Skip to content

Rasa Untuk Tania ~ Part 5 ~


Gue ngeri soalnya kita lagi di bus. Suer, ngga ada maksud kasar kok,” ujar Tania sambil duduk di atas tempat tidurku.
“Ngga, Tan, harusnya gue yang minta maaf.

Gue yang salah, ngga inget janji gue sendiri” ucapku. “Sebenernya gue juga melanggar janji kok waktu di rumah Galih tadi.
” Tania tersenyum.
“Waktu nonton bokep tadi ya? Itu emang sengaja ngegesek-gesekin?” tanyaku.
Tania mengangguk, lalu kami berdua tertawa. “Liat sini deh,” ucapnya tiba-tiba.

Aku menoleh ke arah Tania dan menatap matanya. Matanya yang indah membuatku terhipnotis.
Pelan-pelan ia menyentuh pipiku dan mengelus-elusnya.

“Masih sakit bekas tamparan gue tadi?” “Masih. Tenaga lo kaya babon sih.” “Sialan lo! Mau gue tabok lagi?” ujar Tania sambil tertawa.
Dengan gerakan cepat, ia mengecup pipiku. Aku menahan nafas karena kaget. “Udah? Udah ngga sakit kan?” Aku tersenyum, membalas senyumannya.
Hatiku sekarang terasa tentram dan damai. Rasanya aku jatuh cinta kepadanya, aku benar-benar jatuh cinta.

Lalu kami bertatapan tanpa bicara, diam dan hening. Lalu bibirnya bergerak mendekat dan mencium bibirku.
Bibirnya lembut dan hangat. Aku tak bisa tinggal diam, aku membalasnya, mencium bibirnya dengan penuh nafsu.
“Mmmh… Di… Mmm..,” desahan Tania terdengar di antara ciuman.
Sambil terus melumat bibirnya, aku mendorong dia ke tempat tidur.

Ia jatuh terlentang.
Aku cium lehernya pelan-pelan, lalu aku jilati lehernya hingga ke dagu. Ia mendesah agak keras.
“Geli…” Setelah puas menyantap lehernya, aku kembali menatap wajahnya, dan kami tersenyum.
“Kemarin gue pikir, itu untuk yang pertama dan terakhir.

Tapi ternyata… kemarin kan cuma lo aja yg dapet kenikmatan… lo masih utang satu sama gua, Di….” ucap Tania.
“Mau kaya kemarin lagi?” aku memijat-mijat payudaranya dari luar kaos dengan perlahan.
Ternyata ia tidak memakai bra. “Ahhh…. Buka aja kaos gue, ngga apa-apa lah,” ucap Tania.
Aku menarik kaosnya ke atas, dan ia juga membantu melepaskannya.

Terlihatlah di hadapanku tubuhnya yang topless.
Perutnya langsing dan rata, kulitnya mulus, dan dua buah payudara yang berukuran kecil namun bulat sempurna dan proporsional.
“Mmm.. toket gue ngga segede yang di film tadi ya?” ia memanyunkan wajahnya.
“Kan gue udah bilang, yg kecil tu bikin gemes.” Tania tersenyum, memperlihatkan gigi-giginya yang putih. Aku mencium keningnya.
“Terus, lo pengen diapain nih?” ucapku menggoda.

“Terserah lo mau ngapain aja sekarang, tapi kalo gue bilang stop, lo mesti berenti ya?” ucap Tania sambil mengusap rambutku.
“Tenang aja,” ucapku. Sepertinya Tania sudah tidak segugup kemarin. Mungkin karena ini sudah bukan yg pertama.
Aku mulai membelai payudaranya dengan kedua tangan.
Dengan perlahan aku mengelus daerah seputar putingnya, lalu kujilat dengan ujung lidah. Ia mengerang. Lalu aku mulai menyedotnya, aku hisap puting kanannya yang sudah menegang. “

Gila.. nikmat banget…, yang kiri juga Di… isep juga…. ahhh” “Sabar dong, gue ngga kaya lo, mulut gue cuma satu.”
“Sial, dasar,” ia tertawa. Aku meremas-remas payudara kanannya, lalu yang sebelah kiri kujilat-jilat dan kuhisap. Ia kembali mendesah.
Aku gigit pelan putingnya, ia menjerit kecil.
Lalu kujilati lagi sampai basah. “Uhh… untung sekarang di tempat lo, jadi ngga akan digangguin Santi lagi,” ucapnya sambil mendesah, “handphone juga gue matiin.
”“Bener juga ya, untung kamar sebelah lagi pada pulang kampung,”
aku memijat-mijat kedua payudaranya.

Ciumanku turun ke perutnya. Perut yang rata dan halus, wangi parfum perempuan yang manis.
Aku memainkan lidahku di daerah pusarnya, ia menggelinjang. Tanpa minta izin, aku membuka kancing celana jeansnya dan menariknya ke bawah.
Tania tidak menolak, ia malah membantu mengangkat pinggulnya. Setelah celana itu berhasil dilepas, aku dapat melihat celana dalam warna hijau muda yang ia kenakan yang tampak agak basah.

Pahanya sangat mulus, membuatku langsung mengelus dan menciuminya. “Hahhh… Di… Mmhh,” “Kenapa?” “Mem3k gue blum pernah disentuh cowo…”
“Gue juga blum pernah nyentuh punya cewe… Mau stop aja?”
“Mmmh… Dikit aja deh..,” ucapnya dengan wajah yang sayu.
Dengan gerakan yang lembut, aku menggesek-gesek ujung jariku ke celana dalamnya, tepat di bagian vagina.

“Gimana rasanya?” tanyaku. “Aaahh.. enakk… terus Di,” Aku menjilati pahanya yang mulus, dan kemudian naik ke arah selangkangannya.
Dapat kurasakan kakinya menegang karena keenakan, lalu tanpa memberitahunya terlebih dahulu aku melepaskan celanaku.
“Ngapain lo buka celana?” ia memperhatikan penisku yang sudah berdiri tegak dihadapannya.
“Ngga ngapa-ngapain, soalnya sesak udah tegang banget.”

“Sabar, ntar gue kocokin lagi kaya kemarin. Tapi lo bantuin gue dulu ya…,” pintanya.
Dalam hati, sebenarnya aku sangat ingin memuaskan hasrat Tania. Aku ingin melihat ia tersenyum lega, aku ingin ia mendapat kepuasan dariku.
Mungkin hanya dengan itu, suatu saat ia akan menyadari perasaanku yang sebenarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *