Skip to content

CERBUNG –  NATHAN

BAB 5​

Sinar mentari memancarkan cahaya terang dan membangunkan sang pemuda tampan dari tidur. Suara kicauan burung bergelora menambah sukacita yang ia dapat hari ini. Udara segar pun tak luput memeluk tubuhnya dan memberi harapan. Rasa lelah kemarin pun sejenak hilang ketika sang pagi begitu cerah menyapa, sehingga semangatnya pun kembali bergelora. Di dalam dadanya, kebahagiaan meluap tanpa terbendung, karena ia tahu, hari ini ia memulai hidup baru yang jauh lebih indah dari apa yang pernah ia rasakan.

Nathan merentangkan tangannya ke udara dan menghirup udara sebanyak yang ia bisa. Kini pemuda itu berdiri di tengah taman, memperhatikan rumput yang basah oleh embun, pohon-pohon yang berdiri kokoh, dan bunga-bunga yang mekar di sekitar halaman. Ia begitu merasakan ketenangan di pagi itu.

Tiba-tiba, Nathan melihat sebuah sedan masuk pekarangan, dan yang duduk di belakang stir itu adalah Ida. Nathan terus memperhatikan sedan itu sampai berhenti di samping depan rumah. Ida keluar dari mobil, menutup pintu, dan memandang Nathan yang berdiri di tengah taman. Tanpa ragu, Ida melangkah mendekatinya dengan senyum di wajah. Kini, mereka berdiri saling berhadapan.

“Sedang menikmati pagi, Mas Bro …” sapa Ida menyodorkan kepalan tangannya ke arah Nathan.

Kepalan tangan menyentuh pelan kepalan tangan Ida, “Iya … Di sini indah sekali … Mau ketemu Maya?”

“Iya … Aku mau lapor pekerjaan,” sahut Ida masih dengan senyumnya.

“Laporan maksudmu? Laporan apa?” tanya Nathan heran.

“Ada aja!” jawab Ida kemayu.

Tiba-tiba, sebuah mobil mewah berwarna hitam memasuki pekarangan rumah. Nathan dan Ida menoleh ke arah mobil yang datang itu. Mobil tersebut meluncur perlahan dan akhirnya berhenti tepat di belakang mobil Ida. Pintu mobil terbuka, dan seorang pria tampan berusia pertengahan 30-an keluar dari dalamnya. Dia mengenakan jas hitam dan kacamata hitam yang membuatnya terlihat sangat elegan. Dengan langkah tegap, pria itu melangkah menuju pintu rumah sambil melambaikan tangannya ke arah Ida. Ida membalas lambaian tangan si pria, dan akhirnya orang itu memasuki rumah melalui pintu utama.

“Siapa dia?” tanya Nathan pada Ida.

“Itu Denis,” jawab Ida dengan nada ceria, “Dia adalah ajudan pribadi Maya.”

Nathan mengernyitkan dahi, lalu bertanya, “Apa tugas ajudan pribadi itu?”

Ida tersenyum lebar dan menjawab pertanyaan Nathan dengan nada penuh semangat, “Tugas ajudan pribadi itu adalah wakil ketua di organisasi yang dipimpin Maya, ditambah dengan …” Ida tidak melanjutkan ucapan, dia sengaja menghentikannya.

Nathan, yang merasa penasaran, mendesak Ida, “Ditambah dengan apa?”

Ida tertawa kecil, lalu dengan nada menggoda berkata, “Denis juga adalah teman kasur Maya.”

“Oh …” Nathan langsung terkejut.

Ida melanjutkan ucapannya, “Jadi, tugas ajudan pribadi tidak hanya sebagai wakil Maya di organisasi, tapi juga …” Ida mengedipkan mata, “… pria yang bisa tidur dengan Maya. Banyak yang ingin menjadi ajudan pribadi Maya karena selain bergaji paling besar, juga bisa mendapatkan kesempatan meniduri pimpinan.”

Nathan tampak tidak percaya, mulutnya sedikit terbuka. “Serius?”

Ida tersenyum lalu melanjutkan penjelasannya, “Semua pegawai laki-laki di perusahaan Maya berlomba-lomba untuk mendapatkan posisi ini. Mereka bahkan saling bersaing dalam sebuah pertarungan. Jika ada yang bisa mengalahkan ajudan pribadi yang sedang menjabat dalam pertarungan, orang yang menang akan berhak menggantikan posisinya.”

Nathan mengangguk-angguk, mencoba mencerna informasi tersebut. “Jadi, ini semacam pertandingan perebutan posisi?”

“Persis sekali!” kata Ida. “Dan Denis, yang sekarang menjabat, pasti sangat tangguh. Mengalahkannya bukanlah hal yang mudah.”

“Tapi aku yakin … Ada kriteria lain yang harus dimiliki seseorang yang ingin menjadi asisten pribadi Maya,” ungkap Nathan hanya menebak saja.

“Benar …” Ida mengangguk sambil tersenyum. “Selain harus menjadi orang terkuat dalam pertarungan, seseorang yang ingin menjadi asisten pribadi Maya juga harus menguasai seluk-beluk bisnis Maya. Mereka harus memahami semua aspek perusahaan, dari strategi bisnis hingga operasi bisnis sehari-hari.”

Nathan mengernyitkan dahi, masih terkejut namun mulai memahami kompleksitas tugas tersebut. “Jadi, selain harus hebat dalam pertarungan, mereka juga harus menjadi ahli dalam bisnis?”

“Betul sekali,” jawab Ida. “Jadi, menjadi ajudan pribadi Maya bukan hanya soal bisa mengalahkan Denis dalam pertarungan, tapi juga soal kemampuan mengelola dan menjalankan perusahaan.”

“Hmm, sepertinya jadi asisten pribadi Maya itu pekerjaan yang menantang. Aku pikir, mungkin aku bisa mencoba melamar posisi itu,” ucap Natan sambil mengangguk-angguk.

Ida terkikik mendengar keinginan Nathan. Dengan nada bercanda, dia mengatakan, “Oh, jadi kamu juga ingin meniduri Maya, ya?”

Nathan langsung merespons dengan cepat, “Itu bukan prioritasku. Yang aku inginkan adalah membantu Maya mengelola bisnisnya. Bukankah lebih baik jika aku yang mengelola bisnis Maya? Lagipula, aku adalah anaknya.”

Ida tertawa lebih keras, “Kasihan Maya, dia akan kehilangan teman kasur.”

Nathan tersenyum lebar dan berkata, “Kalau aku bisa jadi asisten pribadi Maya, masalah teman kasur Maya bisa diatur lagi.”

Ida tertawa, lalu dengan semangat mengatakan, “Aku sangat mendukungmu untuk menjadi asisten pribadi Maya! Dan kalau kamu berhasil, aku akan menawarkan diri untuk jadi asisten pribadimu.”

Nathan terkikik, lalu dengan nada bercanda berkata, “Kalau aku jadi asisten pribadi Maya, bukan hanya kamu yang akan jadi teman tidurku. Semua wanita cantik di perusahaan Maya akan jadi teman tidurku.”

Ida langsung cemberut dan mencubit perut Nathan dengan lembut, “Ihk … Dasar buaya.”

Dengan bibir cemberut, Ida meninggalkan Nathan dan masuk ke dalam rumah. Saat melihat Ida menghilang di balik pintu, Nathan mulai berkeliling taman lagi. Ia menyusuri jalan setapak yang dikelilingi tanaman hijau, mencoba mengaktifkan pikirannya. Pikiran Nathan kini sepenuhnya terfokus pada keinginannya untuk menjadi asisten pribadi Maya. Nathan berpikir tentang keuntungan yang akan ia peroleh jika menjadi asisten pribadi Maya. Pertama, ia akan mendapatkan gaji yang sangat besar. Kedua, ia akan mendapatkan keterampilan berharga dalam mengelola usaha. Dengan pengalaman ini, Nathan berharap mempunyai perusahaan besar di masa depan.

Nathan segera berjalan cepat menuju garasi. Di sana, dia mendekati montir yang sedang bekerja dan meminta izin untuk meminjam salah satu mobil yang terparkir. Montir setuju dan memberikan kunci mobil kepada Nathan. Tak lama setelah itu, mobil bergerak keluar dari halaman rumah. Nathan mengemudikan mobil dengan tujuan mencari toko buku. Karena Nathan sangat tidak mengenal kota yang baru ia tinggali ini, dia kesulitan menemukan toko buku yang ia cari.

Pemuda itu berhenti di beberapa tempat, bertanya kepada orang-orang di sekitar untuk mendapatkan petunjuk. Setelah beberapa kali bertanya, seorang warga menunjukkan arah menuju sebuah toko buku bekas yang tidak jauh dari tempatnya berada. Tanpa berpikir panjang, Nathan segera mengikuti petunjuk tersebut dan mengarahkan mobilnya menuju toko buku bekas itu. Dia merasa lega karena akhirnya bisa menemukan tempat yang dicari, meskipun toko buku bekas tersebut tampak sederhana dari luar.

“Cari buku apa, Mas?” tanya seorang pria paruh baya berpeci putih saat Nathan masuk ke dalam toko.

“Saya cari buku cara-cara memimpin perusahaan,” jawab Nathan sambil tersenyum pada pria tersebut.

“Emm … Apa judulnya ya?” tanya si pemilik toko kebingungan.

“Saya tidak tahu judulnya, Pak … Maaf, bisakah Bapak mencarikan buku model itu,” ucap Nathan memohon.

“Hhhmm … Baiklah … Ikuti bapak,” ajak pria itu.

Nathan mengikuti pria pemilik toko ke bagian belakang toko buku. Mereka melewati sebuah pintu dan memasuki ruangan luas yang dipenuhi dengan rak-rak buku. Nathan berjalan di belakang pria tersebut menyusuri sebuah lorong sempit yang dikelilingi oleh buku-buku yang tersusun dengan tertib. Tiba-tiba, sebuah buku jatuh dari rak di depan pria pemilik toko. Pria itu segera mengambil buku yang jatuh tersebut dan meletakkannya kembali ke tempat semula di rak. Namun, baru saja pria itu hendak melanjutkan langkahnya, buku yang sama jatuh lagi dari rak. Dengan heran, pria itu kembali mengambil buku tersebut dan meletakkannya di rak. Ketika dia hendak bergerak lagi, buku itu jatuh sekali lagi. Pria dan Nathan terkejut melihat kejadian tersebut. Mereka saling memandang, merasa bingung dan penasaran dengan kejadian yang aneh ini.

“Kenapa ya? Aneh sekali,” ucap si pria sambil memungut buku yang sudah jatuh tiga kali.

“Ada hantu kali, Pak,” bisik Nathan.

“Hhhhmm …” si pria hanya bergumam sambil melihat isi buku. “Buku ini isinya ilmu-ilmu kanuragan kuno. Apa maksudnya ya?”

Nathan tiba-tiba terenyuh hatinya. Ia mulai bertanya-tanya apakah kejadian ini hanya kebetulan belaka ataukah merupakan sebuah tanda. Pemuda itu segera teringat pada tujuan utamanya mencari buku. Dari rumah tadi, rencananya adalah untuk belajar menjadi pemimpin perusahaan dan sekaligus mengasah kekuatan tubuhnya. Nathan berpikir bahwa ia bisa mempelajari ilmu kepemimpinan sembari meningkatkan kekuatan fisiknya. Dan sekarang sebuah kejadian aneh terjadi. Sebuah buku ilmu kanuragan tiba-tiba terjatuh dari rak dengan cara yang tampak disengaja. Buku itu seperti ingin menarik perhatian Nathan, seolah-olah buku itu memang ditujukan untuknya.

“Coba saya lihat, Pak …” pinta Nathan dan pria pemilik toko memberikan buku di tangannya kepada Nathan.

Nathan menerima buku yang diberikan pemilik toko padanya. Buku itu tampak tua dengan kertas yang sudah berwarna kuning dan kulit yang sedikit kusam. Setelah melihat judulnya, Nathan menyadari kalau buku tersebut berisi ilmu kanuragan kuno yang dikenal sebagai Ajian Brajamusti. Rasa penasaran semakin menguat ketika ia membaca sekilas isi buku tersebut. Nathan merasa tertarik dan yakin bahwa ilmu ini bisa melengkapi rencananya untuk belajar kepemimpinan sambil mengasah kekuatan tubuhnya.

“Saya beli buku ini ya, Pak …” ucap Nathan sambil menganggukan kepala.

“Oh … Silahkan,” jawab si pria.

Akhirnya Nathan mencari buku-buku tentang kepemimpinan perusahaan. Ia meminta bantuan pemilik toko untuk menemukan buku-buku tersebut. Mereka berdua menjelajahi bagian lain dari toko dan akhirnya Nathan membeli beberapa buku teori kepemimpinan yang menurutnya penting. Setelah membayar semua buku, Nathan kembali ke mobilnya. Namun, alih-alih langsung pulang, Nathan memilih untuk membaca buku di taman kota yang sepi. Di bawah rindangnya pohon dan dengan suasana yang tenang, Nathan mulai membuka buku yang menarik perhatiannya, yaitu buku Ajian Brajamusti. Dengan fokus yang tinggi, ia mulai membaca dan mempelajari ilmu yang terdapat dalam buku tersebut.

Nathan membuka buku Ajian Brajamusti yang ternyata sangat tipis, hanya terdiri dari sepuluh halaman. Setelah setengah jam membaca, Nathan mulai mendapatkan gambaran tentang ajian tersebut. Ia mengetahui bahwa Ajian Brajamusti membuat penggunanya memiliki pukulan yang dahsyat sehingga menyebabkan lawan roboh dan bertekuk lutut dalam satu kali pukulan. Ajian Brajamusti juga melindungi penggunanya dari serangan fisik dan spiritual. Ajian ini dapat membuat seseorang kebal terhadap berbagai jenis serangan.

Nathan melanjutkan membaca dengan lebih hati-hati, fokus pada ritual dan mantra yang ada dalam buku. Ia berusaha menghafal setiap detail, mengulanginya berkali-kali hingga benar-benar menguasai isinya. Tanpa disadari, hari mulai menjelang sore karena saking seriusnya Nathan mempelajari buku tersebut.

Setelah merasa cukup, Nathan berdiri dan bergegas menuju mobilnya. Ia berjalan cepat keluar dari taman kota dan menuju tempat parkir di mana mobilnya berada. Nathan membuka pintu mobil dan masuk ke dalam, lalu menghidupkan mesin. Ia memeriksa sekeliling sebelum melaju keluar dari tempat parkir. Nathan mengemudikan mobil melalui jalan-jalan kota, mengikuti rute yang tunjukkan oleh peta ponselnya. Setelah melewati beberapa persimpangan, Nathan akhirnya tiba di halaman rumahnya.

Dia memarkirkan mobil dengan hati-hati di garasi. Setelah memastikan mobil berada di tempat yang aman, Nathan mematikan mesin dan keluar dari mobil. Sang montir yang menunggu menerima kunci mobil dari Nathan. Pemuda itu langsung berjalan memasuki rumah dengan membawa buku-buku yang ia beli. Nathan menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua, membawa buku-buku yang baru ia beli. Setibanya di kamar, Nathan langsung membuka lemari dan menyimpan semua buku ke dalam lemari itu. Setelah memastikan semua buku tertata dengan baik, Nathan menutup lemari dan kembali keluar kamar.

