Skip to content

DRAMA Sahabat-Sahabat Istri di Majelis (Collab with Kisanak87 – NO SARA!)

CHAPTER 26​

Ah legaaaaa…. banget bro. Ya pasti kalian juga pengen kan seperti yang baru saja gue alamin? Hoho. Tapi maaf kawan, semua itu tak muda jika kalian ingin mengeksekusinya di kehidupan nyata. Wataw! Hahahaha. Oke bercanda.

Tapi… apa yang menemani langkah gue menuju ke kamar, bukan karena gue telah berhasil menyetubuhi si Tita. Bahkan berhasil nyemburin sperma si otong dimulut Tita yang seksi. Bukan kawan. Meski memang kelegaan teramat sangat mendera, Cuma jauh lebih besar yang kini mulai menguasai pikiran ini. Bu Sari? Yah… wanita itulah menjadi sumber gangguan psikis gue sekarang ini.

Namun sejujurnya sih, gue juga mulai penasaran bagaimana kira-kira yang di pikirkan bu Sari ya, saat menyaksikan live show dari jarak tak lebih dari 3 meter ia berdiri tadi? Bahkan gue yakin, amat sangat yakin dia tadi pengen join cuma mungkin masih sungkan atau malah masih malu. Hahaha! Atau jangan-jangan…..

Oh shit! Gue gak mikirin yang kedua. Jangan-jangan nanti justru bu Sari bakal ngelaporin ke Dinda kejadian tadi? Wah. Ini gak boleh di biarin. Berarti agar bu Sari gak laporin, mulutnya harus di sumpal. Bukan pake tangan maupun kain, tapi gue harus numpahin sperma juga ke tubuhnya. Kalo perlu ke mulutnya biar dia benar-benar gak menyanyi, gak ngelaporin ke Dinda kalo suaminya ini baru saja berselingkuh dengan sahabatnya.

Ya.. Dia harus merasakan apa yang dirasakan oleh Tita. Gue ingin bu Sari kelojotan, merem-melek, merintih kenikmatan, mendesah dengan suara yang keras, keringatan, sampai merasakan keluarnya air kenikmatan yang bertubi-tubi.

Dia harus merasakan keperkasaan gue dan dia harus menjadi salah satu wanita yang beruntung itu. Bukan hanya dia, tapi Mia dan tentu saja Umi Rahmi. Hahaha.

Uhkkk! Mengingat wanita bersahaja itu tapi menyimpan berjuta keindahan di balik gamis lebarnya itu, bikin gue mendesah gelisah gulana merana, kawan.

Tapi…

Sebelum menuju kesana, gue harus ke sini dulu kan? Kesini maksudnya, kalo gue gak beresin dulu masalah bu Sari yang mengetahui kegiatan gue ma Tita tadi, mungkin untuk menuju ke akhwat utama itu, akan semakin sulit gue lakukan. Lantas dengan cara apa gue nyelesaiinnya? Apalagi bu Sari sama sekali tak menunjukkan sikap ‘kegatelan’ seperti Tita bahkan si Mia. Tapi, ada sebuah pepatah mengatakan, justru yang diam, yang tertutup itu menyimpan ribuan misteri di dalamnya. Dan itulah yang nantinya, bakal gue galih lebih dalam lagi. Caranya? Entahlah, pasti akan ada jalan menuju ke titik tersebut.

Jadi mari kita menciptakan sebuah rencana…. hahay!

Well! Untuk sekarang, gue memang harus melupakan sejenak bu Sari, Mia atau Umi Rahmi. Karena otak gue lagi pengen mikirin sisa-sisa kejadian bersama Tita, yang alhasil, menimbulkan senyum penuh kepuasan di wajah gue ini, disetiap langkah menuju kamar 44. Jepitan vagina Tita yang dalam dan sempit itu, masih sangat terasa dan membuat komeng terus berdenyut kenikmatan di bawah sana. Kalau dia bisa berteriak, dia akan bersuara, uhuii..

Apa yang gue impikan akhirnya terwujud. Kini tinggal menjalani dan menjaganya agar jangan sampai bini gue tahu, bisa-bisa terjadi perang nanti. Tak pernah gue menyangka sama sekali bro, gara-gara ikut acara MKTI kali ini, yang juga selama ini Dinda gak pernah berhasil ngajakin gue, eh tau-taunya begitu hadir untuk kali pertama, gue jadi bisa merasakan kehangatan tubuh sang istri pelaut, yang sudah menggoda banget sejak di hari pertama kami berangkat bersama. Pasti yang ngikutin cerita gue ini paham lah, bagaimana godaan demi godaan ia lakuin, yang mungkin saja, awalnya hanya sekedar candaan semata, namun siapa yang mengira, malah akan berakhir dengan peraduan dua alat kelamin kami, bukan?

Makanya, pesan gue buat para kaum hawa di luar sana, bercandalah pada tempatnya, jangan sekali-kali bercanda yang berlebih kalo tak ingin, kejadian yang di luar nurul akan kalian dapatkan.

Akhirnya….

Gue tiba. Sudah berdiri dipintu kamar 44. Sebelum gue mengetuk pintunya, gue mencoba untuk menenangkan perasaan ini terlebih dahulu. Menarik hembuskan nafas gue beberapa kali, meski sedikit keberhasilan buat menenangkannya di dalam sana, tapi, gue merasa percaya diri banget kalo gue sudah terlihat tenang, tak terlihat kalo habis melakukan aktivitas seksual bersama wanita lain.

Makanya…. gue segera mengetuk pintu kamar.

Tok… Tok… Tok!

Dinda membuka pintu kamar, ia tampaknya tidak curiga terhadap gue. Karena emang dia juga tahu tabiat gue kalo udah udud. Pasti gak sebatang aja gue habisin, apalagi kalo gue udah sibuk liatin handphone. Wah butuh dua sampai tiga batang baru gue bisa beranjak. Makanya dia gak nanya apa-apa.

Nah tambahan pesan lagi nih buat kalian para jombloers yang lagi pengen nyari bini. Carilah bini yang gak ‘Kepo’ sama sekali. Hahay!

“Bagaimana sayang, puas gak?” Wanjir! Nyaris saja jantung gue terhenti pas dengerin Dinda nanya kayak gitu. Pertanyaan dari Dinda itu terlontar tanpa aba-aba sedikit pun, di saat bokong gue baru saja mendarat dikursi sofa yang empuk.

Apakah gue langsung menunjukkan sikap yang mencurigakan? Hoho… tentu tidak kawan. Malah gue senyum saja, sambil – ‘Puas banget yang.. Tita sampai keluar berkali–kali dan dia sampai kewalahan melawan kejantanan suamimu yang perkasa ini.. bahkan, bu Sari tadi juga melihat dan dia gek berkedip sama sekali… Tau gak bun, mereka mengagumi Ayah dan kelihatannya setelah ini, mungkin sahabat bunda yang lain juga akan menjadi korban keperkasaan Ayah.’

Apakah itu jawaban yang gue keluarkan dari mulut? Ya jelas gak mungkinlah.

Mau komeng dicabut Dinda sampai ke akar-akarnya, seperti mencabut singkong? Wadawwww, Gue gak bisa bayangkan, kalau sampai itu terjadi. Hancur lebur dah masa depan gue kalo kek gitu, coeg!

“Puas apanya Bun?” ya, gue Cuma bertanya balik, sembari menyandarkan punggung disandaran sofa.

Dinda masih berkimono ria sehabis mandi, dan gue yakin dalam sana tak memakai apa-apa, gue pun mulai mencari cara agar bini gue gak minta jatah ke gue.

Karena dari gayanya berdiri dan menatap ke gue, dia seperti ingin menerkam dan menumpahkan isi buah zakar gue, yang sebenarnya sudah dihabisi oleh Tita.

“Ya kegiatan selama tiga hari disini.. Ayah puaskan? Gak kecewakan?” Dinda bertanya dengan wajah yang berbinar. Ahh syukurlah. Kirain beneran dia bakal nanyain kepuasaan gue pas ngewein sahabatnya.

Gak mungkin Ayah kecewalah bun. Selain mendapatkan kepuasan dari Tita dan persetubuhan kami yang di intip bu Sari, suamimu ini juga telah melihat tubuh polos Umi Rahmi yang putih dan montok.

Ayah sampai coli waktu melihat Umi Rahmi telanjang bulat dan kalau saja dia tidak mendekat kearah Ayah, mungkin Ayah bisa saja croott didepan pintu kamar Umi Rahmi.

Tapi tenang aja bun, setelah ini Ayah pasti akan crot di vagina Umi Rahmi, bu Sari dan tentu saja si imut Mia. Hahhahah..

Ahhhh, shiittt.

Kenapa pikiran gue mesum mulu sih?

Apa karena cairan Tita yang masih membasahi kemaluan gue, jadi pikiran gue mesum mulu?

Ohhh, Tidak-tidak.. jangan sampai Dinda langsung menyergap pinggul gue, terus menurunkan celana gue. Bisa-bisa mulut Dinda akan mengeluarkan lahar panas, melebihi panasnya lava yang keluar dari gunung berapi yang meletus.

Gue harus mengalihkan pikirannya, setelah itu gue harus segera kekamar mandi.

“Ayah puas bun. Kalau bunda bagaimana?” Tanya gue memancing istri gue untuk bercerita, karena dia pasti akan antusias dan melupakan sejenak nafsu yang sangat terlihat dimatanya yang berapi-api.

“Puas banget yah.. Apalagi Ayah sudah ngijinin bunda nginap di tenda.. Itu sangat buat bunda bahagia.” Dinda bercerita dengan sangat senang dan gue juga tidak kalah senang mendengarnya.

“Dan sebagai gantinya..” Dan setelah itu…..

Anjir…. ini gak boleh di biarin. Karena tiba-tiba setelah mengatakan hal itu, Dinda langsung deketin gue sambil membuka kimono mandinya secara perlahan. Ini kalo isi kantung zakar gue belum di peras ama sahabatnya, gue pasti langsung seruduk. Tapi ini…. ah sial. Gimana caranya buat berdiriin si komeng lagi ya?

“Bunda mau kasih yang sangat spesial buat Ayah.” Dinda berdiri tepat dihadapan gue, dengan kimono yang sudah terbuka dibagian depannya. Buah dadanya terlihat menantang untuk diremas dan vaginanya seperti mengundang untuk dijamah. Tapi…. keinginan untuk melakukan itu semua nyatanya tak muncul, bro.

“Ayah dari kemarin kepengen kan?” Oh shit! Mana Dinda langsung meremas buah dadanya sendiri dengan sangat lembut, belom lagi bola matanya sangat nakal menatap gue yang masih berusaha untuk bersikap biasa.

“Uhhhh, anu yang.” Sebenarnya gue sangat bernafsu, tapi penis brekele di bawah sana, kan, masih butuh isitrahat sejenak.

Meski gue paksa kek gimana, si komeng tetap tidak bisa bangun untuk memenuhi nafsu yang ada dikepala dan sungguh, itu sangat menyiksa sekali.

“Anu kenapa sayang?” Dinda yang masih meremas buah dada kanannya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya mulai turun kebawah pusarnya dan jari tengahnya menerobos masuk ke belahan vaginanya.

Gilaaaaa..

Keliatan banget kalo bini gue sudah sange banget, tapi suaminya malah gak bisa mengimbangi untuk saat ini.

Entah apa yang ada didalam pikiran gue saat ini, sampai gue tidak bisa membangunkan komeng yang masih tertidur dengan nyenyak. Apakah karena masih ada cairan Tita yang membasahi penis gue? Ya.. mungkin itu yang mempengaruhi pikiran gue, karena ketika Dinda memaksa membuka celana gue, cairan Tita itu pasti sudah lengket dan aromanya pasti tercium oleh Dinda.

Maka setelah itu…

Gue jamin berjuta-juta persen, Duaarrrrr! perang dunia ketiga bakal terpecah, dan gue pasti akan kalah dengan telak, dengan kemurkaan istri tercinta gue ini.

Tidak, ini gak bisa dibiarkan. Gue harus menemukan cara, agar Dinda tidak bersimpuh dihadapan gue dan memaksa membuka celana gue.

Belom juga gue beraksi sedikitpun, tiba-tiba saja..

Eng ing eng!

Wanjir…..

Apa yang gue takutkan pun akhirnya terjadi. Dinda bersimpuh dihadapan, kedua tangannya langsung menggapai kancing celana gue.

“Ayah kebelet bun….” Begitu Dinda membuka celana gue, lekas-lekas gue ngacir ke kamar mandi.
“Ayahhhh.” Teriak Dinda yang tak gue hiraukan.
Gue langsung membuka membuka semua pakaian gue dengan cepat, setelah itu gue berdiri dibawah shower dan menyalakannya.

Air mengucur deras dari atas kepala dan membasahi seluruh tubuh gue.
Ahhhh anjiiir nyaris saja.

“Ihhhh.. Ayah kenapa ninggalin bunda sih? Gak mau mandi bareng ama bunda?” Dinda yang menyusul gue, langsung merengek dengan manjanya.

“Bunda kan sudah mandi sayang.” Gue meremas kemaluan gue, agar batang gue benar–benar bersih dari cairan kenikmatan Tita yang masih lengket.

“Emang gak boleh kalau bunda mandi lagi?” Dinda mendekat kearah gue.

“Bolehlah bun.” Gue menjawab, tapi tatapan mata Dinda mengarah ke batang penis gue yang tertidur dan tangan gue yang membersihkannya dengan gerakan mengocok.

“Tumben ini tidur aja,” serunya yang sudah ikut basah-basahan sembari menepis tangan gue dan menggantikannya dengan tangan kiri yang langsung bertindak buat mengocok penis gue.

“Capek mungkin, Bun.” gue tersenyum. Gue balas dengan membelai bulatan payudaranya ringan. Dia menggelinjang dan meminta gue untuk menjilati liang vaginanya juga.

“Nggak apa-apa kan kalo cuma Bunda yang enak?” dia bertanya sambil mulai mengangkangkan kaki.
“Anggap aja Bunda punya hutang sama Ayah,” gue berseloroh, dan sedetik kemudian sudah gue buat ia merem-melek keenakan sambil menjerit-jerit keras.

Gue jongkok dihadapan Dinda dan Lidah gue langsung menyapu bersih kemaluannya.
“Ayyaahhh.” Desah Dinda sembari menjambak rambut gue.
“Sruupppp.” Walaupun batang penis gue lagi butuh istirahat, gue gak ingin bini gue ini tergantung oleh nafsunya dan gue harus memberinya kepuasan, lewat lidah serta jemari gue.

Sluuppp, sluupp, sluuppp, sluupp.!
“Hemmmmm.” Desahan Dinda yang panjang.
“AHHHHHH.” Desahannya agak keras dan gue merasa ada rembesan cairan bening keluar dari dalam kemaluannya

Guepun langsung mengarahkan jari tengah kanan ketengah kemaluan Dinda, dengan posisi telapak tangan menghadap keatas, lalu mendorong agak dalam jari tengah gue.

“AYAHHHH.” Mata Dinda melotot dengan diiringi jepitan vaginanya dijari tengah gue.
Gue tekan lebih dalam lagi, sampai jari ini masuk seutuhnya.
“Ah, ah, ah.” Suara desahan Dinda mulai terdengar kacau, apa lagi gue memainkan jari tengah gue didalam sana. Gue gerakin jari keatas dan kebawah, didalam lubang sempit ini dan itu membuat Dinda memajukan pinggulnya.

“Ahhhhhh, ahhhhh, ahhhhh.” Desahan Dinda yang membuat gue semakin bersemangat.

Gue lalu menarik setengah jari ini keluar, setelah itu gue menekannya kedalam, lalu menariknya keluar dan gue menekannya kedalam lagi.

Clok, clokk, clok, clok.! Mungkin seperti itulah bunyi jari tengah gue yang keluar masuk dikemaluan Dinda.

“AHHHHH, AHHHH, AHHHH.” Desah Dinda yang semakin keras.
“UHHHHHHHH.” Suara Dinda yang terdengar sangat merdu sekali.
“AHHHHH, ini nikmat banget Ayah, ini nikmat banget. AHHHH.” Racau Dinda dan dia sudah terlihat mulai liar, karena dikuasai oleh nafsunya.

Begitu seterusnya….
Gue masih mengobok-ngobok liang kemaluan Dinda tanpa henti, hingga….

“Oh Ayahhh, Bunda mau pipis. AHHHHH.” Ia mengerang pelan, kedutan didalam kemaluannya pun semakin terasa. Dinda kelihatannya segera mencapai puncak kenikmatan dan gue langsung menekuk jari tengah gue, seperti gerakan yang menggaruk didalam sana.

Dan gue pun pada akhirnya berhasil.
“AAHHHHHHHHH.” Dinda mendesah dan mengerang panjang di saat mulai tiba pada titik puncak orgasmenya.

Seerrrrrrrrrr.
Jenak berikutnya, tiba-tiba cairan kenikmatan Dinda menyusul keluar dengan deras, sederas air shower yang membasahi kami berdua.


Intinya malam ini, kami tentu saja sama-sama lemas. Kalo sperma gue tadi tumpah di mulut Tita, kini cairan bini gue meluber dijemari gue. Kami sama-sama puas. Dan malamnya, kami tertidur pulas sampai pagi.

…………………….

……………….

PENASARAN SAMA SARI? BAHKAN UMI RAHMI?

Di om gugel judulnya sama ya, btw. Hohoho…..

BERSAMBUNG CHAPTER 27

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *