Malam hari pun tiba. Kami dijemput oleh LO/guide untuk menikmati acara di malam tersebut, yaitu menyalakan dan menerbangkan lampion. Setelah itu menonton acara musik jazz. Malam yang cukup indah, namun sayang aku kurang begitu suka dengan suasana yang terlalu ramai dan juga dingin. LO/guide memberi tahu, kalau mau menikmati golden sunrise di esok hari, kami disarankan untuk beristirahat lebih awal. Karena jam 3-4 pagi harus sudah berangkat.
Sekedar informasi. Kalau mau menikmati golden sunrise, harus menuju ke sebuah bukit terlebih dahulu.
Akhirnya, aku dan Ratih memutuskan untuk kembali ke penginapan dan beristirahat lebih awal karena berminat juga untuk menikmati golden sunrise. Mumpung di sini, sekalian saja, pikirku. Aku dan Ratih masuk ke kamar masing-masing. Sebelum tidur, aku membersihkan diri dan tidak lupa mengisi baterai kamera DSLR yang aku bawa. Aku berusaha memejamkan mata, dan tiba-tiba dering handphone-ku berbunyi, tanda ada pesan whatsapp masuk. Ternyata Ratih, menanyakan apakah aku sudah tidur. Aku pun membalas pesan Ratih. Ternyata Ratih merasa kedinginan dan tidak enak badan. Untung aku selalu membawa p3k kemanapun aku pergi, aku menawari Ratih obat dan kemudian mengantarkan ke kamarnya. Wajah Ratih memang terlihat pucat, badannya juga terasa sangat dingin. Mungkin dia masuk angin ketika tadi pergi keluar. Karena jaket yang dikenakannya pun tidak cukup tebal, yang jelas membuat Ratih kedinginan.
Aku rebahan di samping Ratih, mengusap-usap kepalanya sembari menunggu dia tertidur. Tidak disangka, ternyata aku juga ikut tertidur. Sampai pada akhirnya, dering handphone-ku berbunyi, tanda telp masuk dari seseorang. Setelah aku cek, ternyata dari guide/Lo. Dia menanyakan apakah aku jadi ikut untuk menikmati golden sunrise di sebuah bukit. Karena kondisi Ratih yang tidak memungkinkan, akhirnya terpaksa aku membatalkan rencana tersebut. Aku kembali tidur di samping Ratih sampai kurang lebih jam 5 pagi. Aku terbangun ketika Ratih tidak sengaja memercikkan air ke arahku, ternyata dia baru selesai mengambil wudhu dan hendak melaksanakan shalat Subuh.
Setelah Ratih selesai shalat Subuh, aku menanyakan kondisinya. Ternyata sudah membaik, dan aku cukup bersyukur. Setelah itu kami mengobrol sejenak dan kembali ke kamarku. Karena acara dimulai agak siang, pagi itu kami pergi jalan-jalan ke beberapa tempat. Menikmati suasana pagi yang sejuk, lebih tepatnya dingin yang menusuk tulang. Setelah jalan-jalan, kami kembali ke penginapan dan sudah tersaji sarapan yang memang disediakan untuk kami.
Di hari itu, acara utama yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Banyak sekali orang-orang yang datang, mulai dari warga lokal, pedagang, turis lokal dan juga turis mancanegara. Aku sebagai tamu VVIP bersyukur karena dapat menyaksikan secara langsung dan begitu dekat setiap prosesi adat yang dilakukan, tanpa berdesak-desakan. Yang sangat disayangkan adalah, warga lokal sendiri tidak dapat mendekat ke lokasi prosesi inti karena dibatasi oleh pagar, dan hanya orang yang memiliki free pass yang dapat masuk ke area tersebut. Meski begitu, mereka tetap bisa melihat dari jarak yang agak jauh secara berdesak-desakan. Dalam pandanganku. acara ini bertujuan komersil semata. Karena warga lokal sendiri tidak dapat menikmati secara maksimal setiap prosesi adat yang dilaksanakan. Padahal adat yang dilestarikan seharusnya dimulai dari warga lokalnya terlebih dahulu, bukan dari turis ataupun tamu.
Hari itu pun aku dan Ratih telah selesai menikmati acara utama. Rencananya, kami akan pulang di sore itu juga. Tetapi karena jalanan yang masih padat dan rasa lelah yang masih menghinggapi, kami memutuskan untuk menginap lagi semalam, dan baru kembali di pagi hari. Beruntungnya fasilitas penginapan bisa digunakan sampai esok hari, jadi kami tidak perlu menambah biaya lagi…
Bersambung…..