Skip to content

CERBUNG – Keluarga Bahagia

[BAGIAN 4]


Jarwo tiba tiba memeluk Jessi dari belakang dan berkata, “Lu sekali lagi nolak perintah budak gw, lu tanggung sendiri akibatnya!!” Berbarengan dengan itu kedelapan anak buahnya langsung bersiap.

“A..ampun bang..i..iya sekarang aku nurut semua perintah Jessi..”

“Nah terus lu nunggu apa lagi?? Inget biarpun Jessi budak sex gw tapi posisi lu jauh lebih rendah, ngerti lu!?”

“Ngerti bang.” Dengan ketakutan aku langsung berlutut dan mulai coli.

Aku pun langsung berkata apa yang kuingat dengan terpaksa, “Mulai sekarang, aku ga mau Jessi layanin atau pegang kontol aku lagi.. Enghh.. eng..” aku terdiam beberapa saat sambil mengerang berkali kali, bukan karena menikmati kocokan tanganku sendiri, namun juga membayangkan setelah ini Jessi akan selalu melayani kontol abdul, teman sebangku sekaligus teman tidur satu kamarku, “..dan mulai sekarang Jessi cuma boleh layani kontol Abdul dan semua orang AAAH!!” Berbarengan dengan itu kontolku kembali menyemburkan lahar panas lagi, sangat hebat, sangat banyak, menyembur hampir mengenai kaki Jessi padahal jarak berdirinya sekitar 2-3 meter lebih.

“Aaww banyak dan kuat banget, kayanya kamu emang suka banget ya liatin aku layani kontol orang lain? Hahaha setelah ini aku ga kan layanin atau pegang kontol kamu loh, puas ga sayang??”

Aku tidak menjawab pertanyaannya namun segera mengambil kesempatan untuk mencari tahu, “Dari kapan kamu selingkuh?”

“Inget ga waktu kamu nyatain aku lagi di bonceng sama siapa? Masih inget ga aku mau kemana??”

“Inget sayang, sama temen aku, Tedy, itu nganterin kamu pulang kan?”

Jessi pun tertawa kencang, “Hahaha ya ngga lah, kita langsung ngewe di rumahnya Tedy sama beberapa temen temen sekelas kita hahaha.” aku yang masih berlutut pun langsung terdiam dan tercengang tidak percaya, “Kebayang kan sayang, belum ada sejam kita jadian tapi aku udah ngewe sama temen temen kamu, kamu jagain aku selama 2 tahun, mereka enak enakan ngecrot sama aku selama itu hahaha.”

Jujur saja, sebenarnya aku merasa sangat sakit hati, sangat kesal, harusnya aku marah, harusnya aku pergi, bahkan mungkin menampar pipinya, namun aku malah ngaceng dan tanpa sadar mengocok kontolku sendiri.

Jessi pun menunjuk tanganku dan menggoyangkan jarinya, “Lepasin aku ga mau liat kamu ngocok lagi, lagian buat apa ngocok, didiemin aja keluar sendirinya, sekarang rebahan sambil lipat tangan di belakang tangan kamu dan jangan bergerak.”

“Iya sayang.” aku pun melipat kedua tangan dibelakang tubuhku kemudian tiduran dan menekan tanganku dengan beban tubuhku sendiri.

Jessi terlihat sedang mengetikkan sesuatu, lalu tersenyum dan berkata padaku, “Kamu mesti liat ini, inget jangan bergerak.”

Jessi lalu menunjukan layar ponselnya, terlihat video diriku yang tadi direkamnya dikirimkan ke akun dengan nama My Hubby dengan pesan yang meminta orang tersebut untuk menyebarkan videoku, “i..itu siapa?? Tolong jangan dikirimin, cancel, itu masih ada waktunya.”

“Cancel gimana sayang? Teken tombol silang ini?” Goda Jessi sambil menunjuk tanda sila dengan lingkaran yang hampir penuh.

“Iya sayang, please teken aku nanti maluu..”

“Malu apa mau? Hahaha ini aku kirim ke abdul loh, temen sebangku kamu, sekaligus temen satu kamar kamu hahaha!!”

Seketika aku semakin panik, namun SIALAN kontolku malah semakin kedutan seolah sangat senang dipermalukan seperti ini.

“Uuhh aku jadi kangen ngewe sama Abdul di atas kasur tempat kamu tidur sayang oohh mantap sekali rasanya, puas aku ngecrot berkali kali, untung aja kasur kamu anti air jadi cepet kering.”

Kontolku pun meneteskan cairan, karena aku menahan sekuat tenaga supaya tidak ngecrot, namun sialnya Jessi melihatnya, “Keluarin aja, aku udah bebasin kamu dan ga peduli, yang penting kamu ga ngocok lagi sayang.”

“AArghh!!” Aku pun mengerang panjang, memejamkan mata, dan membiarkan orgasme ini keluar sangat banyak sambil membayangkan Jessi ngentot di atas kasurku sendiri.

Lalu Jessi menghadap Jarwo lalu merangkul bahunya, “Ayo bang lanjut, tadi katanya mau sambil nonton, mau nonton apa sih? Kayanya seru banget.”

“Seru banget, kamu pasti suka.” Balas Jarwo sambil merangkul pinggul Jessi dan ciuman dengannya. Selama beberapa saat Jessi dan preman itu ciuman sampai akhirnya mereka kembali ke posisi semula, namun sebelum Jarwo rebahan, dia tiba tiba memberikan kode pada anak buahnya dan langsung membuat mereka bersiap.

Jelas aku langsung merasa ada yang salah dan akan terjadi sesuatu.

Tidak begitu lama Jessi kembali memasukan kontol Jarwo ke memeknya dan menggenjot dengan posisi reverse cowgirl menghadap diriku, desahan Jessi semakin kuat dan membuatku tegang, dan anak buahnya pun semakin dekat dengan diriku, “eh ini mau pada ngapain? Koq pada ngedeket.”

“Liatin sayang, ini pertunjukan yang aku kasih spesial buat kamu, pasti kamu suka.”

Jessi memelankan genjotannya dan bertanya, “Maksudnya??”

Berbarengan dengan itu tiba tiba BUKK!! BUKK!! BUAKK!! Berkali kali tubuh dan punggungku dipukul oleh para preman berbadan besar ini sampai membuatku tersungkur, “aarghh sakit bang.. Koq aku dipukulin??”

“Gimana sayang?? Kamu suka??”

Jessi terdiam dan menatapku dengan mata terbuka lebar dan mulut menganga.

Aku pun memohon padanya, “aaragh sayang tolong bantuin, sakit bangeet.”

Jarwo bertanya lagi, “Gimana??”

“Uuhh bener kata abang, seru banget, ayo lanjutin, aku makin basah liat cowo aku dipukulin.”

“Jessi!!” Seketika aku melotot dan terdiam tidak percaya.

Namun tidak lama setelah itu tubuhku kembali dipukul dan ditendang oleh 8 orang preman secara bergiliran atau bersama sama.

  • “Mampus lu!!”​
  • “Rasain anjing!!”​
  • “Emang enak hah dipukulin di depan cewe yang lagi ngentot!!”​
  • “Enak kan rasanya anjing? Udah cewe lu direbut, terus lu dipukulin!!”​

“Aarghh!! Aargh!! Aaww!! Ampuun baang!!” Teriakku sambil melindungi kepalaku dari amuk masa.

Aku sempat mengintip ke arah Jessi karena mendengar suara desahannya yang semakin menjadi jadi, betapa kagetnya ketika melihat Jessi sangat menikmati diriku dihajar masa, desahannya benar benar vulgar, goyangannya semakin kencang, dan terlihat cairan keluar dari memeknya, entah orgasme atau cairan pelumas, sangat basah, sangat basah, puting dan klitorisnya pun mengacung pertanda kalau Jessi benar benar menyukainya. Tidak kusangka, Jessi bahkan sampai orgasme melihatku dipukuli dan tanpa menghentikan genjotannya, Jessi terus orgasme dan mendesah keenakan.

Aku yang tidak kuat dipukuli langsung pingsan dan tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya.​


Meski memiliki seorang suami, namun aku merasa menjadi seorang single parent yang bekerja kesana kemari untuk memenuhi kebutuhan keluargaku termasuk menghidupi satu suami dan dua anak yang untungnya keduanya sudah sama sama besar. Suamiku, Budi, terkena phk sehingga kini bergantung pada penghasilan ojek yang tidak pasti, Bintang, anak keduaku yang baru masuk tinggal bersamaku, karena dirinya adalah perempuan dan tentu aku tidak mengizinkan untuk tinggal sendiri.

Berbeda dengan Fajar, anak pertamaku, sejak kelas 1 semester 2 ingin sekali ngekos dengan temannya dan hidup mandiri katanya dia tidak ingin merepotkan diriku dan memilih mencari uang sendiri dengan bekerja di bengkel yang dekat dengan tempat kosnya bermodalkan bakat otomotif yang turun dari bapaknya dan selalu belajar semenjak kecil.

Aku senang mendengarnya sekaligus sedih, kecewa dan marah, senang dan sedih karena mengetahui anak pertamaku yang masih remaja namun sudah bisa berpikir dewasa dan tidak pernah sekalipun melihat dirinya berbuat nakal namun dengan begitu aku harus berpisah dengan dirinya, kecewa dan marah karena seharusnya suamiku yang seperti itu, mencari pekerjaan di bengkel dan bukan anakku, toh skill dirinya di bidang otomotif jauh lebih hebat dari pada anakku, namun malah memilih bekerja menjadi tukang ojek online yang selalu pergi pagi dan pulang malam hanya karena ada teman saja, bahkan tidak jarang suamiku tidak pulang dan memilih bermalam di tempat ronda.

Meski jarang ada di rumah dan selalu terlihat bermalas malasan namun aku masih bertahan dengan dirinya, bukan karena cinta, walaupun Budi seperti itu namun dirinya masih bertanggung jawab sebagai kepala keluarga, masih menafkahi dan memberikan uang jajan kepada Bintang meskipun aku tahu kalau dirinya hanya pegang uang untuk membeli bensin namun Budi selalu terlihat ceria.

Tentu aku tidak mempercayakan tumbuh kembang anak anakku pada suamiku, sering sekali diriku mengendap endap ke kamar anak anakku untuk menguping dan mengintip supaya tahu apa yang dilakukan mereka di belakangku, setiap ada di rumah, Fajar sering sekali menonton video tutorial otomotif, sedangkan Bintang, sering sekali selimutan sambil menonton sesuatu dari ponselnya, meski memakai earphone namun sayup sayup bisa kudengarkan suara lelaki berbahasa korea, aku merasa lega ternyata kedua anakku adalah anak baik baik, khususnya anak perempuanku, untung saja dirinya lebih suka nonton drama korea ketimbang main keluar seperti anak sebayanya. Ternyata walaupun aku sibuk kerja dan suamiku selalu diluar rumah namun kedua anakku tidak ada yang nakal.

Hari demi hari pun berlalu sampai aku sudah terbiasa hidup seperti ini karena sudah 2 tahun lamanya, tidak pernah sekalipun diriku mendengarkan kabar yang aneh dari kedua anakku, sampai tiba tiba pada suatu hari setelah maghrib, tiba tiba sebuah mobil bluebird berhenti didepan rumahku, kupikir itu adalah teman Budi namun ketika melihat sang supir keluar bersama seorang perempuan muda membawa seseorang yang sepertinya tidak sadarkan diri, seketika aku panik dan merasa firasat buruk.

Melihat mereka membuka pintu gerbang dan tersadar kalau perempuan itu adalah Jessica dan yang dibawanya adalah anak lelakiku, dengan segera dan setengah berlari diriku pergi ke ruang tamu dan membuka pintu rumahku, “Ya Tuhan, ini Fajar kenapa?”

“Nanti aku ceritain bu.” Kami pun langsung segera membawa Fajar ke kamarnya dan membaringkan di atas kasurnya. Setelah supir pergi barulah Jessi mengajakku keluar kamar dan menceritakan kronologisnya.

“..nah jadi gitu bu.”

“Aduh koq bisa bisanya sampai salah jalan dan dipalak preman disana.”

Jessi pun mendengus, “Mungkin biar cepet kali bu, tapi untungnya ada warga yang liat, udah ibu ga usah khawatir yang penting sekarang kan Fajar udah selamat sampai di rumah, nanti aku ingetin supaya ga lewat jalan itu lagi.”

“Iya nak, terima kasih ya sudah jagain Fajar sampai saat ini.”

Jessica tersenyum dan kami pun ngobrol cukup lama, sampai akhirnya pandangan kami langsung fokus melihat sosok yang sedang berdiri di pintu kamar Fajar.

“Loh nak, kamu sudah siuman?”

“Ga apa apa koq ma, cuma ngerasa pegel pegel aja.” Jawab Fajar dengan sedikit lemas.

Namun aku tidak percaya dan mendekati Fajar sambil mendorong tubuhnya untuk kembali ke kamarnya, “Udah kamu istirahat biar mama bikinin teh manis sama bawain kamu vitamin supaya lebih sehat.”

“Iya betul kata ibu, kamu harus banyak istirahat.”

Fajar mengangguk setelah Jessi berkata demikian dan kembali tiduran ke kasurnya, dengan segera aku meminta pada Jessi, “tolong kamu jagain sebentar ya nak, ibu bikin teh dulu, ibu takut Fajar nekat keluar.”

“Iya bu, aku ngerti koq, pasti aku jagain Fajar terus.”

Setelah Jessi masuk ke dalam kamar, dengan cepat aku pergi ke dapur dan membuat teh hangat. Berbarengan dengan itu aku berpapasan dengan Bintang di depan pintu kamarnya dan terlihat khawatir, “Kakak kenapa bu??”

Aku tersenyum dan berusaha santai, “Ngh.. ga apa apa nak, kamu istirahat di kamar aja ya, pr nya udah dikerjakan? Kalau belum, kerjakan dulu terus tidur, nanti biar mama yang bawain kamu makan malam ke kamar.”

Bintang terlihat mengerutkan keningnya, sepertinya dia tahu kalau ada yang terjadi dengan kakaknya, namun langsung mengerti dengan kondisinya sehingga Bintang pun tersenyum dan membalas, “aku ambil makan malam sekarang aja bu, biar ibu ga perlu repot.”

“Terima kasih ya nak.” aku tersenyum. Kami pun pergi ke tempat yang sama, Bintang mengambil makanan dan minumannya, sedangkan aku mengambil minuman, vitamin, dan obat pereda sakit.

Mungkin saking panik karena situasinya, sampai sampai aku hanya membawa air namun lupa membawa obat dan vitaminnya, “Astaga, tenang, tenang, ga kan terjadi apa apa koq.” Aku pun segera menenangkan diriku sendiri, sebelum kembali mengambil obat, aku terdiam sejenak, menenangkan diriku dengan mengambil nafas panjang sampai tidak sengaja mendengarkan obrolan mereka…​


Kuakui, untuk anak seusiaku, nafsuku terlalu menggebu gebu, apalagi aku seorang perempuan yang harusnya bisa menahan hawa nafsu, apalagi disibukkan dengan pekerjaan rumah, seperti bersih bersih, mencuci, dan kadang aku juga yang memasak untuk keluargaku, hidupku tidak seberuntung orang orang diluaran sana, bapakku terkena phk, ibuku semenjak dulu menjadi ibu rumah tangga, namun kini harus bekerja serabutan kesana kemari untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, maklum saja ibu tidak punya skill apapun sehingga mengandalkan pekerjaan yang ada, sedang bapakku hanya seorang ojek online yang jarang ada di rumah.

Sebenarnya aku tidak tega melihat ibuku selalu pulang dalam keadaan lelah, sering sekali menawari dirinya untuk kupijat, namun ibu kerap menolak sambil tersenyum seolah tidak memiliki beban di pundaknya, “Ga apa apa sayang, kamu juga lebih cape, mending kamu bikinin ibu air panas ya, biar ibu bisa mandi, abis itu juga ibu segar lagi koq.”

Melihat kakakku ngekos dan bekerja, tentu aku juga ingin sepertinya, aku ingin meringankan beban ibu, hidup mandiri, tanpa membebani ibu dengan biaya akademisku, namun setiap kali izin pada beliau, selalu saja menolak mentah mentah dan berkata dengan tegasnya, “Ga boleh!! Kamu itu perempuan, gimana kalau terjadi apa apa sama kamu?! Bukannya meringankan hidup ibu malah bikin ibu kepikiran!!”

“Tapi bu.. Temen temen aku kan baik semua, aku ga kan terjerumus pergaulan bebas koq bu..”

“Iya ibu tau kalau teman teman kamu baik..” Lalu terdiam sambil menatapku. Entah karena tidak tahu harus berkata apalagi atau mengetahui apa yang kulakukan.

Aku pun menunduk dengan wajah sedikit memerah, “iya bu.. Aku ga kan ngekos, bantu ibu aja disini.” Jawabku sambil terus menunduk dan memalingkan pandanganku, segera saja aku pamitan masuk ke dalam kamar dan beralasan akan mengerjakan pr.

Setelah masuk ke dalam kamar aku langsung menyelimuti dirinya dan terdiam, berpikir apakah ibu berkata demikian karena memang tahu kebiasaanku, “Ga, ga mungkin ibu tau, soalnya selalu di dalam selimut dan pake earphone.” Ucapku menenangkan diriku.

Setelah merasa tenang, aku memutuskan untuk melakukan kebiasaanku, kuambil earphone dan mulai menonton drama korea, sebenarnya yang kutonton adalah drama korea biasa, namun lebih banyak aktor lelakinya, kunaikkan daster dan langsung mengusap kemaluanku sendiri, ketika dirumah aku tidak pernah mengenakan pakaian dalam apapun, alasannya selain supaya tidak gerah tentunya supaya mudah saat aku ingin masturbasi dan ingin merasakan sensasi eksib, lagi pula di rumahku hanya ada diriku seorang, jika saja jendela rumahku tidak besar, atau aku diizinkan ngekos, sudah tidak diragukan lagi, setiap hari aku pasti akan telanjang.

Lanjut menonton drama korea, sering sekali aku membayangkan di gangbang oleh semua aktor disini ketika sedang adegan kumpul kumpul, dan ketika aktor favoritku muncul aku pasti akan langsung masturbasi dan membayangkan ngentot dengannya, bukan hanya menggesek memek namun kumasukan 2 jari ke dalam memek, mengocok dengan cepat, sambil menyimpan ponselku di depan memekku, membayangkan artis tersebut mengulum atau menggenjot memekku, tanpa peduli ibu tiba tiba masuk ke dalam kamar, tok ku pikir bukan aku saja yang seperti ini, ku pikir semua perempuan yang juga melakukan hal yang sama, bahkan mungkin ibu juga, tidak harus pada artis korea, mungkin artis lokal saat menonton drama di tv saat sendirian, who knows.

Sampai suatu hari saat sedang enak enaknya colmek, tiba tiba aku mendengarkan suara ibu yang teriak dengan paniknya, “Ya Tuhan, ini Fajar kenapa?”

Sekalipun saat itu sedang mengenakan earphone namun aku tahu kalau sesuatu sedang terjadi, kuhentikan video itu dan keluar dari selimutku, membetulkan daster yang selalu ku kenakan di rumah lalu mengintip dari dalam kamar, terlihat fajar digotong masuk ke dalam kamarnya, “ya ampun kak Fajar..”

Saat itu aku merasa bingung, lanjut menonton drama korea atau menengok kakaknya yang sedang tidak sadarkan diri di kamarnya, tanpa diragukan lagi, tentu ini lebih penting dari pada itu, aku pun memutuskan untuk kembali masturbasi, toh sedang nanggung, apalagi pacar kakak pun datang dan ikut menjaga, kupikir pasti kakak tidak akan terjadi apa apa.

Berbeda dengan sebelumnya, aku kini berdiri di depan meja dan meletakkan ponselku disana, kulepaskan daster ini supaya cepat klimaks dan lanjut colmek, setelah 10 menit berlalu, aku mulai merasa sangat tinggi, “shh aahh aahh.. Sebentar lagii.. Sebentar lagii.. Sshh aahh!!” Kulepaskan tanganku dari memek dan toket besarku, menyampingkan kedua tanganku dan mengepal kuat, kuatur nafasku dan berusaha keras untuk menahan orgasmeku.

Bukannya aku ga mau, aku malah sangat kangen dengan orgasmeku dan selalu menunggu waktu yang tepat untuk orgasme. Aku tidak ingin orgasme sembarangan karena orgasmeku termasuk sangat banyak, pernah suatu hari aku nekat keluar ketika kedatangan saudara di rumah, dan hasilnya lantai kamarku seketika banjir, untung saja saat saudaraku masuk ke kamar ada gelas kosong sehingga aku beralasan kalau tidak sengaja menumpahkan air. Saat itulah ku putuskan untuk orgasme ketika nanti sudah menikah dan memberikan ekspresi terbaik untuk suamiku kelak.

Setiap kali akan orgasme, kupejamkan mata dan membayangkan rasanya sambil latihan berekspresi sangat vulgar dan berpura pura sedang orgasme supaya kelak suamiku senang sudah membuatku orgasme hebat, entah kenapa aku malah tersenyum ketika mengingat rasa yang dulu pernah kucoba dan tidak sabar ingin segera menunjukan pada suamiku kelak, semakin ku tahan, semakin bergairah.

Sampai akhirnya aku merasa lapar karena seharian ini belum makan, aku pun membetulkan pakaianku dan pergi keluar kamar, tidak kusangka akan berpapasan dengan ibu, segera saja kupasang wajah khawatir dan bertanya pada beliau, “Kakak kenapa bu??”

Ibu tersenyum dan aku tahu kalau beliau sedang berusaha terlihat santai, “Ngh.. ga apa apa nak, kamu istirahat di kamar aja ya, pr nya udah dikerjakan? Kalau belum, kerjakan dulu terus tidur, nanti biar mama yang bawain kamu makan malam ke kamar.”

Aku pun menatap tajam pada beliau sambil mengerutkan kening, bukan karena marah namun karena kesal beliau selalu menanggung semuanya seorang diri, namun aku langsung mengerti dengan kondisinya, aku pun tersenyum untuk menenangkan ibu sambil membalas, “aku ambil makan malam sekarang aja bu, biar ibu ga perlu repot.”

“Terima kasih ya nak.” ibu tersenyum dan kuyakin kalau senyumannya kini bukan dibuat buat, terlihat sangat manis dan sangat cantik sekalipun keriput sudah mulai memenuhi wajahnya. Kami pun pergi ke tempat yang sama, aku mengambil makanan dan minumannya, sedangkan ibu mengambil minuman, vitamin, dan obat pereda sakit.

Aku kembali ke kamar namun bukan untuk makan, kuletakkan piringku di atas meja dan terdiam beberapa saat, “Kenapa sih semuanya selalu nanggung sendiri, kan bisa minta tolong aku, ngerasa kaya aku tuh ga berguna dan dianggap ga bisa diandalin.” Lalu kuambil sendok dan mulai makan.​

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *