakan mendesak bagian dalam vaginaku ke segala arah sehingga aku merasakan sesutu yang sangat mengganjal di selangkangku.
Melihatku yang sudah tidak lagi memberikan perlawanan, Peter lalu mulai memompa penisnya yang masih bersarang dalam vaginaku. Pinggulnya naik turun membuat penisnya timbul tenggelam dalam jepitan vaginaku.
Gesekan yang dihasilkan dari gerakan tersebut membuatku merasa seperti tergelitik. Seperti ada sengatan yang sangat kuat yang menjalar dari selangkangku.
“ahhhhhh…ahhh…ahhh…..”Tanpa sadar aku malah mendesah pertanda aku menikmati penisnya yang Peter pompa dalam vaginaku.
“Feel like you begin to enjoy it.”Peter terkekeh melihatku yang perlahan-lahan mulai menikmati aksinya.
“Ahhhhh….nooooo….”
“Jangan membohongi dirimu, Alifah. Just enjoy it.”Peter kini mulai kembali meremas bagian payudaraku. Menambahkan rangsangan yang kuterima.
“Ahhhhh!!!!!!”Aku berteriak kesakitan ketika Peter kini menghujamkan sepenuhnya penisnya hingga penis besar tersebut hampir memenuhi seluruh saluran vaginaku hingga akhirnya merobek selaput dara.
Aku meraskana sakit yang sangat seakan ditusuk dengan kuat. Tapi melihat darah yang mulai merembes keluar membuat rasa sakitku bertambah lagi.
Selaput dara. Simbol dari keperawanan dan kesucian yang mestinya kujaga dengan sepenuh hati untuk dipersembahkan pada suamiku kelak kini telah binasa. Yang lebih menyakitkannya adalah aku melangkah dengan sukarela ke dalam pemekrosaan ini.
“Hikkss…hikksss…”Aku mulai tersedu-sedu dengan air mata yang mengalir deras dari kedua mataku.
“Why you cry?”tanya Peter dengan perasaan iba.
Aku tak menjawab. Aku membayangkan masa depanku kelak. Orang-orang pasti akan langsung mencemoohku dan mengecapku sebagai perempuan nakal. Bagaimana tidak. Kesucian yang harunya kujaga kini malah kuserahkan pada orang yang bahkan belum semalam kukenal.
“Hei, dont cry.”Dengan lembut Peter menyeka air mataku.
“Its because of you!”sentakku dengan penuh amarah meskipun dalam kondisi vaginaku yang masih dimasuki oleh penisya.
“Hei. I—“
“GET OUT!”Aku mendorongnya dengna sekuat tenaga. Peter yang terkejut sampai melepaskan penisnya dan menjauh.
“Are you okay?”tanya Peter dengan nada yang lembut dan berusaha mendekatiku lagi..
“Leave me alone!”usirku dengan suara keras.
Aku mencoba untuk berdiri lagi. Tapi aku merasa semua kekuatanku menghilang begitu saja. Kakiku terasa lemas sekali. Hingga akhirnya aku terjatuh.
“Hei. What’s going on?”
Tak banyak yang kuingat. Sekelilingku seketika gelap dan aku kehilangan kesadaranku.
Bersambung …