Ada yang kelupaan. Harusnya sebelum cerita soal Gilang saya cerita dulu gimana saya bisa ketemu dia. Jadi si Gilang ini adalah salah satu nasabah D, tim asuransi saya yang hilang itu. Sama kayak Cecil, saya ketemu pertama kali buat review polis. Karena pasti di pertemuan pertama cuma perkenalan, maka review polis dilakukan di pertemuan kedua. Terus dia minta upgrade manfaat asuransi yang bikin saya harus bolak balik beberapa kali buat ketemu Gilang.
Nah, selama saya ketemu Gilang itu dia memang cara bicaranya enak banget. Kata-katanya tertata, nada bicaranya enggak pernah terburu-buru, dan kalau bagian saya yang bicara, dia atentif banget dan saya yakin semua yang saya bilang masuk ke kepalanya. Waktu dia bicara jadinya saya jadi nyaman dan kayak percaya sama Gilang. Jadilah kami berteman karena sering ketemu. Berhubung saya sebagai agen asuransi dituntut untuk bisa bicara juga, si Gilang jadi gampang terbuka ke saya dan ketika suatu hari kita ketemu di warteg buat makan siang, mulailah dia cerita soal hidup dia. Itulah awal mula gimana ceritanya saya bisa tahu kisah Gilang.
Selesai.
Sekarang lanjut ke cerita utama.
Gilang yang sudah putus dari Rita dan sekarang mengincar Regina bingung mesti gimana karena waktu muda dia masih cupu soal esek-esek. Tapi yang jelas dia mengintensifkan pergaulannya dengan si Regina ini. Karena dia sekelompok tugas dengan Regina maka sering bertatap mukalah mereka. Kalau lagi enggak ketemu, Gilang suka sok-sok SMS dia buat tanya hal-hal enggak penting. Paling enggak, kata Gilang, Regina mesti ingat dia terus walaupun dia belum bisa digaet.
Regina ini anak keluarga broken home. Setelah cerai, bapaknya menikah lagi dan ibunya tinggal sendiri di kampung halaman. Ibunya masih produktif dan mampu membiayai Regina. Dia juga dapat kiriman uang dari bapaknya jadi keuangan Regina lancar jaya. Dia punya kakak yang tinggal dengan ibunya, terus dia juga punya dua adik dari ibunya yang baru. Nah, Gilang dapat cerita itu waktu dia sama Regina kerja kelompok di salah satu kos-kosan teman mereka. Ketika yang lain sedang pergi beli makan, Gilang dan Regina kebagian jaga TKP. Ngobrol panjanglah mereka di situ. Kalau jaman Gilang sama Rita, sudah habis Regina digarap. Tapi karena Gilang tidak tahu harus bagaimana memulai, dia diam saja dan membiarkan Regina bicara. Gilang mendengarkan Regina bicara kurang lebih tiga puluh menit sebelum teman-temannya kembali membawa makanan.
Suatu hari waktu libur Natal, Regina mengirim SMS ke Gilang menyuruhnya untuk datang ke kosan. Ternyata Regina lagi demam tinggi dan tidak ada teman yang bisa dihubungi. Akhirnya Gilang mengantar Regina ke klinik dan membayari semua biaya pemeriksaan dan lab. Waktu diantar pulang, Regina lemas banget sampai-sampai harus dibopong Gilang. Gilang enggak keberatan karena itulah pertama kali dia kontak fisik dengan Regina. Kulitnya mulus, bok.
Sampai kamar, Regina pengen ganti baju tapi dia takut pingsan kalau ditinggal. Jadi Gilang menunggu di luar kamar Regina dengan pintu dibuka sedikit. Gilang pengin sekali mengintip tapi takut setengah mati akhirnya tidak jadi. Setelah selesai ganti baju, Gilang diminta beli bubur. Habis itu, Gilang nongkrong di kamar Regina sampai agak sore. Regina minum obat lalu teler dan tidur.
Datanglah setan menggoda.
Regina waktu itu pakai sweater panjang dan celana pendek. Karena tidak disuruh pulang, Gilang diam di kamar Regina sampai gelap. Walaupun sudah gelap, Gilang tidak menyalakan lampu. Takut bangun. Kenapa takut bangun? Karena Gilang mulai mengelus paha Regina. Walaupun kulitnya panas karena demam, tapi mulusnya tetap terasa. Asli. Kulitnya tanpa cacat. Waktu dipegang pun Regina tetap tidur. Sedikit ngorok malah. Makanya Gilang berani.
Tidak puas dengan mengelus paha, Gilang menyelipkan tangannya ke bawah celana Regina dan menyentuh dalamannya. Terus dia menyelipkan jarinya ke bawah dalaman dan menyentuh kulit pantatnya. Beuh! Mulus juga! Gilang makin berani. Sekarang dia remas-remas pantat Regina dan karena tidak ada respon, Gilang dorong badan Regina sampai tengkurap dan meremas habis setiap senti bokong Regina.
Gilang mencoba menarik celana Regina tapi dia bergerak. Takut bangun, Gilang berhenti sejenak. Regina tidur lagi. Gilang tidak jadi menarik celana Regina dan meneruskan meraba pantatnya saja. Si jenderal naik maksimal. Gilang keluarkan jenderal dari barak dan menempelkannya ke paha Regina. Segitu saja sudah nikmat. Gilang mulai menggesek-gesekkan jenderal ke kulit mulus Regina. Belum puas, Gilang mencium paha Regina. Menjilatinya sampai betis dan mengulum jari kaki Regina. Peduli amat dibilang aneh. Tapi itu bikin jenderalnya makin tegak melewati batas maksimal.
Regina bergerak. Badannya yang tadi tengkurap jadi miring. Kakinya ditekuk kayak bayi meringkuk. Gilang buru-buru menutup celana. Tapi setelah beberapa detik, Regina ngorok lagi.
Hajar lagi.
Gilang menyelipkan jenderal di antara paha Regina dan mulai maju mundur. Tidak senikmat ML tapi waktu itu sudah cukup buat mengirimkan sensasi tidak ada tanding bagi Gilang. Gilang menekan paha Regina supaya menjepit lebih erat. Lalu dia panik karena si jenderal sudah tidak bisa ditahan. Dia cabut si jenderal dan bingung mau melepas di mana. Mau di kasur nanti ada bekasnya. Di paha Regina, walaupun dia mau sekali, tidak mungkin. Lalu Gilang melihat kotak tisu di meja. Gilang menyambar kotak tisu tapi dia lupa kalau celananya setengah merosot. Tersandunglah dia, berguling di lantai, menabrak meja, terus crot di situ. Nikmatnya jadi setengah-setengah karena dibarengi panik. Setelah selesai dan jenderal turun, Gilang buru-buru melap barang bukti dengan tisu.
Capek.
Gilang merem sampai kira-kira adzan isya baru dia pulang tanpa pamit karena Regina masih teler.
Waktu dia keluar, dia ketemu sama adik kelas yang dua tahun lebih muda. Ica namanya. Dia tinggal di kos-kosan Regina juga. Mereka say hello dan Gilang menjelaskan kalau Regina lagi sakit. Ternyata Ica tahu. Dia lagi karaokean sama teman-temannya waktu Regina menelepon jadi tidak terangkat.
Mereka berpisah dan Gilang pulang. Di perjalanan, Gilang merasa senang dan kecewa. Senang karena, yah, dia crot. Kecewa karena Regina belum didapat. Tapi paling tidak dia ada kemajuan karena Regina sudah ingat dia waktu sakit. Lumayanlah. Tinggal ditingkatkan, kata dia dalam hati.
Oh, iya. Nama Ica diingat-ingat, ya. Karena peran dia belum selesai.
—