Nathan berniat mencari Maya. Hasratnya tiba-tiba meluap-luap, membuat pemuda itu merasa harus segera menemukannya. Saat ia hendak menuruni tangga, mata Nathan tertuju pada pintu kamar Maya yang sedikit terbuka. Nathan berjalan menuju pintu kamar Maya dan memasukkan kepalanya melalui celah pintu. Dari dalam kamar, terdengar suara gemericik air dari shower. Nathan tersenyum, dan pikirannya mulai dipenuhi oleh berbagai imajinasi mesum. Dengan hati-hati, ia membuka pintu kamar Maya sedikit lebih lebar dan melangkah masuk, lalu menutup pintu di belakangnya dengan lembut. Nathan segera melepaskan seluruh pakaiannya dan berjalan menuju pintu kamar mandi yang berada di dalam kamar Maya. Ia berdiri di depan pintu kamar mandi, lalu mengetuk beberapa kali sambil menyebut namanya sendiri.

“Ya … Ada apa?” tanya Maya dari dalam dengan agak berteriak.

“Bolehkah aku bergabung?” ucap Nathan

Terdengar jeda singkat dari dalam sebelum Maya menjawab, “Masuklah.”

Nathan membuka pintu kamar mandi dengan hati-hati dan melangkah masuk. Suasana di dalam kamar mandi dipenuhi uap dari air hangat yang mengalir deras dari shower. Nathan memandang sekeliling ruangan yang modern dan bersih, kemudian melihat Maya berdiri di bawah shower. Air membasahi tubuhnya yang telanjang. Nathan terpesona oleh bentuk tubuh Maya yang menawan, dengan lekuk-lekuk sempurna dan kulit yang halus tanpa cacat.

Bentuk buah dadanya yang montok dan penuh memiliki kekuatan magnetis tersendiri. Setiap lekukannya membentuk kontur yang halus dan seimbang, dengan bagian atas yang sedikit lebih menonjol dibandingkan bagian bawah. Kulitnya yang halus dan elastis membungkus bentuk tersebut dengan sempurna, sementara puting yang sedikit menonjol menambah keindahan pada keseluruhan bentuk. Ketika ia bergerak, buah dadanya tampak bergetar lembut, memberikan kesan kesempurnaan yang sulit diabaikan.

Bentuk pinggulnya yang proporsional dan menawan memiliki keanggunan tersendiri. Dengan transisi yang halus dari pinggang yang ramping, pinggulnya membentuk lekukan yang penuh dan seimbang. Setiap gerakan menyoroti bentuk tersebut dengan jelas, menampilkan proporsi yang harmonis dan estetis. Kulit yang kencang dan rata membungkus pinggulnya dengan sempurna. Ketika ia bergerak, pinggulnya tampak melengkung dengan elegan, menonjolkan keindahan bentuk tubuhnya secara keseluruhan.

Nathan berdiri diam di tempatnya, terpaku oleh pemandangan yang ada di hadapannya. Dia memandang dengan saksama, memperhatikan aliran air yang jatuh dari atas dan merambat di sepanjang tubuh Maya. Setiap gerakan yang dibuat Maya terlihat lembut dan seolah mengikuti ritme air yang mengalir ke lantai. Nathan tidak bisa melepaskan pandangannya. Ada rasa kekaguman yang muncul seiring dengan setiap detik yang berlalu. Tubuh Maya terlihat begitu alami. Kesan sensual dari gerakan Maya semakin memperkuat dorongan dalam diri Nathan. Keinginan untuk mendekat lalu menikmatinya.

“Kalau kamu mau, aku bisa membantu menyabuni tubuhmu,” ucap Nathan hati-hati.

“Sebenarnya, aku sudah menyabuni tubuhku tadi. Tapi kalau kamu mau melakukannya lagi, aku tidak keberatan,” jawab Maya sambil tersenyum.

“Baiklah … Aku pastikan apa yang kulakukan akan nyaman untukmu.”

“Kemarilah …”

Nathan berjalan mendekati Maya yang berada di bawah shower. Air shower yang masih mengalir langsung membasahi tubuh Nathan. Pemuda itu segera menuangkan sabun banyak-banyak ke telapak tangan, lalu ia usapkan ke tubuh Maya. Nathan terkagum merasakan tubuh yang tidak saja halus, tetapi memang mulus bak pualam. Bersemangat sekali Nathan menyabuni Maya yang mulai tertawa-tawa kecil seperti seorang anak dimandikan bapaknya. Tak berapa lama kemudian, tawa-tawa kecil itu berhenti, diganti dengan gumam. Lalu diganti lagi dengan desahan. Maya mematikan air shower, memejamkan mata menikmati pelayanan khusus yang diberikan Nathan.

Nathan pun menyabuni tubuh Maya makin seksama. Tangannya cekatan mengusapkan busa lembut dan wangi ke seluruh tubuh Maya. Ketika menyabuni payudaranya, Nathan berlama-lama mengusap-usap kedua puting susunya, membuat wanita cantik yang molek ini bergelinjang-gelinjang kegelian. Kedua tangan Maya terangkat, mencekal erat tangkai shower, seakan bergantungan di situ. Posisi ini menyebabkan dua bukit kenyal yang membusung itu bertambah tampil menggairahkan. Gemas sekali Nathan meremas-remasnya, bermain-main dengan busa sabun yang berleleran. Seakan-akan Nathan adalah seorang peternak yang sedang memerah susu-susu sapi. Kadang-kadang pemuda itu tarik-tarik kedua ujung payudara yang semakin menggembung itu, seakan-akan benar ingin mengeluarkan susu.

“Please, jangan terlalu lama, sayang…,” bisik Maya tak sabar. “Sentuh yang bawah juga…” desahnya.

Nathan tersenyum dan segera menurunkan salah satu tangannya, menyabuni perut Maya yang rata dan tambah licin oleh busa sabun. Dengan cepat, tangan pemuda itu tiba di selangkangan Maya yang sudah pula terbuka karena ia berdiri dengan kedua kaki agak terpisah. Nathan mengusap-usapkan sabun ke seluruh pangkal paha dan kewanitaan Maya. Maya menggeliat dan memejamkan mata, mendesah. Nathan semakin giat menyabuni bagian yang putih bersih itu, mengusap-usapnya dengan telapak tangan. Sementara tangan yang satu turun ke bawah, ke bagian belakang. Nathan meremas pantat Maya yang padat berisi itu, membuat wanita itu menjerit kecil, antara senang dan terkejut.

Kini seluruh kegiatan Nathan terkonsentrasi di bagian bawah. Tangan kirinya menggerayangi bagian depan kewanitaan Maya, sementara tangan kanan bermain-main di belakang. Dengan jari tengah tangan kiri, Nathan perlahan-lahan menelusuri bibir kewanitaan Maya. Kedua bibir itu seakan-akan merekah terpisah menerima jemarinya yang meluncur lancar ke bawah, lalu perlahan naik lagi ke atas. Ke bawah, ke atas, dengan perlahan tapi penuh kepastian.

“Oooohhhh …” Maya mengerang dan menyorongkan pinggulnya ke depan, merapatkan kedua pahanya menjepit tangan Nathan. Terasa sekali kenikmatan telah menjalari pangkal pahanya, membuat Maya ingin segera ditelusupi oleh jari yang nakal itu.

Tangan kanan Nathan bergiat di belakang, juga dengan jari tengah yang nakal menelusuri celah di antara dua bukit belakang Maya yang seksi. Busa sabun membuat aktivitas pemuda itu semakin lancar, dan kini ujung jari tengahnya menyentuh bagian luar lubang belakang Maya. Pelan-pelan, Nathan memutar-mutar ujung jarinya di sana, dan Maya merasakan geli yang nikmat seperti geli yang terasa di liang kewanitaannya. Ah, kini ada dua kegelian di bawah sana, di depan dan di belakang. Maya menggeliat-geliat seakan-akan kebingungan, apakah akan menyorongkan pinggungnya agar kewanitaannya bertambah geli, atau mendorong ke belakang agar belakangnya yang dirangsang. Akhirnya wanita itu melakukan keduanya, menyorong ke depan dan mendorong ke belakang.

“Oooow, enak sekaliii… Sayang… please… lagiii.. lagii…” desah Maya.

Nathan menurunkan tubuhnya, berlutut di depan Maya. Pemuda itu lalu mulai menciumi bagian depan kewanitaan Maya yang licin dan kini penuh keharuman sabun wangi. Maya segera mengucurkan sedikit air untuk mengusir busa di sana, sehingga kini kewanitaannya yang mulus itu terpampang jelas oleh Nathan. Nathan pun mengagumi bagian yang sangat sensitif itu. Sekeliling pangkal pahanya putih bersih, dan sangat kontras dengan warna merah muda lipatan bibirnya, serta ditumbuhi bulu-bulu hitam halus yang sangat terawat. Kedua bibir kewanitaan itu tampak menebal, merekah memperlihatkan daerah yang memerah dan basah oleh air maupun oleh lendir bening. Agak ke atas, dan agak tersembunyi, terlihat tonjolan kecil berwarna kemerahan yang agak berdenyut-denyut. Tonjolan itulah yang pertama Nathan tuju, ia ciumi dengan lembut, lalu menjilatinya dengan ujung lidah.

“Occhhh…Saaay…” Maya terlonjak seperti disengat setrum, dan otomatis pula kakinya membuka lebih lebar, dan pinggulnya tersorong ke depan.

Pada saat Maya mengangkangkan kakinya, tangan Nathan beraksi lagi. Jari telunjuk pemuda itu masuk dengan leluasa ke dalam kewanitaan Maya, disusul jari tengahnya. Dua jari nakal itu bermain-main di dalam sana, berputar dan menggosok-gosok dinding yang licin dan berdenyut juga memerah itu. Maya semakin gelisah menggeliat-geliatkan badannya. Apalagi kemudian Nathan juga menggelitiki bagian belakangnya. Maya bagai terperangkap dalam dua sumber kenikmatan birahi yang membuatnya bergetar sekujur tubuh. Liang kewanitaannya terasa semakin menguak, dan Nathan kini memasukkan satu jari lagi, sehingga tiga jari ada di dalam sana, keluar-masuk, berputar-putar, mengurut-menggosok.

“Ochhh, Nathan … Aku nggak tahannn…” erang Maya sambil memegangi bahu Nathan dan melebarkan kangkangannya sehingga ia nyaris terjongkok.

Nathan lalu duduk di lantai shower, dan membiarkan Maya mengangkangi kepalanya. Dengan posisi ini, Nathan bisa leluasa menjilati kewanitaan Maya dan bermain-main dengan lubang belakangnya. Nathan kini memasukkan lidahnya ke dalam liang kewanitaan Maya yang sudah dibanjiri cairan cintanya. Kini tiga jari dan satu lidah ada di dalam sana, membuat Maya merasa kedua lututnya hilang, lemas sekali. Apalagi Nathan kemudian menyedot dan seakan-akan mengunyah-ngunyah seluruh kewanitaan Maya, membuat wanita itu tak tertahankan lagi, melorot ke bawah, jatuh di pangkuan Nathan sambil mendesah-desah dengan mata terpejam.

Dengan sedikit gerakan, Maya berhasil menangkap kejantanan Nathan yang sudah pula menegang di antara jepitan dua bibir kewanitaannya. Lalu Maya mendorong ke bawah, dan liang kewanitaannya seperti sebuah mulut kecil yang kelaparan hendak menelan kejantanan Nathan yang kenyal, besar, panjang dan hangat itu. Tetapi, walaupun Maya sudah mengangkang selebar-lebarnya, tetap saja diperlukan upaya ekstra untuk memasukkan seluruh kejantanan Nathan. Dan Maya pun merasakan nikmat luar biasa ketika dinding-dinding kewanitaannya perlahan-lahan menguak dan menerima daging kenyal yang padat dan hangat itu, menggosok keras dan mantap, mengirimkan berjuta-juta kenikmatan ke seluruh tubuhnya.

Baru saja seluruh kejantanan itu melesak, Maya sudah merasakan orgasmenya datang menyerbu. Ia terduduk dengan seluruh kejantanan Nathan berada di dalam dirinya, begitu besar dan panjang sehingga seakan-akan ujungnya sampai ke leher Maya!

“Ooooohhhhh …. Kamu luar biasaa… Aku……..” Maya mengerang tertahan dan merasakan orgasmenya menggemuruh di bawah sana.

Maya lalu memutar-mutar pinggulnya, menambah intensitas kenikmatan, sehingga akhirnya wanita itu tak kuasa lagi menahan jerit kecil keluar dari kerongkongannya. Kaki dan pahanya mengejang, menggelepar dan terkapar di lantai shower. Nathan mencekal erat pinggang Maya, menjaga agar wanita yang sedang dilanda badai kenikmatan itu tidak terjerembab di lantai.

Setelah Maya agak mereda, Nathan meraih keran shower dengan tangan kiri, sehingga sejenak kemudian mereka berdua dihujani air segar dari atas. Maya tertawa senang, mengangkat mukanya sehingga air membasahi seluruh rambutnya yang hitam sebahu itu.

“Ini luar biasa, Nathan … Khayalanku selama ini terwujudkan bersamamu,” ucap Maya sambil menangkup wajah Nathan.

“Aku juga merasa sama, Maya. Ini lebih dari yang kubayangkan,” balas Nathan.

“Aku tidak pernah membayangkan akan merasakan ini denganmu,” kata Maya.

“Aku juga tidak pernah membayangkan kita bisa seintim ini dengan ibuku sendiri. Tapi aku sangat bersyukur.”

Maya mencubit hidung Nathan gemas, “Lobang yang pernah mengeluarkanmu, sekarang kau masuki. Dasar anak nakal.”

“Rasanya spesial sekali … Beda dengan lobang-lobang yang lain,” canda Nathan.

“Ihk … Dasar anak nakal …” Maya kembali mencubit hidung Nathan.

Sambil tersenyum nakal, Maya mulai menggerak-gerakkan pinggulnya lagi. Mula-mula, ia bergerak maju-mundur, sehingga kejantanan Nathan yang masih terbenam di dalam tubuhnya kini membentur-bentur dinding depan dan belakang kewanitaanya. Nathan merasakan kejantanannya seperti sedang diurut-urut oleh segumpal daging kenyal yang lembut, basah dan hangat. Kontras sekali dengan tubuhnya yang diguyur air dingin. Apalagi kemudian Maya memutar-mutar pinggulnya sambil terus menekan ke bawah, membuat pemuda itu merasa sedang diperas-peras, dipilin-pilin.

Maya kini menaik turunkan tubuhnya. Mata wanita itu kembali terpejam, dan wajahnya mendongak menerima curahan air shower. Bibirnya terkadang merekah, mendesahkan nafas panas yang mulai memburu lagi. Sungguh cantik wajah Maya dalam keadaan basah dan penuh birahi seperti ini. Nathan bernafsu sekali menciumi lehernya yang jenjang dan halus juga licin oleh air. Sementara kedua tangan Nathan kini kembali meremas-remas payudara Maya yang berguncang-guncang seirama gerakan tubuhnya. Permainan cinta Mereka kini memasuki tahap final, ketika mereka berdua mulai merasakan gemuruh birahi meminta jalan untuk menerobos keluar.

Dengan bersemangat, Maya terus menaik-turunkan tubuhnya. Ia adalah seorang penunggang wanita, di atas kuda jantan perkasa. Nafas Maya mendesah-desah seperti seorang joki sedang memacu kudanya menuju garis finis. Nafas Nathan pun tak kalah memburunya, juga seperti kuda yang sedang mengerahkan seluruh tenaganya untuk menang di pacuan. Mereka berdua berderap menuju puncak birahi, ditingkahi suara air yang mengucur deras dan kecipak bertemunya kejantanan dengan kewanitaan di bawah sana. Ramai sekali, seru sekali, bergelora sekali.

Akhirnya Maya tiba di puncak birahi terlebih dahulu. Ia menjerit keras, mengerang panjang, dan menggeliat-geliatkan tubuhnya yang basah oleh air bercampur sedikit keringat. Gerakan turun-naiknya telah berubah menjadi gerakan serampangan; terkadang ke kiri-ke kanan, terkadang maju-mundur, terkadang turun-naik, terkadang semua gerakan itu sekaligus dilakukannya. Maya tak lagi memiliki kendali atas tubuhnya yang sedang dilanda kenikmatan puncak.

Nathan segera menyusul, ikut mengerang panjang ketika merasakan air bah dari dalam tubuhnya menghambur ke luar, membuat kejantanan pemuda itu bagai membesar lima kali lipat, sebelum memancarkan cairan kental panas ke dalam tubuh Maya. Seluruh tubuh Nathan berguncang-guncang, membuat Maya ikut terlonjak-lonjak, sementara kejantanannya seperti mengamuk di bawah sana, seperti melompat-lompat menerjang dinding-dinding kewanitaan Maya yang sedang meregang.

Mereka baru berhenti setelah sekitar satu menit menggelepar-gelepar seperti itu. Maya terkulai letih memeluk tubuh Nathan yang sudah tersandar ke dinding ruang shower dengan nafas terengah-engah. Tubuh mereka masih terus dibasahi oleh curah air shower yang sejuk. Maya mencium Nathan sambil mengucapkan terima kasihnya. Setelah momen intim itu, mereka perlahan-lahan menutup aliran air dan keluar dari kamar mandi. Maya mengeringkan tubuhnya dengan handuk, Nathan juga melakukan hal yang sama. Mereka saling tersenyum, saling memandang dengan kehangatan. Dengan tubuh yang sama-sama telanjang, mereka menuju kamar tidur dan duduk di tepi ranjang. Dengan lembut, Nathan menarik Maya untuk berbaring di sampingnya. Mereka menyusun bantal-bantal dengan nyaman, dan akhirnya, mereka berdua merebahkan tubuh di atas ranjang yang empuk. Maya membenamkan kepalanya di bantal, sementara Nathan melingkarkan tangannya di sekitar Maya, menciptakan kehangatan.

“Maya, kadang aku merasa hubungan kita ini… aneh. Rasanya sulit dipercaya kalau perasaan ini bisa muncul. Aku sendiri bingung, kenapa aku bisa mencintaimu, bukan sebagai ibu, tapi sebagai seorang wanita,” ucap Nathan lembut.

Maya mengangkat wajahnya lalu menatap wajah Nathan, “Nathan, tidak ada yang aneh. Perasaan kita punya cara sendiri untuk menemukan kebenaran. Kadang, cinta itu tumbuh dengan tidak mengikuti aturan.”

Nathan mengerutkan dahi, masih tampak ragu. “Tapi bagaimana mungkin ini bisa terjadi?”

Maya meraih tangan Nathan dengan lembut. “Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku memilih untuk tidak memikirkan status kita. Kamu adalah pemuda tampan dan penuh kharisma. Kamu adalah sosok yang ideal bagiku.”

“Bagaimana aku bisa yakin kalau kamu benar-benar mencintaiku?” tanya Nathan.

“Jangan ragu dengan perasaanku, Nathan,” kata Maya dengan lembut. “Cinta itu tidak perlu dipertanyakan. Aku mencintaimu karena kamu adalah kamu. Tidak peduli apa pun yang terjadi, perasaanku padamu tetap sama.”

“Kamu adalah wanita cantik dan sukses. Seharusnya kamu bisa menemukan pendamping yang lebih baik dari aku. Kenapa kamu memilihku?” tanya Nathan, masih merasa tidak percaya.

Maya menatap Nathan dengan tegas. “Tidak ada yang bisa menandingi kamu, Nathan. Kamu membuatku merasa hidup dan lengkap. Untukku, kamu adalah yang terbaik.”

Nathan menghela napas. “Sebenarnya, aku adalah orang yang mudah jatuh cinta. Aku sering tertarik pada banyak wanita. Aku tidak ingin membuatmu kecewa.”

Maya tersenyum dan menggenggam tangan Nathan lebih erat. “Aku tidak keberatan jika kamu memiliki banyak wanita dalam hidupmu, asalkan aku adalah prioritasmu.”

“Aku ingin kamu tahu kalau kamu adalah prioritas utamaku,” ucap Nathan dengan penuh keyakinan. “Aku akan selalu berusaha untuk membuatmu merasa istimewa.”

“Terima kasih, Nathan,” kata Maya dengan lembut. “Aku merasa lebih yakin sekarang. Selama kamu selalu ada untukku dan kita saling memahami, aku akan merasa bahagia.”

“Sekarang izinkan aku membahagiakanmu …” Ucap Nathan setengah mendesah.

“Ya, anak nakal … Bahagiakan ibumu …” Balas Maya yang juga mendesah sensual.

Tanpa perlu kata-kata lagi, mereka saling menarik dan membiarkan hasrat mereka menguasai. Maya mulai dengan lembut menyentuh wajah Nathan, bibirnya meraba dengan penuh cinta. Nathan membalas dengan penuh semangat, tangannya meraba lembut tubuh Maya, menyelami setiap lekuk dengan penuh perhatian. Mereka berpelukan erat, dan dengan setiap ciuman, gairah mereka semakin membara. Nathan menaiki tubuh Maya, tubuh mereka saling bergesekan dengan penuh gairah. Maya menggenggam bahu Nathan, sementara Nathan mengeksplorasi setiap inci kulitnya dengan sentuhan lembut namun penuh hasrat.

Suasana di kamar tidur memanas dengan cepat, dipenuhi oleh gelora hasrat yang membara antara Nathan dan Maya. Setiap sentuhan dan ciuman yang mereka tukar terasa semakin membakar, menyiratkan kedalaman keinginan yang tak tertahan. Maya membalas setiap rangsangan Nathan dengan semangat yang menyala, tubuhnya bergetar dalam respons yang penuh gairah. Nathan merespons dengan penuh energi, tangannya menelusuri lekuk tubuh Maya dengan dorongan yang semakin intens.

Keduanya tampak tenggelam dalam gelombang nafsu, nafas mereka semakin cepat dan serasi, saling mengisi ruang dengan suara desahan yang penuh birahi. Gerakan mereka menjadi lebih mendalam dan terkoordinasi, seolah mereka mencoba menyatu dalam satu irama penuh gairah. Ketika keduanya mendekati puncaknya, mereka melakukannya dengan lebih semangat, merasakan ledakan kepuasan yang mengalir dengan deras, memenuhi setiap inci tubuh mereka.

Setiap dorongan dan gesekan membawa mereka semakin dekat ke puncak, merasakan ketegangan yang membuncah dalam tubuh mereka. Ketika klimaks akhirnya tercapai, rasanya seperti gelombang nafsu yang menderu, memecah segala batas dan mengisi ruangan dengan sensasi yang luar biasa. Setelah momen puncak itu, mereka berbaring dalam pelukan, tubuh mereka saling bersentuhan dalam kehangatan, membiarkan hawa nafsu yang tersisa meresap dalam ketenangan.

Setelah momen penuh gairah mereka, Maya memandang Nathan dengan kagum. “Nathan, aku benar-benar terkesan dengan kekuatanmu. Jarang sekali aku menemukan seseorang seperti kamu.”

Nathan tersenyum, namun raut wajahnya tampak sedikit serius. “Maya, sebenarnya yang kamu sebut sebagai kekuatan ini adalah kelemahan bagiku. Aku memiliki hasrat bercinta yang tidak pernah padam. Kadang-kadang, aku curiga kalau aku mengidap semacam hiperseks.”

Maya tertawa kecil, suaranya penuh kehangatan. “Oh, Nathan, jangan berpikir begitu. Apa yang kamu miliki itu lebih seperti kelebihan, bukan kelemahan. Kelebihan itu menunjukkan betapa kamu penuh semangat dan berenergi. Aku justru merasa beruntung bisa memilikimu.”

Nathan menatap Maya dengan heran. “Jadi, menurutmu ini bukan kelemahan?”

Maya menggeleng sambil tersenyum. “Tentu saja bukan. Kelebihan yang kamu miliki membuat seks kita jadi sangat spesial. Tidak semua orang memiliki hasrat dan energi seperti kamu. Bagiku, itu adalah sesuatu yang sangat berharga.”

Nathan menarik Maya dalam pelukan hangat, merasa lebih tenang dan diterima. “Kamu membuatku merasa lebih nyaman dengan diriku sendiri, Maya …”

“Hi hi hi … Kalau kamu masih mau, aku siap meladenimu,” ucap Maya genit.

Nathan tanpa ragu menindih tubuh Maya sekali lagi. Dalam sekejap, Nathan menyatu dengan Maya, tanpa ada jeda atau perlawanan. Tidak ada kelembutan seperti sebelumnya, hanya ada hasrat yang meledak-ledak, menguasai setiap gerakan yang mereka lakukan. Keduanya tenggelam dalam irama yang sama, merasakan kenikmatan yang semakin memuncak. Tidak ada kata-kata yang diucapkan, karena tubuh mereka sudah berbicara satu sama lain, berbagi kenikmatan yang terasa begitu mendalam. Akhirnya, keduanya mencapai puncak bersamaan, merasakan gelombang kepuasan yang menyelimuti mereka. Setelah itu, suasana berubah. Tawa ringan mulai terdengar, mereka bercanda, melepaskan segala ketegangan yang baru saja mereka alami.

Bersambung​

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *