CHAPTER 13
Kami pun segera keluar dari butik sambil membawa bertas-tas berisi pakaian dan sepatu yang dibeli oleh Peter. Dari tagihannya aku melihat total yang dibelanjakan sampai lebih dari 2 juta. Jumlah yang melebihi uang bulananku ketika kuliah dulu.
Dengan masih memakai baju yang sebelumnya kupakai, aku berjalan beriringan dengan Peter mengelilingi mall. Sampai kemudian Peter mengajakku masuk ke salon.
“Kok ke salon?”
“Aku kan ingin kamu lebih cantik lagi.”Peter mencolek sedikit wajahku.”Kamu mau kan? Sekalian cat rambut ya.”
“Jangan lah. Nanti kalau misalnya ketahuan sama ayahku bagaimana?”
“Gampanglah itu. Yang penting kamu mau ya.”
Entah kenapa aku malah menyanggupi permintaan Peter. Keadaanku persis sekali seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.
Kami menghampiri sebuah salon yang agak besar. Di sana Peter langsung memesan treatmen dengan harga mahal yang bahkan aku sama sekali tidak tahu istilah-istilah yang digunakan oleh Peter.
Di salon itu aku menjalani banyak sekali perawatan. Mulai dari wajah, kuku, hingga rambut. Khusus untuk rambut, rambutku yang semula panjang lurus dibuat bergelombang dan dicat agak kecoklatan.
Setelah hampir 2 jam berada di salon, akhirnya perawatan yang kujalani selesai. Aku pun diminta untuk mengganti pakaian yang sebelumnya kami beli di butik.
Aku menatap takjub diriku sendiri setelah mematut di depan cermin. Rambutku dibuat agak bergelombang dan berwarna cokelat terang. Mirip seperti bule-bule. Kuperhatikan juga wajahku yang sudah menjalani treatmen. Menjadi jauh lebih bercahaya tanpa ada noda gelap lagi.
Aku sendiri sekarang memakai crop lengan panjang berwarna hitam dengan belahan rendah sehingga memperlihatkan garis belahan dari payudaraku. Belum lagi model crop top yang kukenakan ini cukup ketat sehingga semakin menonjolkan buah dadaku. Bagian bawahnya sendiri cukup pendek sehingga memperlihatkan perutku yang rata bahkan sampai memperlihatkan pusarku.
Untuk bagian bawahnya aku mengenakan rok dengan warna senada yang sangat pendek hingga memperlihatkan sebagian pahaku. Bahkan ada sedikit potongan kecil yang semakin memperjelas bagian pahaku. Sedangkan kakiku sendiri memakai sepatu hak berwarna merah yang mengkilap.
“Wow, you look really amazing!”puji Peter berdecak kagum melihat perubahan tampilanku.
“Thank you, Peter. Tapi rasanya aneh sekali.”tukasku beruaha berjalan yang sebenarnya cukup sulit karena aku memakai sepatu hak.
“Kamu akan terbiasa.”Peter mengulurkan tangannya.”Come on, grab my hand.”
Aku dengan malu-malu menggenggam tangan Peter. Dia kemudian dengan gentle menuntunku berjalan mengelilingi mall.
Aku semakin merasakan banyak pandangan yang tertuju ke arahku. Mereka pasti takjub melihat auratku yang diumbar begitu saja. Apalagi dengan tingkahku yang begitu menempel dengan Peter. Bahkan beberapa kali kepalaku bersandar ke lengan Peter yang kekar.
“Bagaimana perasaanmu?”tanya Peter
“Ehmm…rasanya luar biasa. Baru kali ini aku merasa sangat bangga dengan penampilanku.”
“Kamu harus membiasakan diri, Alifah. Kamu memiliki tubuh yang sangat bagus. Orang-orang harus tahu betapa indahnya tubuhmu.”
Aku tersenyum dan mengangguk.”Terima kasih ya sudah mengajarkanku untuk bisa tampil berani.”
“Anything for a beautiful girl like you.”jawab Peter genit.
“Sekarang kita mau kemana lagi?”
“Ah, bagaimana kalau kita main sekarang.”
“Main?”
“Hehehe. Ikut saja, ayo.”
Dengan masih bergandengan tangan, aku mengikuti Peter ke lantai teratas mall. Rupanya Peter mengajakku masuk ke sebuah karaoke yang kelihatannya cukup mahal.
“Loh kenapa ke karaoke.”
“Kan kita mau main.”
“Tapi aku gak bisa nyanyi.”kataku jujur.
“Kita gak nyanyi kok.”
“Terus?”
Peter tersenyum licik.”Masa kamu gak tahu.”
Melihat gelagat itu, aku malah menunduk dan tersipu malu.
Kami memesan sebuah ruangan vip yang paling mahal. Di sana ada sofa besar dan empuk dengan sebuah tv berukuran besar. Ada juga beberapa microphone untuk bernyanyi.
Begitu duduk di sofa, seketika Peter langsung melepaskan celananya juga celana dalamnya. Dadaku seakan terhenti ketika melihat penisnya yang naik turun tersebut
“Ayo kita lanjutkan kegiatan kita sebelumnya.”jelas Peter.”Sekarang gak akan ada yang ganggu lagi.”
Aku tersenyum senang dan langsung mengambil posisi berlutut tepat di hadapan penis milik Peter. Melihat kembali penis yang telah memuaskan itu seakan menuntunku untuk segera mencicipinya.
Seakan tahu harus apa, aku langsung menelan penis itu bulat-bulat ke dalam mulutku. Kulakukan itu dengna sangat hati-hati agar penis Peter tidak terkena gigiku.
Kemudian aku mulai memaju mundurkan kepalaku sehingga penis itu timbul tenggelam dari mulutku. Sesekali aku juga menyapukan lidahku ke seluruh bagian penis Peter untuk semakin merangsangnya.
“Ouhhhh….kamu cepat belajar ya.”puji Peter.
“Hmmmmmpppphhhhhh….”Aku semakin memperkuat hisapan mulutku ke penis Peter.
Beberapa saat kemudian, aku merasakna tubuh Peter yang tiba-tiba menegang. Tangan Peter segera mencengkram bagian belakang kepalaku dan mendorongnya maju hingga aku hampir menelan semua penisnya.
“Ahhhhhhh….telan semuanya!”perintah Peter.
Aku meraskan dari penis Peter keluar air mani yang sangat banyak. Air mani itu terus mengalir melewati mulutku hingga turun ke tenggorokkanku. Awalnya aku merasa mual dan ingin memuntuahkannya. Tapi tangan Peter yang kuat menahanku memaksaku untuk menelan semua air maninya.
“Ahhhh….that was awesome.”puji Peter dengan nafas terengah seraya melepaskan cengkraman tangannya di kepalaku.
Aku terbatuk dan hendak memuntahkan sperma dari dalam mulutku. Tapi Peter buru-buru menegurku.
“Jangan sampai jatuh ke lantai. Telan semuanya.
Mendengar perintah itu, aku langsung menampung ceceran sperma yang tumpah dari mulutku dengan kedua tanganku. Kemudian aku langsung menelan semua sperma tersebut hingga masuk sampai ke perutku.
“Bagaimana rasanya?”
“Agak asin begitu. Tapi….”
“Enak bukan?”
Aku tersenyum dan mengangguk. Meskipun rasanya begitu asing, aku tak menyangka kalau sperma ternyata bisa terasa selezat ini di lidahku.
“Wanna try in your vagina?”tanya Peter menggoda.
“Eh? Maksudmu sex?”
“Iya dong. Memangnya kamu kira apa lagi.”
“Tapi kalau ketahuan bagaimana?”
“Tenang saja. Kita ada di ruang privat. Gak akan ada orang yang masuk.”
“Tapi kalau aku hamil bagaimana?”
“Tenang saja. Tinggal pakai kondom saja.”
Aku menghela nafas. Sepertinya aku tidak bisa menolak permintaan dari Peter. Entah kenapa aku menurut sekali dengan laki-laki ini.
“Ya sudah. Aku nurut saja.”
“Nah begitu dong.”
“Eh tunggu dulu.”kataku teringat sesuatu.”Bagaimana kalau Catherine tahu apa yang kita berdua lakukan.”
Mendengar kekhawatiranku, Peter justru tertawa keras.”Justru Catherine yang menyuruhku untuk bermain denganmu.”
“Hah!”Mulutku sampai menganga. Tak percaya mendengarnya.
“Yah, kalau kamu tidak percaya, nanti bisa tanya sendiri sama Cahterine. Tapi untuk sekarang……”Peter mengelus penisnya.”Kita main dulu.”
Aku akhirnya mengangguk enggan. Sepertinya apa yang dikatakan Peter benar. Aku tak punya alasan lagi untuk menolak ajakannya.
Dengan posisi Peter yang masih duduk santai di atas sofa, aku mulai naik ke pangkuannya hingga kami berhadap-hadapan. Sebelumnya kulepaskan rok mini yang kupakai hingga vaginaku yang sejak awal tidak terututupi celana dalam dapat terekspos jelas.
“Jangan terburu-buru. Santai saja.”
Aku mengangguk seraya berusaha memposisikan penis Peter agar dapat masuk sempurna ke dalma liang vaginaku. Ketika baru saja bagian kulupnya masuk, aku bisa langsung merasakan kenikmatan yang sangat.
“Ahhhhhhhhhhh…..”Aku mendesah pelan pertanda menerima penis Peter dengan perasaan nikmat.
“Wow, you already wet,”Peter tersenyum merasakan cairan kenikmatan yang mengucur deras dari vagina.
“Ah, your cook is amazing!”gumamku memejamkan mata. Berusaha menikmati sepenuhnya penis besar milik Peter.
“Take this!”Peter menyentak pinggulnya. Memaksa penisnya yang besar untuk menghujam begitu kuat melewati jepitan erat vaginaku hingga ujung penisnya sampai ke pintu rahimku.
“Ouhhhhhhhhh!!!!”Aku melolong kesetanan. Rasanya termat sakit bagai ada yang memberikan tinju langsung ke selangkangku. Tapi sekejap kemudian rasa sakit itu bertransformasi menjadi kenikmatan yang tiada taranya.
Tanpa sadar aku mendekatkan tubuhku ke Peter dan melilitkan tanganku ke pundaknya. Peter mengambil kesempatan dengan meraih mulutku dengan bibirnya.
“Mmmpphhhh…”Kini keadaanku semakin tak berdaya dengan mulut Peter yang membekap mulutku.
“Ahhhhhh aku ingin pipis!”seruku merasakan getaran kuat.
“Just do it here!”perintah Peter yang malah melilitkan tangannya ke tubuhku.
“But ahhhh…..”Tanpa kusadari, keluarlah cairan putih bening dari vaginaku. Mengalir deras seperti air mancur hingga membasahi tubuh Peter dan juga sofa yang didudukinya.
“You have squirt huh?”tanya Peter terkekeh
Aku tak menjawab. Tubuhku seketika lemas ketika tetesan terakhir keluar dari vaginaku. Melihat itu, Peter langsung melepaskan penisnya dan mengangkat tubuhku. Tubuhku yang sudah kehilangan sebagian besar tenaganya dibaringkan di sofa.
“I am not done yet.”bisik Peter sembari melepaskan potongan kain terakhir yang menutupi tubuhku. Kini tubuhku sepenuhnya dapat dijamah oleh Peter.
Peter memulai dengan meremas kedua buah dadaku.
Aku langsung menggeliat kenikmatan. Tangan Peter yang yang begitu besar dan kuat langsung berhasil menutupi hampir sebagian tokedku. Dengan sedikit remasan saja, aku langsung merasakan rangsangan luar biasa di tokedku.
“Aaaaahhhhh….peterrrrr….”Aku mencoba untu menghindar namun cengraman tangan Peter teramat kuat yang menahan pergerakanku.
“Just enjoy it…”Peter terkekeh pelan.
Peter mencodongkan tubuhnya. Lidahnya terjulur mulai menari membasahi wajahku. Aku memejamkan mata. Merasakan lidahnya yang basah bermain di wajahnya.
“Youre taste is really amazing.”
“Yeeaaahhh….”Aku mengangguk.
“Mmmmmpphhhhhh….”Peter langsung mencomot tubuhku dengan bibirnya. Memagutnya dengan kuat dan membuat mulutku terbungkam rapat.
“Mmmmppphhh…”Aku membalas ciuman Peter. Lidahku terjulur dan memagut lidah Peter.
Peter semakin memperkuat cengkramannya dengan teramat kuat. Aku bisa merasakan pembuluh darah yang semakin tersumbat dan mulai membesar karena gerakan Peter yang menghambat peredaran darah. Sekilas aku bisa melihat tokedku yang mulai membengkak dan memerah.
Peter tak peduli. Lidahnya terlalu sibuk untuk bermain di wajah dan mulutku. Membuatku melupakan apa yang terjadi dengan tokedku.
Kini Peter mulai menggerakkan kontolnya. Ujungnya itu dimainkan tepat di garis pembatas antara dua gundukan memekku.
“Peter.11!!!!””Aku menjerit kuat. Tak lagi kuat dengan serangkaian rangsangan yang Peter lancarkan padaku.
“Hehehehe. I know you really need this right?
Peter semakin menggodaku. Kini kontolnya yang besar dan berurat tersebut mulai digesekkan ke bagian klirotisku.
“Aaaauuuhhhhhh…”Aku semakin frustasi. Aku kini bahkan berusaha untuk mengangkat pinggulku agar memekku bisa melahap kontol Peter.
“Hey….dont be like that…..”
“I Wannt….”
Kata-kataku terputus. Peter kembali membungkam mulutku dengan ciumannya membuat suaraku tertahan. Tangannya juga kini semakin menekanku ke sofa. Membuat pergerakanku terbatas.
Aku kini semakin tidak berdaya. Di satu sisi aku semakin terangsang dengan berbagai titik vital yang menerima rangsangan hebat. Namun di sisi lain aku tidak bisa menuntaskan semua rangsangan tersebut dengan memasukkan kontol Peter ke dalam memekku.
“How about you take this now.”
Blessshhhh!!!! Akhirnya kontol yang beberapa saat ini begitu kudambakan bersarang di memekku.
Peter memasukkannya dengan perlahan. Memberikan detik demi detik yang berharga pada dinding dalam memekku untuk bisa merasakan kerasnya.
“OOOHHHH!!!”Aku melolong kenikmatan hingga kepalaku terangkat ke atas di hingga sendi leherku mentok.
“You really bitch!!!”ejek Peter yang masih memasukkan kontolnya secara perlahan..
“Ahhhh…aku gak peduli lagi. Aku Cuma mau kontolmu, Peter….”
Tiba-tiba gerakan Peter berhenti. Dia seperti menyadari sesuatu. Segera saja dia mencabut kontolnya dengan cepat dari memekku.
Bersambung …