Hamidah (nama samaran) dan anaknya bernama Anwar (nama samaran) sudah tidak berkutik lagi ketika puluhan warga menggerebek rumahnya dan mempergoki ibu-anak ini berduaan di dalam kamar tanpa memakai baju. Saat didatangi warga, ibu berusia 50 tahun ini dan anak laki-lakinya berusia 22 tahun tersebut berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut. Keduanya kemudian diminta memakai baju oleh warga dan dibawa ke balai desa setempat untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Takut keduanya diamuk massa, akhirnya Hamidah dan Anwar dibawa ke kantor polisi untuk ditindak lebih lanjut. Warga sebenarnya sudah cukup lama menaruh curiga dengan sikap Hamidah yang sudah setahun lebih berstatus janda. Hamidah menjanda setelah dicerai suami keduanya. Perbuatan terlarang ini terbongkar berawal dari pengakuan tetangga yang melihat Hamidah bermesraan dengan anaknya di teras rumah. Hamidah terlihat memeluk dan mencium anaknya secara berlebihan. Ditambah dengan kata-kata mesrah. Padahal anaknya sudah berumur dewasa, namun belum menikah. Hal itu beberapa kali diketahui tetangganya, terutama saat di rumah itu sedang sepi, hanya ada Hamidah dan Anwar. Diketahui Hamidah tinggal bersama 3 anaknya. Anak pertama, perempuan berusia 25 tahun yang juga belum menikah. Anak kedua, Anwar. Anak ketiga, perempuan berusia 16 tahun yang masih sekolah. Gerak-gerik Hamidah dan anak keduanya ini pun kemudian menyebar menjadi perbincangan warga. Kecurigaan warga juga bertambah, karena rumah itu kadang terlihat tertutup rapat saat anak pertama dan ketiga Hamidah pergi. Sehingga warga pun merencanakan penggerebekan. Saat itu anak pertama dan ketiga Hamidah keluar. Tinggal Hamidah dan Anwar di dalam. Rumah terlihat tertutup dan tirai tertutup rapat, padahal baru jam 7 malam. Hamidah dan Anwar pun kaget saat tiba-tiba mendengar puluhan warga datang dan masuk ke kamarnya. Kebetulan pintu rumah dan kamar tidak dikunci. Hamidah memang jarang mengunci pintu rumah, sebelum anak-anaknya ada di rumah semua. Kepada polisi, keduanya mengaku sudah berkali-kali melakukan hubungan badan selama setahun belakangan ini. Anwar kerap meminta jatah ke ibunya saat rumah sepi atau di malam hari saat saudaranya tertidur. Bahkan, kadang ibunya yang lebih dulu minta untuk berhubungan. *** Awal Mula Cinta Terlarang Sebagai laki-laki dewasa, Anwar sering melihat video porno di ponselnya. Hampir setiap hari, Anwar membuka situs porno kemudian melampiaskan nafsunya dengan beronani. Sampailah pada suatu malam, Anwar di dalam kamar kembali melihat video porno di ponselnya sampai libidonya memuncak. Tapi kali ini ia kepikiran melampiaskan ke ibunya karena film porno yang ia tonton berkisah tentang hubungan terlarang ibu dan anak. Saat itu pukul 11 malam. Kakak dan adiknya sudah tertidur di kamar masing-masing. Sementara ibunya juga tidur di kamarnya. Hamidah sendiri sebagai wanita setengah baya sebenarnya memiliki wajah biasa-biasa saja dengan kulit sawo matang. Badannya sedikit gemuk dan memiliki payudara yang cukup besar. Anwar yang pikirannya sudah diselimuti nafsu, memberanikan diri masuk ke kamar ibunya. Hamidah terlihat tidur memakai daster. Bagian bawahnya tersingkap hingga terlihat celana dalam berwarna biru. Tanpa memakai BH, sehingga menonjol puting susunya. Hal ini membuat Anwar makin bernafsu dengan ibunya. Ia pelan-pelan memegang paha Hamidah supaya tidak terbangun. Ia elus-elus hingga tangannya naik mendekati selangkangan ibunya. Tangan Anwar berpindah ke puting ibunya yang menonjol di balik daster tipis tersebut. Namun Hamidah mulai bergerak namun masih tertidur. Anwar berhenti sejenak. Melihat ibunya masih tertidur, tangannya kini berpindah ke selangkangan Hamidah yang tertutup CD. Namun tanpa sadar, tangan Anwar memegang gundukan ibunya begitu keras hingga ibunya terbangun. Hamidah pun sontak kaget. “Anwar, apa yang kamu lakukan nak? tanyanya dengan nada setengah tinggi. Anwar hanya diam saja dan tangannya tak beranjak dari vagina ibunya. Nafsu yang menyelimuti kepalanya seakan tak mendengar ibunya. Justru tangan kirinya kini meraih payudara ibunya. Anwar mencengkram dengan keras payudara ibunya. “Jangan nak,” teriak Hamidah. Hamidah berusaha menyingkirkan tangan anaknya dari payudara dan vaginanya. Namun tangan anaknya begitu kuat. Hamidah tak berani berteriak lebih kencang. Takut anak-anaknya bangun dan mengetahui aksi Anwar dan malah bikin malu Hamidah. “Kenapa kamu lakukan ke ibu nak? tanya Hamidah lagi sambil tetap berusaha menyingkirkan tangan anaknya. “Aku kepingin bu,” akhirnya Anwar menjawab. Bahkan tangan kanannya kini berusaha masuk ke balik CD ibunya. Ia menjamahnya penuh nafsu. “Jangan nak,” Hamidah tetap berusaha menolak dan masih memegangi tangan anaknya. Namun tak bisa menghalangi tangan nakal anaknya yang sudah menjamah vaginya. “Jangan nak,” kata Hamidah mengulang, namun suaranya sudah terdengar pasrah. Kini tangan kiri Anwar menyelinap di balik daster ibunya dan memegang payudara besar ibunya. Hamidah tak bisa menahan tangan anaknya. Tubuhnya sudah dijamah oleh anaknya sendiri. (Bersambung)
Anwar seakan tidak sadar, tubuh siapa yang sedang ia pegang. Nafsu di kepalanya seolah membutakan matanya. Ia seperti lupa siapa yang ada di depannya. Dalam pikiran Anwar, di depannya adalah wanita untuk pelampiasan nafsunya. Pikirannya benar-benar gelap, menutupi akal sehatnya. Ia seperti benar-benar lupa, bahwa di depannya adalah ibunya. Ia tak bisa menahan gejolak nafsu. Telinganya juga seakan tiba-tiba tuli, tak mendengar suara ibunya dari tadi meminta untuk menghentikan aksinya. “Anwar, lepaskan nak,” ucap Hamidah seperti merengek. Anwar tak peduli, vagina dan payudara wanita yang ia jamah langsung dengan tangannya itu adalah yang melahirkannya. Sementara Hamidah sudah benar-benar tersadar dari tidurnya. Meski menjanda, di usianya saat ini, seks kini bukanlah prioritasnya. Jika pun terbesit tentang berhubungan badan, ia tak kepikiran dengan anak sendiri. Ia benar-benar menolak, namun tangannya tak kuat menyingkirkan tangan Anwar. Untuk berteriak, Hamidah juga takut. Takut anak pertama dan ketiganya terbangun hingga tahu kejadian ini. Karena ini bisa menjadi aib yang besar. Ia tak mau, kedua anaknya membenci Anwar atau malah membenci dirinya. Tangan Anwar masih memegang vagina dan payudara ibunya. Tangan kirinya memilin puting ibunya dan jari tengah tangan kanannya berusaha menembus lubang vagina ibunya. Sementara penis Anwar sudah mengeras sejak nonton film porno di kamarnya. Penis itu mengacung di balik sarung tanpa celana dalam. Seperti siap digunakan menuju ke lubang vagina ibunya. Lubang tempatnya lahir. Tapi Anwar masih kesusahan memasukkan jari ke vagina ibunya yang kering. Hamidah sadar, tak ada nafsu pada anaknya. Meski sudah dijamah, ia tak merasakan sedikit pun getaran pada tubuhnya yang bisa membuat vaginanya basah. Anwar tak kepikiran untuk menjilat vagina ibunya agar basah. Tak kepikiran juga untuk menjilati payudara ibunya. Apalagi untuk berciuman dengan ibunya. Ia kini hanya ingin nafsunya terlampiaskan secepatnya. Ia juga tak mau berlama-lama di kamar ibunya. Takut saudaranya ada yang tahu. Anwar juga tak kepikiran untuk menyodorkan penisnya ke mulut Hamidah dan memaksanya untuk mengulum penis yang lumayan besar itu. Lumayan besar untuk ukuran standar penis orang Indonesia tersebut. Tangan Hamidah masih memegangi tangan anaknya yang terus berusaha menjamah bagian penting dan sensitif dari tubuhnya. Tahu ibunya terus menolak, Anwar pun tiba-tiba menindih tubuh ibunya agar tidak bergerak. Yang dilakukan Anwar itu membuat ranjang kayu itu berbunyi cukup keras. “Kriek…,” suara itu tak dipedulikan Anwar. Kini justru berganti, Anwar dengan cepat memegang keras kedua tangan ibunya. Ia mengarahkan tangan ibunya di kanan-kiri kepala Hamidah. “Bentar aja ya bu, Anwar tidak tahan,” bisik Anwar di telinga Hamidah, seperti sadar kembali bahwa orang yang sedang ia tindih adalah ibunya. Namun tidak dengan nafsunya, ia tak peduli, masih tetap ingin lampiaskan pada tubuh ibunya. Ibunya hanya geleng-geleng kepala. Isyarat menolak. Tak bersuara. Karena keberatan dengan tubuh Anwar yang menindihnya dengan keras. “Ibu jangan bergerak lagi, biar segera selesai,” ucap Anwar. Hamidah kembali hanya geleng-gelang. Tubuh anaknya yang menindihnya membuatnya mulai susah bernafas. “Nanti kalau berisik, kakak dan adik bangun malah malu kita,” kata Anwar. Hamidah diam. Bingung. Juga seperti terhipnotis dengan perkataan Anwar. Ia tak mengiyakan, juga tak menolak. Air matanya seperti akan keluar. Kejadian malam itu tak pernah terpikirkan olehnya. Tak pernah kepikiran dalam hidupnya, anaknya sendiri akan menidurinya. Melihat Hamidah terlihat mulai pasrah di atas kasur, Anwar melepas tangan ibunya pelan-pelan. Ketika ibunya seperti tak memberontak, ia beranjak dari tubuh ibunya. Anwar berada di samping kanan ibunya dan melepas sarungnya kemudian melempar ke lantai. Hamidah masih terdiam, tubuhnya tak bergerak. Matanya melihat ke langit-langit. Ia seperti pasrah dengan apa yang terjadi berikutnya. Anwar kemudian menuju bawah kaki ibunya. Di sinilah Hamidah mulai tersadar anaknya sudah setengah telanjang dengan penis yang tegang. Sementara kaos oblong warna hitam masih menempel di tubuh Anwar. Ini baru pertama kali Hamidah melihat penis anaknya sejak beranjak remaja hingga dewasa. Terakhir kali Hamidah melihat penis anaknya adalah setelah Anwar sunat kelas 4 SD. Setelah jahitan sunat di kelamin Anwar sembuh, ia tak pernah melihat lagi Anwar telanjang. Saat itu, Anwar juga mulai malu terlihat telanjang di hadapan keluarganya. Melihat Anwar dewasa telanjang dengan penis tegang di hadapannya, perasaan Hamidah masih hambar. Ia biasa saja. Libidonya tak muncul. Gairah seksualnya seperti sudah mati. Hamidah tetap pasrah dengan apa yang dilakukan anaknya. Ia berharap kejadian malam itu segera berakhir. Ia juga takut anak-anaknya bangun dan melihat kejadian ini. Karena kadang anak ketiganya, tiba-tiba ke kamarnya untuk tidur bersama. Hamidah melihat Anwar jongkok di atas kakinya. Daster bagian yang setengah tersingkap, dinaikkan oleh Anwar sampai ke perut Hamidah. Kini vagina yang masih terbungkus celana dalam terpampang bebas di hadapan anaknya. Anwar lalu berusaha melepas celana dalam ibunya. Hamidah masih belum ada respon. Ia benar-benar pasrah. Anwar seakan bisa melancarkan aksinya dengan baik. Ia menarik celana dalam itu hingga lepas dari kaki ibunya dan melemparnya ke lantai. Vagina tempatnya lahir itu kini ada dihadapannya. Terlihat begitu jelas di depan Anwar. Karena Hamidah tak pernah mematikan lampu kamar saat tidur. Sementara penis Anwar tak sedikitpun melemah. Terus berdiri dengan keras. Lalu ia melebarkan kaki ibunya sambil melihat wajah ibunya. Secara bersamaan, Hamidah juga melirik ke anaknya saat kakinya dipegang dan dibuka oleh Anwar. Kontak mata pun terjadi di antara keduanya. Tatapan Hamidah seakan tak percaya ini terjadi. Di dalam hati, ia kembali berharap ini segera berakhir. Juga berharap Anwar mengurungkan niatnya. Anwar masih terus menatap ibunya. Namun tak ada niat mengurungkan aksinya. Ia menatap ke Hamidah hanya untuk memastikan ibunya tak melawan. (Bersambung)