Skip to content

DRAMA Sahabat-Sahabat Istri di Majelis (Collab with Kisanak87 – NO SARA!)

CHAPTER 25​

Pelan gue tarik lagi, kemudian mendorong maju, kali ini lebih lambat dan halus, sebelum kemudian gue tarik ke belakang hingga sebatas ujung. Begitu gue menusuk lagi, Tita tanpa bisa menahan langsung mengeluarkan erangan nikmatnya.

“Ah, Pak Adamm… enaknya! aku belum pernah merasakan yang seperti ini!”

“Enak, bu?” gue bertanya pelan, sambil terus bergerak perlahan.

Ia mengangguk. “Agak sakit, tapi enak! Teruskan saja,” pintanya sambil tersenyum malu-malu. “Ahhhhh, penuh banget pak, sesaaakkk.. Hu, hu, hu.” Nafas Tita memburu dan tatapan matanya mulai terlihat sayu. Penis gue semakin terasa dihimpit oleh jepitan-jepitan yang sangat kuat dari dinding vagina Tita.

Tita langsung meminta gue untuk mendekat. Maka gue menjorokkan ke depan posisi tubuh atas gue ke arahnya. Spontan kedua lengannya langsung melingkar di leher gue, sementara matanya dipenuhi oleh rasa takut sekaligus juga keinginan.

Karena posisi gue sudah membungkuk, dengan lembut gue berhasil mencium bibirnya, sambil terus melesakkan kemaluan gue di liang vaginanya. Dia menerimanya dengan jus kental mulai mengalir deras di bawah sana. Setiap kali gue menusuk, ia melawannya dengan satu putaran pinggul yang membuat alat kelamin kami semakin bertaut erat.

“Ahh… hah… hah…” Bahkan kini, Tita tak sungkan-sungkan untuk merintih. Desahannya memberitahu gue kalo ia juga sudah benar-benar terangsang.

Begitulah seterusnya.

Gue terus mendorong, menikmati bagaimana penis besar gue memenuhi tubuhnya yang sintal. Gue melepaskan tautan bibir kami, kemudian mengganti serangan ke titik lain. Gue sempat menangkap tatapannya, ketika baru saja ingin menunduk diantara bulatan payudaranya yang bergoyang-goyang lembut. Sorot matanya menunjukkan kalau ia tidak percaya telah melakukan ini dengan suami sahabatnya, Dinda. Oh shit! Kenapa gue malah sempet-sempetnya ngingat bini di kamar. Oh tidak. Gue harus ngilangin dia dulu sekarang.

“Ohh Tuhan, Pak Adaaaaammmm. Nikmaaattt bangeeettt sumpaaaaahhh!” dia menggelinjang, bibirnya jadi agak meringis saat gue terus memakan kedua putingnya dengan rakus, saling silih berganti, biar keduanya tak saling cemburu.

“Aah…” gue ikut mengerang manakala merasakan himpitan lubang vaginanya yang seperti meremas-remas batang penis gue. Rangsangannya benar-benar tidak memungkinkan bagi gue untuk mengendalikan diri, tapi, gue gak akan bobol dulu. Percuma gue yang selama ini mampu bertahan sama wanita lain, khususnya sama istri sejak gue nikah, masa harus bobol secepatnya sih hanya karena baru memulai aksi perselingkuhan gue ini pasca menikah. Maka dari itu, sekuat tenaga gue harus menahan agar tidak cepat mencapai klimaks.

Initnya gue tidak ingin mengecewakan Tita yang mendamba kenikmatan yang jauh berbeda dari rasa nikmat yang selalu dan selalu ia rasakan di saat bersama suaminya.

Saat gue terus mendorong kemaluan lebih dalam dan lebih dalam lagi, ia mulai meratap. Liang vaginanya terasa mencengkeram erat, sambil sesekali leher rahimnya mendorong balik hingga membuat gue jadi tidak bisa bergerak. Rasanya begitu geli dan ngilu hingga gue pasti akan langsung moncrot kalau tetap berusaha untuk melawan.

Alhasil, gue memutuskan untuk diam dan bernapas pendek-pendek untuk beberapa saat sampai gue lihat Tita mulai tersenyum sambil menyampirkan lengannya ke leher kembali, disodorkannya tonjolan payudaranya yang bulat ke arah mulut gue.

