Skip to content

DRAMA Sahabat-Sahabat Istri di Majelis (Collab with Kisanak87 – NO SARA!)

CHAPTER 24​

Mari kita lanjutkan, bray….

“Jahat. Pak Adam jahat banget…. Hu, hu, hu, hu.” Baru saja pengen ngambil ancang-ancang buat masuk ke menu utama dari segala aktivitas gue bersama Tita, tiba-tiba terdengar suaranya yang menyebalkan, lebih ke – jika dirinya sudah gak kuat banget menahan desakan dan dorongan orgasmenya dari dalam sana yang tiba-tiba mendadak terhenti gitu aja.

“Mau dilanjut.?” Sambil ngocoking kemaluan gue yang udah berdiri setegak-tegaknya ini, gue sempat bertanya. Sekedar mancing aja sih, serta sekedar mendapatkan legalitas tak tertulis buat gue, agar gue bisa lanjutin apa yang seharusnya gue lanjutin sekarang ini.

Setelah Tita hanya menunjukkan tatapannya yang jika gue maknai, sepertinya tatapan penuh kesal tapi juga ada makna yang tak mampu menahan lagi. Maka gue lanjut berbicara kembali, “Tapi pakai ini ya.” Sambil memajukan pinggul gue, mendekatkan penis gue ditangan Tita.

Namun tangan gue tentu saja gak berhenti gitu aja, gak biarin tubuh sintal sang mangsa tak di kerjain lagi. Maka itulah yang kembali ia lakukan di bawah sana.

Begitu jari-jari ini kembali membelai, membuka rerumputan tak rimbun itu di bawah sana, Tita lantas menunjukkan tatapannya yang teramat sangat jika ia tak mampu bertahan, begitu menggemaskan cara ia menatap. Ada benci, ada kesal, tapi ada nahan nikmat juga di sana. Sudahlah, gue juga gak mampu menjelaskan dengan detail ke kalian, intinya, ekspresi yang tercipta pada wajah wanita ini, menandakan jika pasti ia sangat menyukai tindakan gue ini. Buktinya, di saat gue sengaja berhenti gerakin jari-jari ini di liang kemaluannya, tangannya tanpa sadar bergerak menekan tangan gue itu biar jangan berhenti bergerak di bawah sana. Sebuah tanda yang cukup jelas bahwa dia benar-benar telah terangsang, siap untuk gue setubuhi sekarang juga.

Saat melihat gue cuma diam, dia menggoyang-goyangkan pantatnya untuk menarik perhatian gue.

Apakah gue lantas mengambil kesempatan itu langsung?

Tentu tidak kawan, lebih tepatnya masih belum….

“Isapin dong bu.” Yah! Gue pengen ngerasain sentuhan mulut atasnya dulu, sebelum menyiksa mulut bawahnya.

“Jangan pak, nanti bu Sari bisa keluar dari kamar mandi sewaktu–sewaktu” Tita menolaknya, tapi dia tetap tak menunjukkan gelagat ingin menuntaskan ini semua, atau menghentikan kelakuan kami yang sudah benar-benar terbakar.

“Semakin lama kita seperti ini, maka kemungkinan kita kepergok bu Sari sangat besar. Lebih baik ibu menurut saja dan kita selesaikan nafsu yang tertahan ini dengan cepat.” Gue terus meacuni pikiran Tita yang terlihat bimbang bercampur nafsu.

Perlahan….

Akhirnya….

Jangan tanyakan bagaimana gue rasain sekarang ini, di saat, sesaat sebelumnya Tita mulai mendekatkan wajahnya ke arah kepala penis bertopi baja gue.

“A, a, aku gak bisa masukin semua ke dalam mulut ya pak. Ini besar banget.” Tita sempat ngomong, tangannya sudah mengocok bagian tengah batang penis gue, bibir mungilnya itu sedikit lagi menyentuh kepala si komeng.

“Iya bu. Gak apa-apa….”

And then!

Ahhhhh…..

Nikmat bro. sungguh! Bagaimana nikmatnya di saat kepala penis gue mulai ia lahap, belum lagi bagaimana tangannya yang lembut membantu kerja mulutnya dengan mengocok batangnya.

“Uhhhhh.” Tentu saja gue langsung ngerasain badan ini seakan di aliri aliran listri beberapa watt. Apalagi, begitu gue mendesah, sepertinya suara desahan gue itu semakin meningkatkan semangatnya, membarakan birahinya yang sudah terbakar sejak tadi – alhasil ia menengadahkan kepalanya sedikit, untuk sekedar menatap ke wajag gue.

Ohhh shit….

Seksi banget anjir!

Lo bisa bayangi bukan, bagaimana ekspresi wanita bersuamikan pelaut itu, yang kali pertama ini baru saja menembus legalitas pernikahannya, mencoba menguapkan sisi lainnya yang tersembunyi dengan melakukan sebuah perselingkuhan. Dan kini, mulutnya yang mungil yang kerap kali menggoda dengan kata demi kata ke gue sejak kemarenan itu, kini telah melahap kemaluan gue di bawah sana? Kemaluan suami sahabatnya? Oh shit…. gue cenat-cenut bro.

Kepala kemaluan gue dihisap dengan kuat, sehingga membuat kedua kaki gue tejinjit, karena sensasi kenikmatan yang diberikan Tita, semakin melambung tinggi, “Ahhhhhh, Bu Titaaa.”

Begitu seterusnya.

Tapi, tiba-tiba gue inget kalo kami tidak Cuma berdua di kamar ini.

Kalo gue semakin lama menikmati kuluman mulut mungilnya, bisa saja mulut bawahnya gak sempat gue nikmati, karena kami tak memiliki waktu banyak.

Plooppp.

Alhasil, gue segera mencabut penis dari mulut Tita, karena waktu kami tidak banyak.

Gue gak tahan untuk tidak mencium bibirnya yang merah tipis sesaat. Segera kami saling melumat dengan lidah menari-nari di mulut masing-masing. Suara desahan kami bercampur dengan suara merdu air shower di dalam kamar mandi, yang dimana di dalam sana, Bu Sari, sama sekali tidak menyadari kalau di luar, gue dan Bu Tita sedang sibuk bermain gila.

“Cepat lakukan, Pak Adam.” Wow! Rasa-rasanya kepala gue hampir pecah mendengar sendiri dari mulut Tita, untuk meminta gue segera melaksanakan tanggung jawab gue saat ini.

Dan yah! Gue gak lagi pengen nunda-nunda prosesnya. Kini, punggung Tita gue sandarkan disandaran sofa, lalu kedua kakinya gue angkat sampai kedua telapak kakinya bertumpu pada tepian sofa, setelah itu pahanya gue kangkangkan agak lebar. Tampak begitu jelas kalo Tita sudah terlihat pasrah dengan apa yang gue lakukan, bahkan tampak banget sih jika ia kelihatannya juga tidak sabar untuk merasakan penis gue di dalam liang senggamanya itu.

“Uhhhhh. Pelan-pelan ya pak, punya pak Adam besar banget soalnya.” Sambil berbicara, terasa banget jika Tita mengedutkan vaginanya di saat gue mulai menggesekan kepala penis betopi baja gue dibelahan vaginanya yang memukai dan mengembung.

Harus di ingat, posisi gue yang masih berdiri merendah di lantai ini, begitu jelas melihat proses nya. Baik sesekali melirik ke wajahnya yang teramat sangat tak mampu ia tutupi lagi, betapa ia begitu tak sabar untuk gue senggamai, serta di saat gue melirik ke bagian pangkal paha kami yang sudah bersentuhan di bawah sana, semakin membuat tubuh gue merinding disko.

Begitu gue mulai bergerak sedikit maju, begitu juga gelagat yang begitu menggairahkan Tita tunjukkan. Bagaimana di saat ia menerima, menikmati prosesnya dengan mulut ternganga, terdengar tipis suaranya yang mengerang serta di tandai dengan gelagat tubuhnya yang menegang.

Basah, licin dan mengkilat. Vagina Tita yang berwarna kemerahan mengembung itu terlihat mempesona, apalagi ketika berkedut, untuk menyambut kedatangan penis gue yang mulai membelah daging mengembungnya tersebut yang tampak masih rapat.

Semakin gue tekan, semakin bibir vaginanya yang tebal terpisah oleh terjangan penis gue.

Gue menghentikan sejenak dorongan penis di bawah sana, sambil mata gue melihat ke dalam matanya. Matanya tampak banget menunjukkan ketidaksabarannya lagi. “Tahan, ya bu.”

Kami berdiam sejenak, membiarkan batang penis gue mengisi kelembapan liang senggamanya.

Setelahnya, gue sempatin buat membungkuk untuk menggapai bibirnya.

Tita menanggapi sambil mendesah, ia menekan lidahnya ke dalam mulut gue. Matanya melirik untuk melihat bagaimana batang kemaluan gue yang besar telah memenuhi seluruh lorong kewanitaannya yang mungil dan sempit itu.

“Uhhhh gustiii…. be… besar pak”

“Ahhhhhh. Gila. punya bu Tita juga rapat banget.”

Begitu gue mulai bergerak semakin masuk, bu Tita langsung membelalak, mulutnya ternganga lebar. Kemudian, mulai merintih, “Duh, duh, duh, duh. Pelan-pelan ya Pak. Dah lama gak dimasukin ini. Asshsh sssstttt….” di akhiri dengan desisannya yang tertahan.

“iya bu. Ini masih pelan kok.” Sambil membalas, sambil gue terus menekan pinggul gue, sampai kepala bertopi baja kemaluan gue semakin tenggelam dicelah sempitnya.

Kinilah saatnya….

Tita yang masih berusaha menahan gelombang kenikmatan, ia tak menyadari jika gue sudah mengambil ancang-ancang. Sejenak, gue sedikit menarik penis gue, tapi tak sampai terlepas dari ujung bibir kemaluannya, lalu dengan satu tekad yang kuat, gue menghentak menembus lebih dalam liang kemaluannya.

Blessss.

“Ohhhhh Pakkkkkkkk” begitu menembus, bersamaan Tita mengeluarkan erangannya, membuat gue makin gila rasanya bro.

Ahhhh…. Gilaaaa, rapat banget vaginanya. Ternyata segini rapatnya ya, vagina bini pelaut yang kerap kali di tinggal melaut. Asli, gak rugi gue sampai pontang-panting berjuang untuk mendapatkannya, kalau hasil akhirnya sangat–sangat memuaskan seperti ini.

“Pak Adaammmm. Ahhhhh.” Ahhh sial. Mana sepasang payudaranya itu langsung melengkung indah kearah gue, di saat batang penis gue menyentuh dinding terdalamnya. Mentok cuy. Sungguh!

Belum lagi, begitu gue naikkan arah pandangan gue ke wajahnya. Matanya melotot, mulutnya menganga dan wajahnya memerah. Mungkin ini batang penis terbesar yang masuk kedalam kedalam kemaluannya, sampai ekspresinya seperti itu.

Belum lagi, di dalam sana, batang kemaluan gue terasa dicengkram dengan kuat oleh dinding vagina Tita. Ujung helm bajanya yang mementok di dalam rahimnya, terasa diremas oleh kedutan-kedutan yang kuat didalam sana.

“Sempit banget bu, sempit banget memekmu. Ahhhhhh.”

Gue mencoba untuk menariknya sesaat. Hanya 30an persen saja, kemudian ingin menghentak, tapi rasanya gak rela kalo gue gak ngerasain betapa nikmatnya di dalam sana. Alhasil gue tekan masih secara perlahan.

Gue menakan, vagina Tita makin menerima, makin terasa sangat dalam sekali.

“Ahhhhhh. Besar banget pak, ahhhhh.” Tita maracau, lalu gue menekan sampai kepala helm baja gue kembali menyentuh dasar rahimnya.

“Paakkkkkkk.” Tita kembali melotot dan gue membiarkan batang penis gue didalam sana sejenak.


Udah kan? hahahaha….

Penasaran? hahay, udah pada tahu kan harus kemana nanya-nya? *Japri…. *

Yah, kalo pengen langsung cepet baca, pasti kudu lewat jalur khusus, berarti temen-temen harus rela ngeluarin kocek dari dompet. Thats it.

BERSAMBUNG CHAPTER 25

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *