CHAPTER 31
Dan yah, di sinilah gue berada.
Anjirrrrr……
Hahahahaha, kena sial apa gue semalam. Kenapa gue malah ngumpet di dalam lemari. Jianpuuuutttt…. put. Put, coeg!
Mana panas pula di sini. Tapi demi nyelamatin wanita itu. Gue rela deh ngelakuin ini semua, apalagi sampai dia ngasih bonus karena gue udah bantuin dia. Wahh, gak bakal gue tolak. Berani di sumpah dengan cara apa aja, gue jabanin, Kok.!
Bukan mau gue juga sih sebetulnya ngumpet di lemari, ini atas titahnya tadi saat dia nganter gue ke kamar pribadinya.
Andai saja, masuknya kami berdua di kamar bukan karena alasan suaminya datang, pasti suasananya akan berbeda. Peluh yang tercipta dan mulai menyelimuti seluruh tubuh ini, bukan peluh karena kepanasan ngumpet di lemari yang sumpek, melainkan, ngumpetin si otong di dalem liang kemaluan si bu Sari ini. Hahay!
“Assalamu’alaikum… Ummi, Abi pulang.” gue denger suara suami bu Sari dari luar, apalagi letak kamarnya ‘kan, persis berada di samping ruang tamu.
“Wa’alaikumsalam, Bi” balas bu Sari menyambut kedatangan suaminya di depan.
“Kok Abi nggak bilang-bilang sih kalau mau pulang sekarang, bukannya abi bilang nanti malem baru kelar acaranya?” kata Bu sari.
“Abi males lama-lama disana…. lagian abi tiba-tiba kangen ama umi.” Hadeh, mulut buaya. Hahahaha! Ups!
Baru juga pengen nafas, karena udah engap-engapan di dalam sini, tiba-tiba….
Kriekkkk!!!
ANJEEEEEENGGGG!!!! Itu suara pintu kamar yang membuka.
Gue sampe nahan nafas di dalam lemari, apalagi pas pintu kebuka, dua sosok – pasutri itu ikutan masuk ke dalam kamar.
Mampus kalo kek gini. Katanya tadi, kebiasaan suaminya kalo dari luar langsung ke kamar mandi. Ini malah nyatanya langsung masuk ke kamar. Hadeh! Makin lama nih gue tersiksa dalam sini.
Gue sempat melihat gelagat bu Sari yang tampak seperti kesemutan. Gue sadar kalo dia bener-bener khawatir sekarang ini.
“Abi gak mandi dulu?” bu Sari mencoba untuk membujuk suaminya, mengingatkan atas kebiasaan dia selama ini.
“Abi udah mandi tadi di pesantren,” balasnya, melonggarkan jaket yang ia kenakan.
“Ih tapi kan tetep abi harus mandi kalo dari luar” bu Sari masih berusaha untuk mengalihkan suaminya, berusaha mengajak suaminya ke kamar mandi di luar, karena emang dalam kamar pribadinya, gak ada kamar mandi.
“Kok wajah umi kayak gitu? Seakan-akan kurang seneng abi pulang sekarang” protes suaminya itu.
Woiii….. kalean jangan kelamaan ngobrol. Dikit lagi gue hilang napas, hoi!
Sumpah!
Nyesel dah gue milih ngumpet di sini. Tapi, kalo gak disini, mau dimana? Apalagi kejadian di saat gue masuk kamar, lalu menerima titah dari bu Sari untuk masuk ke lemari, kemudian masuknya sang suami sembari mengucapkan salam tadi, hanya berselang tak sampai semenit.
Yah! Kejadiannya amat super cepat! Makanya, otak ini gak mampu untuk menciptakan rencana terbaik, dan malah ngumpet di dalam lemari-lah, yang menjadi pilihan sialan saat ini.
“Gak…. gitu sih bi.” Sambil membalas, bu Sari sekalian membantu sang suami untuk melepas sepatunya.
“Dimana anak-anak?” tanya suaminya lagi.
“Oo… si teteh lagi maen di rumah bu Lusi…. sedangkan adek lagi tidur tuh di kamar sebelah.” Yap! Sesuai juga yang gue tahu tentangnya, dari cerita Dinda atau dari siapa gitu. Intinya, sedari tadi, wanita ini gak nyeritain apa-apa tentangnya. Sudahlah, abaikan saja. Mungkin gue yang lupa, gue denger dari siapa. Cuma, kalo mau yakin mah, pasti dari Dinda sih – kalo bu Sari ini. sudah memiliki 2 anak. Putra dan putri. Itu artinya, suaminya jauh lebih ‘Ok’ donk dari gue? Karena gue sendiri malah belom punya anak bareng Dinda, kan?
Suami istri itu tampak mesra, sementara gue yang ngumpet di lemari bergidik karena ngeri. Tegang luar biasa!
Dan tiba-tiba saja, ketegangan semakin luar biasa, di saat secara tiba-tiba juga pak tua itu, suami bu Sari memberikan serangan kecil, yang langsung gue tebak, sesama pria kalo ngelakuin itu ke bini tentu tujuannya Cuma satu….. Ngeweeeeeee!
Wanjir. Ini seriusan?
Seriusan gue bakal di sajikan adegan live show buat pembalasan atas apa yang gue lakuin sebelumnya?
ARGGGGHHHH.
Gila, gue harus merasakan apa yang sudah bu Sari rasakan ketika mengintip adegan gue dengan Tita?
Dan rasanya itu….
BANGKEEEE BANGET! Sumpah…..
Gue harus menahan nafsu yang menggelora diruangan yang sempit, gelap dan kurang udara ini. Hanya pintu lemari yang terbuka sedikit, celah buat gue mengintip, sekaligus tempat cahaya dan udara keluar masuk.
“Mii, Abi dah gak tahan.” Suara Pak tua yang membuat gatal telinga gue secara tiba-tiba. Pengen gue gibeng nih orang. Gak tahu apa, betapa tersiksanya gue di sini.
“Nanti malam aja ya Bi.” Bu Sari terlihat ragu. Yah jelas ragu lah, kan dia sadar kalo ada satu makhluk tak kasat mata sedang tak sabar ingin menjelajahi tubuh telanjangnya itu.
Pastinya, atas dasar itu, dia akan sangat malu. Dan malah kini, wajahnya terlihat bingung. Bingung untuk mencari alasan buat menolak, karena kan, keberadaan gue, tentu saja tanpa sepengetahuan suaminya.
“Abi maunya sekarang.”
Wadaaaawwww!
Anjir…. dasar pak tua mesum.
See? Dia malah langsung mencium bu Sari sembari merebahkan tubuh istrinya itu di atas ranjang.
Apa daya, karena ia tak menemukan alasan tepat buat menolak, alhasil, memasrahkan diri atas tindakan suami, yang kini ia lakukan. Dan, di dalam lemari ini, gue makin blingsatan sodara-sodara. Mana sekarang, posisi Bu Sari sangat menggugah, posisi yang telah terlentang di ranjang, sedangkan Pak tua itu mulai menindihnya dengan bibir mereka yang saling melumat.
Anjirrrrr……
Gue tegang. Tegang-setegang-tegangnya.
Apalagi setelah itu, tangan pak tua itu meremas buah dada bu Sari dari luar pakaiannya. Pengen banget gue singkirin tangan si pak tua itu, lalu gue gantiin buat ngeremas payudara bininya itu. Fakk… fak! Sumpah, gak enak banget posisi gue sekarang. Hahaha!
Jenak berikutnya…..
Pak tua langsung bangkit dan dia membuka seluruh pakaiannya sampai telanjang bulat.
Wait…..
Sekali lagi wait………….
Kenapa mata gue membelalak, mulut gue langsung mengaga sekarang ya?
Pengen ketawa, untung tangan gue membungkam dengan cepat bacot gue.
Lo orang tau gak, penyebab gue tiba-tiba kek gini?
WOI…..!!!!! Itu bukan kontol hoi….. itu, cabe rawit. HAHAHAHAHA! Bangkeee…. bangkeeeee!
Sumpah! Anjir, pengen ngakak guling-guling, sambil jungkat-jungkit sekarang ini, karena baru saja di sajikan sebuah kemaluan yang berukuran sangat mungil.
Hahahahahaha….
Sekali lagi, ketawa dulu ah. Hahahahaha!
Seriusan. Itu…. itu kecil sih.
Ya! Ukuran penis pak tua itu sangat minimalis. Hahahaha.
Meski, sebenarnya sih, gue juga rada malas membahasnya, tapi sumpah. Hahaha, ukurannya itu sulit buat gak gue ketawain sih.
Biar udah tegak berdiri, tapi tetap saja, mungil dan cupu, coeg!
Upssss!
…
…
…
Eng! Ing! Eng!
HAHAHAHAHAHAHAH! Anjir, gue gak berenti pengen ngakak. Untung saja, tangan gue berusaha keras buat ngebungkam mulut sialan gue ini.
Sumpah.
Meng, oiiii babang komeng. Ada anak kecil yang ngejekin elu tuh meng.. Hahaha..
Udah lah. Cuekin kemaluan mungilnya pak tua itu.
Karena kini, fokus gue mulai teralihkan di saat, kedua kaki bu Sari ditekuk ke atas. Gue lantas nahan nafas, apalagi di saat dasternya terangkat. Uhkkkkk, secara spontan gue membelalak, apalagi kini, gue di sajikan oleh sepasang paha mulusnya serta celana dalam yang berwarna putih.
Bu Sari yang masih sadar kalo mereka gak berdua di kamar ini, ada gue yang lagi blingsatan nahan birahi yang membakar saat ini, tampak terlihat semakin bingung. Berusaha masih mencoba menahan tangan suaminya, ketika akan melepaskan celana dalamnya.
“Umi kenapa sih? Kok kayak takut begitu?” suaminya protes. Malah semakin bikin gue menang telak sekarang. Hayooolah, sayangku Sari. Lepaskanlah, tunjukkan pada gue bagaimana kemaluanmu itu yang memukau. Uhhhh! Andai gue punya kemampuan saat ini, keluar dari lemari dan langsung buka celana buat nunjukin, betapa lebih gagah perkasannya si komeng daripada si brekele mungil itu.
“Gak apa-apa bi.” Bu Sari akhirnya pasrah. Yap! Dia benar-benar berada dalam situasi, maju kena, mundur pun kena telak. Alhasil, kini secara perlahan dan penuh keragu-raguan, bahkan, dia tanpa sadar langsung menatap ke arah lemari tempat gue masih ngumpet – sembari mulai melepaskan pegangan tangannya dicelana dalamnya.
Gue nahan nafas coeg!
Ini…. bener-bener momen yang gak pernah gue duga sedari awal datang ke sini. Terima kasih wahai semesta, karena sekali lagi, memberikan gue kemudahan buat melihat bagaimana tubuh memukau wanita lain selain Dinda.
Alhasil, karena telah melepaskan tangannya itu, pak tua dengan mudah melepaskan celana dalam si manis.
And thennnnn!
Tadaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!
Waww…….!
Amazing, bro!
Vagina bu Sari terlihat sangat bersih, di kelilingi rerumputan yang amat sangat tipis, sepertinya bu Sari rutin menunaikan sunnah rosul dengan mencukur bulu kemaluan.
Semakin membuat jakun gue naik turun tak menentu begitu menyaksikan bagaimana kemaluan bu Sari yang memukau itu.
Ahhhhhh! Terima kasih wahai Dinda istriku, terima kasih, karena telah bersahabat dengan mereka – para akhwat bergamis dan berhijab lebar.
Jenak berikutnya….
Pak Tua naik ke atas ranjang lagi, lalu menaikan daster istrinya sampai ke atas dada, sehingga buah dada bu Sari yang tertutup bra berwarna putih, langsung tersaji dengan teramat begitu menggugah selera kelelakian gue.
Setelahnya…. karena gue yakin, jika pria itu gak mampu menahan. Alhasil, ia mulai bersimpuh diantara kedua kaki bu Sari yang mengangkang, lalu sambil memegang si mungil brekelenya itu, ia mulai menggesekan dibelahan vagina bu Sari.
“Ahhhhh. Punya Umi ini yang selalu buat abi kangen.” Pak Tua itu menggesek vagina bu Sari. Sedangkan bu Sari hanya diam, sambil sesekali masih saja melirik ke arah lemari.
Lalu….
Loh he?
“Ahhhhh.” Pak tua itu langsung membungkukkan tubuhnya, serta meremas buah dada bu Sari dari luar behanya, setelah itu dia mulai menggoyang pinggulnya.
What the????
Apa-apan ini? Jadi mereka langsung ke menu utama, tanpa ada pemanasan dulu?
Tidak adanya acara mengeksplore tubuh montok bu Sari dulu gitu?
Misalkan membuka behanya, meremasnya dengan lembut dan mengemut putingnya. Atau menjilati perut bu Sari yang gak terlalu rata tapi masih bagus dan mempesona itu – di usia bu Sari yang sepertinya mendekati usia kepala empat itu.
Atau mungkin, acara menjilati kemaluan si manis dan memainkan satu atau dua jari didalamnya.. gak adakah ritual-ritual itu? Terus apa nikmatnya bersetubuh, kalau hanya mengangkang, gesek, celup dan muncrat?
Waahhh, gak bener ini..
Pak tua pemilik si mungil menyalahi aturan tak tertulis dalam aktivitas persetubuhan kalo kek gini. Memalukan kaum pria aja lo tong… tong!
“Ahhhh, ahhhh, ahhhh. punya Umi sempit banget.” Racau Pak tua itu dengan semangatnya, dan pinggulnya semakin bergoyang dengan cepat.
Loh he?
Apa sudah beneran masuk tuh konti di liang sebenarnya?
Atau jangan-jangan?
Karena ya, dari sini, gue juga gak gitu bisa mastiin beneran masuk atau tidak, selain ukuran si konti yang mungil, perut pak tua itu juga cukup buncit, alhasil, mampu menutupi segala aktivitas kelamin di sana.
Hadehhhh!
Kenapa sih, gak sekalian di telanjangin aja tuh bini.
Kampreeetooo emang nih orang.
“Ahhh, Iya bi.. lebih cepat.” Bu Sari ikut mendesah dan kelihatannya dia sudah mulai terangsang.
Kringg, kringg, kringg.
Terdengar bunyi hp dari celana pak tua yang ada dilantai kamar..
Pak tua tidak menghiraukannya dan dia terus memaju mundurkan pinggulnya.
Lalu,
Setelah itu,
Dan.
Kringg, kringg, kringg.
“Abi mau keluar Mi. Ahhhhh.”
HAAAAAA?
Secepat itukah?
Woiiiii….. pak tua. Jangan sudahi dulu acara liveshownya hoi. Belom juga mamenit lo udah mau hentikan sih. Malah, kalo gue itung-itung, mungkin Cuma gak sampai 3 menit deh dari proses lo mulai memasuki liang kemaluan bini lo.
Hadeh!
Kecewa penonton bro. udah bayar mahal-mahal, maksudnya mahal, dengan rela dan ikhlas harus engap-engapan di dalam lemari, sembari menahan kengacengan yang begitu nyiksa banget di balik celana, eh, lo malah mau maen udahan gitu aja.
“Sebentar dulu bi, umi juga mau sampai.” Sahut bu Sari. Ahhh, itu reaksi seorang wanita yang masih belum mendapatkan apa-apa. Bahkan kalo gue bisa tebak, masih jauh dari pintu orgasmenya.
Namun….
Apa mau di kata. Pak suaminya langsung kejang-kejang, dan gue yakin, itu menandakan jika pak tua sudah tiba pada titik orgasmenya.
Dan benar saja…..
“AHHHHHHHH.” Desah Pak Tua sambil menekan pinggulnya kedalam dengan kuat. Yaelah, cepet bener lo ngecrootnya tong!
Bikin gue kecewa.
“Abiiiii.” Jerit bu Sari pelan.
“Hu, hu, hu,hu. Umi keluar juga kan?” Tanya suaminya, disela nafas yang memburu.
“Iya bi.” Jawab bu Sari.
Apakah dia beneran keluar?
Yaelah. Dari tempat gue ngumpet aja, pas liat ekspresinya dan gelagatnya itu, pastilah, bu Sari berbohong.
Sudahlah, gak perlu gue jelasin bagaimana tanda-tanda gelagat dan geliat, serta kejangan para wanita di saat ingin mencapai klimaksnya, ya. Karena gak penting juga.
Intinya. Gue kecewa, karena liveshow harus terhenti mendadak sekarang.
Mana….
Woi! Telfon sialan, berhenti dulu berdering. Hadeh!
Ya! Tuh telfon sialan pak tua, masih aja berdering gak jelas.
Kringg, kringg, kringg..
“Sebentar ya mi.. telpon abi bunyi terus.” Pak tua itu langsung mencabut penis mungilnya dari kemaluan bu Sari.
Plopp..
Lalu mulai turun dari ranjang, meraih celana panjangnya, untuk mengambil Hpnya yang ada dikantong.
“Assalamualaikum.” Pak tua lantas mengangkat ponselnya.
“…”
“Sudah dirumah Pak.”
“…”
“Oh, gitu..Ya sudah kalau begitu pak.. tunggu, lima belas menit lagi saya kembali kepesantren.”
“…”
“Iya Pak..Walaikum salam.” Pak Tua itu langsung mematikan ponselnya.
“Mi. Abi kembali ke pesantren ya.. Pak Zulkipli nunggu abi disana.” Pak Tua itu langsung memakai pakainnya dengan cepat.
“Iya bi.” Jawab bu Sari sambil meluruskan kedua kakinya yang masih terangkat dan mengangkang, lalu jenak berikutnya, mulai menurunkan dasternya yang masih berada diatas dadanya.
Ekspresinya tak mampu menutupi, betapa ia masih nge-gantung banget saat ini. Secuil kekecewaan tampak di sana, tapi, begitu perhatian suaminya tertuju padanya, dia berusaha membuat wajahnya tetap tersenyum puas.
“Abi berangkat dulu saya sayang.” Pak tua yang sudah berpakaian itu mendekat ke arah bu Sari yang sudah duduk dipinggir kasur.
Kemudian Pak tua mengecup kening si manis.
“Iya bi, hati-hati ya.” Bu Sari berdiri dan mengikuti suaminya yang keluar kamar.
Lalu beberapa saat kemudian,
Eng! Ing! Eng!
Apakah kini giliran gue buat gantiin tugas suaminya?
Hahahaha! Ngarep lo ah!
“Pak Adam, bapak bisa keluar sekarang.” Panggil bu Sari, dan gue langsung keluar dengan keringat yang sudah membasahi tubuh.
“Maaf pak, karena pak Adam harus melihat.” Bu Sari tidak sanggup melanjutkan ucapannya. Bahkan dia menjaga jarak dari gue, sembari menundukkan kepala.
“Saya yang seharusnya minta maaf, karena seharusnya saya tidak ada dikamar ibu saat ini.” Gue pun tidak melihat ke arah bu Sari yang terlihat malu dan menunduk.
Sebenarnya gue ingin sekali menarik tubuhnya kekasur dan menuntaskan hasratnya yang pasti tidak tersalurkan, tapi tentu saja, hal itu tidak bakal gue lakukan.
Ingat, bu Sari bukan wanita murahan yang gampang untuk diajak bersetubuh.
Ya walaupun dia tidak puas dengan suaminya, dia pasti memiliki harga diri dan memiliki kesetiaan yang kuat dengan suaminya.
So! Keinginan di dalam sana yang ngebet buat menikmati tubuhnya, harus bersabar dan harus menunggu sampai dia benar-benar siap untuk melakukannya dengan gue.
Ya tentunya dengan rencana-rencana yang akan gue persiapkan..
Kapan itu? Ya sabar, namanya juga wanita baik-baik dan butuh waktu untuk membuatnya menjadi sedikit tidak baik. Hehehe.
“Oh iya bu, saya pamit dulu ya.” Gue malangkah keluar kamar.
“Iya pak.. salam buat Dinda dan terimakasih untuk kuenya.”
Gue juga mengucapkan terimakasih, karena ibu sudah mempertontonkan adegan yang membuat gue yakin, kalau ibu pasti akan jatuh dipelukan gue.
Loh he, apakah itu yang keluar dari mulut gue? Ya enggaklah, gak mungkin gue sebocor itu.
“Untuk masalah Pak Adam dengan Tita, saya tidak akan ikut campur dan saya tidak akan mau itu. Kita sudah sama-sama dewasa dan kita pasti tau bagaimana resikonya.” Bu Sari mengucapkan kata itu ketika kami sudah sampai dipintu pagar yang sudah dikunci lagi oleh suaminya bu Sari.
“Terimakasih bu.. Saya senang dengan hasil obrolan kita ini..”
Bu Sari mulai membuka pintu pagar…!
“Sekali lagi saya pamit.” Gue langsung keluar pintu pagar, disertai tatapan mata bu Sari yang…
Ahhhh…. suudahlah..
Yang jelas, posisi gue sekarang di hati bu Sari, tentulah tak lagi biasa-biasa seperti sebelumnya. Apalagi, dia sadar juga kalo gue sudah melihat bagian tubuhnya yang seharusnya tertutup itu.
Ahhhhh, gue rasa, bu Sari ini akan lebih liar dari Tita nanti, pas berada di bawah penguasaan si komeng brekele gue di bawah sana.
HAHAHAHAHAHAHA!
…
…
…
Sudah update lagi kan?
Hahahaha, bagaimana kisah Adam dan para akhwat sahabat bininya? yeah… Pada tahu kan harus bagaimana? Pe eM…!!!
BERSAMBUNG CHAPTER 32