Gue balas tersenyum dan segera mengecupnya secara bergantian. Untuk sesaat gue menikmati posisi saat ini.

Masih teringat bagaimana hanya beberapa hari yang lalu dia yang tak henti-hentinya menggoda suami sahabatnya, alhasil, dia menerima karmanya sekarang.

Sekarang, hanya dalam tiga hari, gue berhasil membujuknya untuk pasrah di bawah kuasa gue, dan menyetubuhinya, satu hal yang telah gue inginkan sejak kemarenan itu.

Satu menit berlalu dengan cepat, gue putuskan untuk mulai menarik kembali batang penis gue dan menikmati saat mendorongnya balik lagi ke dalam. Terasa geli-geli basah disana. Gue ulangi lagi, dan tusukan itu membuat Tita menggelinjang panjang.

Gue terus melakukannya dengan irama lembut namun sangat menggoda. Setiap kali gue dorong masuk, vagina Tita yang sudah sangat basah membuat suara seperti cairan tumpah. Bisa gue lihat dengan jelas kalau cairan jusnya mengalir semakin deras dan kini banjir kemana-mana, membuat gue jadi semakin merasa nikmat. Batang gue pun, kondisinya kian licin dan mengkilap, basah sepenuhnya oleh cairan yang menetes-netes akibat persetubuhan kami berdua.

Terengah-engah, Tita bernapas tegang di telinga gue.

Gue kembali membungkuk dan mencium bibirnya, lalu berbisik pelan, “Bagaimana bu, udah percaya sama kehebatan saya, bukan?”

“Oh, Pak… iya…” dia merintih.
“Enak?”
“Ini bukan enak lagi, tapi sangat nikmat.”
“Ibu Tita suka?” gue bertanya masih sambil bergerak sedikit lebih cepat.
“Pak…. jangan bicara lagi…. gerakin yang cepat…. aku sudah mau keluar.”

Whaatt?

Yeah! Pengakuan dari Tita itu, seakan membumbung tinggi dada gue. Membusung seakan membanggakan diri, karena kini, akhirnya gue berhasil memancing orgasmenya agak keluar lebih dulu.

Karena pengakuannya itu, alhasil gue makin semangat menambah stimulasi tambahan rangsangan untuknya. Kedua tangan gue hinggap di buah dadanya, lalu meremasnya dengan pelan, diiringi sesekali memainkan putingnya yang sudah sangat mengeras. Biar semakin cepat ia mencapai titik puncaknya.

“Pak Adaamm, geliii.. ahhhhhh.”

Gue tidak perdulikan ucapan Tita. Gue langsung menarik pinggul gue sampai setengah, lalu gue tekan kedalam, gue tarik lagi sampai menyisakan kepala kemaluan gue aja yang tertanam, lalu gue tekan lagi sampai dalam.

Gue lakukan gerakan itu berulang–ulang, masih dalam tempo gerakan yang lambat namun tegas penuh kuasa.

Dan pada akhirnya…..

Jenak berikutnya……

Tubuhnya melengkung, vaginanya berkedut semakin cepat dan kuat, lalu di akhiri dengan erangannya yang kian membakar.

“Ahhhhhhhhh.” Wajah Tita terlihat semakin menggairahkan dan membuat gue meningkatkan ritme genjotan gue.

Inilah saatnya.

Saatnya pembuktian.

Benar saja, detik berikutnya…. “Aku mau pipis pak, aku mau pipis.. Ahhhhhhh.” Tubuh Tita sampai mengejang, namun gue bukannya memelankan genjotan, tapi justru semakin mempercepatnya.

“AHHHHHHHHHH.” Teriakannya menunjukkan dia telah tiba pada puncak dari aktivitas persetubuhan kami ini.

Mendengar itu, gue langsung menekan lebih dalam penis gue, lalu menahannya.

Serrrrrr…

Alhasil, cairannya keluar dengan deras, di antara kemaluan kami yang menyatu.

Mata Bu Tita mendelik keatas, mulutnya menganga dan jepitan vaginanya pun semakin kuat.

Gillaaa, gilaa, gila..

Dia yang sedang dipuncak kenikmatan, memberikan gue pemandangan yang sangat erotis dan juga memberikan kenikmatan lewat jepitan vagina yang sedang mengeluarkan cairan kenikmatan itu.

“Ahhhhhh. Hu, hu, hu, hu, hu.” Tubuh Tita kembali melemas, tapi nafasnya memburu.

Karena waktu berjalan dengan cepat, guepun gak mau berlama–lama menunda kenikmatan ini.

Bibir Tita gue lumat, sambil mulai menggenjotnya dengan gerakan yang awal tadi.

“Heemmm, hemmm, hemmm, hemmm..” Mata Tita kembali melotot disela lumatan kami ini. Mungkin ia terkejut mendapat serangan yang beruntun seperti ini.

Muaacchhhh.

“Ahhh, ahhh, ahhh.. Pak Adammm. Istirahat sebentar pak.. ahhhhh, ahhhh.” Tita melepaskan lumatan kami, hanya untuk memprotes tindakan gue yang tak membiarkan ia beristirahat. “Pak Adam jahat…. ahhhh Pak Adam jahaaaatshhhh”

“Ahhhh, ahhh. Waktu kita gak banyak bu.. Kalau mau main santai, kita atur di lain waktu..” gue membalas, tapi tak menurunkan ritme genjotan gue di dalam liangnya. Malah ritmenya kian meningkat seiring persetubuhan kami yang semakin memanas.

Makin kesini, tempo serangan gue semakin kencang.

Tita membalas serangan gue dengan rintihan bercampur menangis di setiap tusukan yang terjadi. Bukan tangisan sedih, tapi ini jelas tangisan penuh kenikmatan.

Apalagi begitu gue menyentuh dasar dinding rahimnya, dia berusaha untuk menekan dinding otot kemaluannya dengan kuat.

Gue membantu dengan membelai lubang vaginanya semakin dalam, hingga akhirnya mulai gue dengar ia berkata, “Pak Adaaamm…. ihkkkkk kok, mau lagi”

Yeah!

Iya Tita, memang gue pengen lo keluar berkali-kali. Gue membatin.

“Pak…. ohhhh cepetin….. cepettt pak” Mendengar dia mengemis untuk gue nusuk dia makin cepat, adalah bagai mimpi yang menjadi kenyataan.

Gue penuhi permintaannya dengan semakin dan semakin mempercepat speed tusukan penis gue di liangnya, kecepatan dan kedalamannya juga terus gue tambah. Sampai akhirnya perempuan cantik yang sudah menikah ini terkejang-kejang melengking panjang kembali seperti tadi.

Ia mengerang saat kuku panjangnya menggaruk di punggung gue, meninggalkan goresan besar disana. Sementara kakinya mengait lebih erat ke pinggang gue, meminta untuk memutar pinggul semakin cepat, merangsangnya ke titik hasrat yang tertinggi.

Gue kian bersemangat oleh tindakannya, apalagi saat gue lihat ia menggeliat dan menggelinjang bingung di bawah tindihan gue, bagai belum pernah mengalami yang seperti ini sebelumnya. Tonjolan payudaranya yang sejak tadi tak lupa gue ciumi, kini sangat indah menggeliat, di ajak mengejang oleh wanita ini, terlihat semakin putih dan mengkilap karena ditutupi oleh keringat. Benda itu terus bergetar seiring desakan orgasmenya yang sudah mulai keluar dari pintu rahimnya.

“Ouhhhhhhhhh keluaaaaaarrrrrrr pak. Akuuuu kalah…. aku ngaku kalah sama bapaaaakkk.. ini nikmaaat sekaliiii tuhaaaaan” yeah! Gila. Kadar kenikmatannya kian gue rasain, bukan karena nikmatnya menggenjot vaginanya, tapi, gambaran nyata di hadapan gue inilah yang meningkatkan kadar kenikmatannya. Bagaimana ekspresinya tercipta saat mencapai orgasmenya. Bagaimana tubuhnya yang mengejang, serta suara erangannya yang terbungkam oleh telapak tangannya sendiri.

Beautifull View, brada!

“Saya goyang lagi bu”

Tita sudah tak mampu menjawab. Gue pengen bikin dia hatrick malam ini.

Alhasil, kini gue mulai lanjutkan perjuangan demi melihat wanita ini hatrick poin menuju puncak orgasmenya di malam kali pertama kami memulai sebuah perselingkuhan.

Gue mulai menyibukkan mulut ini menjilati kembali putingnya.

Jangan tanyakan bagaimana tegas dan cepatnya genjotan penis gue di vaginanya ya. Karena saking tegas dan kerasnya, Tita kembali menunjukkan gelagat pencapaiannya untuk kali ketiga.

And then!

Akhirnya….. gue berhasil, sodara-sodara.

“AHHHHHH, mau keluar lagiiii…. Pak…. mau keluar lagi” Tita mengapitkan pahanya dengan kuat, sampai pinggul gue terjepit.

“Keluarin sayang, keluarin.” Gue semakin bersemangat menggenjotnya.

“AHHHHHHH.” Teriak Tita sembari menggelengkan kepalanya dan diiringi tubuhnya yang bergidik.

Lalu.

Gue putuskan untuk kali ini, melepaskan penis gue untuk sekedar melihat bagaimana ia menyemburkan air kenikmatannya.

Plooppp.

Serrrrrr.

Yeah! Sekali lagi, Yeah!

Begitu gue mencabut penis, cairan kenikmatan Tita sontak mengucur dengan derasnya.

“AHHHHHHH.” Bahkan Tita menaik turunkan pinggulnya, untuk mengeluarkan cairan kenikmatannya. Matanya merem-melek, menandakan kalau dia sedang dilanda kenikmatan yang sangat luar biasa.

“Hu, hu, hu, hu. Ampun pak, ampuunn.. Pak Adam sudah buat saya keluar tiga kali.. hu, hu, hu, hu.”

Gue Cuma senyum saja, membiarkan dia menuntaskan proses orgasmenya yang ketiga ini.

Tak berapa lama, begitu gue merasa jika orgasmenya telah tuntas, gue membalas ucapannya tadi sembari mengocok batang kemaluan sendiri. Karena belum gue tancapin kembali ke dalam liang vaginanya. “Ini bukan ucapan agar permainan ini berakhir kan bu?”

“Ahhh…. Pak Adam jangan lama-lama dong keluarnya, huuu, huu,huu.”

“Mau saya cepat keluar?”

“I, i, i, iya pak. Waktu kita gak banyak.”

“Oke. Bu Tita nungging ya.”

“Iya. Tapi janji keluar cepat ya.” Nafasnya terdengar putus-putus.

“Iya sayang..” Gue kecup bibir Tita, lalu setelah itu dia bangkit dari duduknya dengan lemas.

Tita membalikan tubuhnya dan kedua lututnya naik kesofa. kedua tangannya pun telah bersandar pada ujung sandaran sofa, lalu dia membungkukan sedikit tubuhnya.

Wawww..

Bokong bulat, putih, seksi nan montok, tersaji dihadapan gue. Lubang vaginanya yang mengembung akibat siksaan penis gue tadi, mengintip dan seperti mengundang gue untuk masuk kembali ke dalam sana.

“Ayyoo pak..” Rengek Tita yang menoleh kearah gue, dia memergoki gue yang sedang memandang bokong semoknya..

“Pak Adam…. ayo pak” gue melempar senyum sesaat, lalu melanjutkan memegang kedua bokongnya. Gue sempat meremasnya karena gemas.

Setelah itu gue buka belahan bokongnya, sampai memperlihatkan dua lubang miliknya yang berdekatan itu. Gue gak berminat untuk menerjang lubang bo’ol nya. Mana ada gregetnya bray. Mending ke lubang sesungguhnya saja lah. Lubang vaginanya yang kini, terlihat sedikit membuka lah yang menjadi sasaran penis gue kembali. Gue mengarahkan kepalanya ke sana.

Blessss.

Kepala penis gue masuk lebih mudah di lubang sempit ini, karena vagina Tita masih sangat basah sekali.

“PAK ADAAAMM.” Teriak Tita dan dia memajukan pinggulnya, tapi gue langsung menahan pinggulnya agak tidak bergerak.

“Pelan-pelan pak, Ahhhhh.”

“Oh, maaf bu, maaf.. saya terlalu bersemangat.” Dan penis gue sudah masuk setengah didalam vagina Tita.

Gue tekan pinggul gue lebih dalam lagi, sampai benar–benar mentok. Tanpa menunda lagi, gue langsung menggoyang pinggul dengan kecepatan sedang.

“AHHHHHHH.” Desah Tita yang semakin tak terkontrol dan dia menolehkan wajahnya ke arah kiri.

Gue yang juga mulai bekerja, mulai menggenjot liangnya dengan tempo yang mulai cepat, tanpa sadar, gue sedikit menyadari ada hal yang tak lazim. Entah apa itu.

Gue pun menolehkan kepala sedikit saja ke arah lain….

Degghhh.

Begitu sepasang mata ini tanpa sengaja mengarah ke pintu kamar mandi, jantung gue nyaris terhenti detakannya.

Karena….

Posisi pintu kamar mandi sedikit terbuka, bukan hanya itu saja, karena nyatanya, di sana, di cela-cela pintunya yang membuka, ada sepasang mata melihat ke arah gue.

Alhasil, tatapan mata kami bertemu dan gilanya, bukannya gue berhenti menggoyangkan pinggul, tapi justru semakin bersemangat menerjang lubang kenikmatan milik Tita.

Apa dia sudah sedari tadi membuka pintu?

Hohoho!

Ada ketegangan, tapi juga mendebarkan bro.

Hey bu Sari. Dirimu sedang melihat gue kan? Kenapa tidak keluar dan menegur perzinahan kami ini? Apakah dirimu menikmati pertunjukan yang menguras birahi ini? Apakah dirimu tergoda untuk mencobanya? Hoho! Tenang bu, tenang. Setelah ini giliran bu Sari yang akan menikmati kejantanan saya ini.

“Auuhhhh. Ahhhhh. Dalam banget ini pak, dalam banget.” Suara Tita semakin keras dan dia pasti tidak menyadari kalau sahabatnya itu telah mengintip kami.

Kenikmatan dari setiap hujaman gue didalam vaginanya, pasti membuat pikirannya hanya dipenuhi dengan persetubuhan kami berdua.

Dada gue merapat kepunggung Tita, lalu kedua tangan gue meremas buah dadanya yang besar itu.

“Lubang vagina ibu ternyata lebih dalam dan rasanya nikmat banget bu,” Bisik gue ditelinga Tita.

“Ahhh, terus pak, terus.. punya Pak Adam itu besar dan panjang.. hu, hu, hu.”

“Hu, hu, hu. Belum pernah punyaku dimasuki sedalam ini pak. aahhhhh, ahhhh.” Racau Tita dan gue yakin bu Sari pasti mendengarnya.

Gue semakin mempercepat goyangan gue, sambil sesekali melirik kearah kamar mandi. Ternyata, bukannya menghindar, bu Sari masih berdiri dibalik pintu yang bercelah itu.

“Aku mau keluar lagi pak, aku keluar lagi. Ahhhhhh, ahhhhh.”

“Uhhhhhh. saya juga mau keluar bu. saya keluarin dimana?” sambil bertanya, sambil terus menggenjotnya lebih cepat dan cepat.

“Ahhhh, ahhhh. Ahhhh. Dipunggung aja pak. Ahhhhh.”

“Enngakk.. Pilihannya hanya ada dua. Di dalam vagina atau didalam mulut. Uhhhhh.”

“DIMULUUTTTT, AHHHHHH. AKU KELUAR PAK.” Jerit Bu Tita, lalu tubuhnya mengejang ke arah depan, tapi gue menahan pinggulnya agar tidak bergerak kedepan.

Serrrrrr.

Tita orgasme dan gue menghentikan goyangan gue, dengan posisi penis gue tetap didalam vaginanya. Cairan kenikmatan Tita keluar diantara celah–celah vaginanya yang penuh sesak itu.

“Ahhhhhhh.” Desah Tita dan dinding vaginanya berkedut, mengeluarkan sisa–sisa cairan kenikmatannya.

Penis gue terasa banget diremas dengan kuat, hal itu membuat gelombang orgasme di dalam sana pun kian meningkat, seakan berlari menuju ke arah puncak.

“Saya juga mau keluar bu.” Gue langsung menggoyang lagi dan membuat Tita kelojotan.

“Ahhhh. Ahhhh. Ampun pak, ampunnnn.” Tita menggelangkan kepalanya ke kanan dan kekiri. Pegangannya diujung sofa semakin kuat, seiring genjotan yang gue lakuin, semakin kuat.

Tubuh Tita yang dipenuhi keringat itu terus menggeliat, menarima sodokan gue yang perkasa ini.

“Arrgghhhh, gilaaaa. Aku mau keluar lagi pak.” Racaumnya.

“Saya juga bu.” Sahut gue, sembari menguatkan dan memperdalam sodokan penis gue.

“CABUT PAK. DIMULUT TITA AJA.” Lagi–lagi Tita berteriak. Alhasil, secuil kesadaran pun mencoba mengingatkan gue untuk sesegera mungkin mencabut penis gue dari vagina Tita.

Dan gue pun ngelakuin hal itu.

Ploppp.

Tita langsung membalikan tubuhnya, lalu kedua kakinya masuk diantara kedua kaki gue, setelah itu dia mengangkangnya dan memainkan jari kanannya di vaginanya. Posisi wajahnya sejajar di bawah penis gue dan guepun langsung mendekatkan ujungnya, sembari mengocoknya.

“Keluarkan Pak.. AAAAA.” wajahnya terlihat memerah. Posisi mulutnya pun spontan membuka. Lidahnya bahkan sampai keluar, seakan ingin menyambut cairan larva putih gue.

HAPPP.

Kepala penis gue yang basah kuyup ini dilahapnya dengan kedua mata yang terpejam.

“Ahhhhhhhh.” Gue sampai mendesah. Tangan kanan gue mengocok bagian tengah penis gue.

Siap-siap Tita sayang. Terimalah serangan sperma dari gue ini.

Ohhhhh anjeeeeenggg enak banget, sumpah!

Akhirnya….. Gue berhasil menumpahkan cairan sperma gue dimulut Tita, yang rupanya, nyaris bersamaan dengan Tita yang juga mengalami orgasme untuk kesekian kalinya.

“Ahhhhh.” Gue menyempatkan untuk menatap ke arah pintu kamar mandi. Rupanya, bu Sari yang tadi mengintip kami, langsung menghilang dibalik pintu dan ditutupnya pintu itu dengan rapat.

Setelah terperas semua cairan sperma gue di dalam mulut Tita.

Gue akhirnya mencabutnya.

Ploppp.

“Ha, ha, ha, ha.” Tita menengadahkan kepalanya ke arah gue sembari membuka mulutnya. Dia seperti menunjukan kalau dia sudah menelan semua pejuh gue nyaris seluruhnya.

Gue langsung mengecup bibirnya. Gak ada rasa jijik di sana, yang ada, perasaan yang begitu puas telah berhasil menaklukkannya.

Setelah itu, Tita beranjak dari bawah kangkangan gue, merebahkan dirinya disofa.

Gue pun menindih Tita, tapi gue bertumpu pada kedua siku gue.

“Hu, hu, hu, hu. Terimakasih ya bu.” Gue mengatakan itu dan jarak wajah kami sangat dekat sekali.

“Sama–sama Pak. Ini persetubuhan yang paling gila bagiku, sampai aku berkali–kali orgasme. Hu, hu,hu.” Jawab Tita dengan mata yang sayu.

“Sekarang lebih baik Pak Adam keluar aja ya.. kelihatannya bu Sari sudah selesai dengan mandinya.” Ia melanjutkan, sembari masih berusaha mengatur nafasnya.

“Iya bu.” gue menyempatkan mengecup bibirnya lagi, setelah itu gue bangun dari sofa.

Gue pakai celana lagi dengan cepat, setelah itu Tita mengulurkan kedua tangannya kearah gue.

Gue pun menyambut uluran tangannya, lalu gue bantu Tita untuk duduk.

Dengan tubuh yang gontai, Tita merapikan pakaiannnya dan terlihat dia masih belum menguasai dirinya secara penuh, masih ada sisa kenikmatan yang terpancarkan dibola matanya yang sayu itu.

Arrgghhh.. seandainya dihotel ini hanya ada kami berdua, gue akan menemaninya tidur, dan kami pasti akan berpelukan sepanjang malam.

Tita sepertinya paham dengan situasi ini. selain ada bu Sari dikamar mandi, dia juga tau kalau ada Dinda yang menunggu gue dikamar.

“Saya ke kamar ya bu.” Pamit gue.

Tita hanya mengangguk pelan, di iringi senyum yang sangat bahagia sekali.

Terus….

Masalah bu Sari, bagaimana ya?

Ah sue. Baru sekarang gue menyadari jika kejadian gue ma Tita, bakal panjang nih. Entahlah, apa yang bakal terjadi nanti, gue lagi gak semangat memikirkannya.

BERSAMBUNG CHAPTER 26​

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *