CHAPTER 12
“Cieee….ada yang mau kencan ini,”goda kakakku yang melihatku tengah berdandan di depan cermin.
“Apaan sih kak,”tukasku malu.
Setelah makan malam yang begitu romantis dengan Peter, aku langsung di antarkan kembali ke villa kami bersama dengan Kak Azizah dengan mobilnya. Setelah itu kami langsung tertidur karena memang sudah tengah malam.
Seharian kemudian kami habiskan tanpa hal yang istimewa. Hanya saja Kak Azizah berkata kalau dia diajak untuk ikut menyiapkan pernikahan bosnya yang akan diselenggarakan 3 hari lagi. Jadi Kak Azizah bilang dari malam sampai besok dia tidak akan ada di villa.
Sadar kalau aku akan sendiri selama seharian besok, aku pun menghubungi Peter. Entah bagaimana ide itu tercetus. Padahal aku tahu persis kalau Peter adalah kekasih dari Catherine. Namun aku yang memang merindukan kenikmatan yang pernah diberikan Peter akhirnya memtuuskan untuk menghubunginya dan mengajaknya jalan-jalan.
Tak kusangka Peter menanggapi tanggapanku. Dia bahkan bilang akan menjemputku siang nanti dengan mobilnya.
Jadilah aku sibuk untuk berdandan. Belajar dari pengalaman sebelumnya, aku memutuskan untuk mengenakan kembali jilbabku. Aku takut malah diajak Peter ke tempat yang aneh-aneh dan berujung sex dengan orang asing lagi.
Tapi aku memilih untuk tidak mengenakan gamis longgarku. Sebagai gantinya aku mengenakan celana jeans milik Kak Azizah ditambah kaus lengan panjang warna biru yang cukup ketat sehingga menunjukkan payudaraku serta ditutupi cardigan.
Tak selang lama aku mendengar suara klakson. Aku melongok keluar dan melihat sebuah mobil merek pajero berwarna putih. Dari jendela mobil aku melihat Peter yang melambaikan tangannya dan tersenyum lebar.
“Tuh pacarmu sudah nungguin,”goda Kak Azizah lagi yang melihatku bersiap untuk pergi.
“Kakak nih. Bisa diam gak sih.”keluhku mulai kesal.
“Iya iya. Maaf.”Kak Azizah tersenyum nakal.
Aku lalu melangkah keluar dari villa. Di sana mobil Peter sudah terparkir menunggu. Aku pun tanpa ragu langsung masuk dan duduk di sebelahnya.
“Ready to go?”tanya Peter.
“Lets go!”kataku semangat.
Mobil kemudian meluncur meninggalkan kompleks villa. Mobil kemudian mulai berjalan ke arah jalan raya. Terlihat suasana cukup lengang di jalanan. Hanya beberap mobil dan truk yang berpapasan dengan mobil.
“So, where will we go?”tanyaku setelah 10 menit di dalam mobil.
“Anywhere you want.”jawab Peter santai.
“Ah, kalau begitu terserah kamu saja, Peter. Aku juga bingung kita mau kemana.”
“Kalau begitu bagaimana kalau kita berbelanja dulu. Sekalian nonton.”
“Ke mall?”
“Tentu. Kemana lagi memangnya.”
“Tapi aku belum pernah ke bioskop,”kataku mengaku. Karena memang sejak dulu ayah selalu saja mewanti-wanti untuk tidak pernah nonton ke bioskop.
“Serius?”Peter terkekeh pelan.”Kalau begitu ini akan menjadi pengalaman pertamamu.”
“Ok….wherever you like.”
Mobil terus melaju melintasi jalan raya. Karena posisi villa yang cukup jauh dari pusat kota membuat perjalanan yang kutempuh agak lama.
“Oh ya Peter, how can i pay your kindness?”tanyaku teringat sesuatu.
“You don’t need to pay. Aku kan masih berhutnag maaf.”
“Ini gak bagus. Aku gak mau jadi kayak cewek gratisan.”
“Maksudmu?”tanya Peter kebingungan.
“Maksudku, aku gak ingin jadi perempuan yang maunya dibayarin terus.”
“Hahahaha. Aku paham. Bagaimana jika sedikit hiburan selama aku menyetir.”
“Hiburan?”
Peter tiba-tiba saja menarik resleting eelananya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya masih menggenggam stir. Dia sedikit menurunkan celananya sekaligus celana dalamnya sehingga memperlihatkan penisnya yang besar. Penis yang sebelumnya telah merengut keperawananku dengan brutal.
Glek. Aku meneguk ludahku tanpa sadar. Teringat kenikmatan yang kuraih akibat penis itu.
“Bisa pegang dulu penisku. Oh, aku lupa. Mungkin di tempatmu ini disebut kontol.”
Entah apa yang terjadi pada diriku. Aku seharusnya memalingkan wajahku dan memaki Peter. Namun mataku justru terus tertuju pada penisnya yang besar itu.
Dengan tangan gemetar aku mulai menggenggam penis milik Peter. Aku seketika langsung merasakan sengatan nikmat yang menjalar dari tanganku.
“Wow, your hand is so soft.”Peter tersenyum kenikmatan.
Di dorong dengan naluri yang entah darimana datangnya, aku mulai menggesekkan tanganku ke atas dan ke bawah.
“Ahhhh….”Peter merintih keenakan.
Tanganku semakin cepat mengook penis Peter. Bisa kurasakan penisnya yang begitu keras dan besar. Aku seakan tengah menggenggam batu.
“Ouuuhhh…yeah.”
Peter terus menikmati kocokan tanganku seraya masih mengemudikan mobilnya. Beruntung jalanan cukup lengang dan lurus sehingga Peter masih cukup aman mengemudikan mobilnya.
“Can you suck my dick?”
“Suck?”Aku bertanya kebingungan.
“Ah, what is the meaning in your language….”Peter menepuk dahinya dan nampak kebingungan.”Thats..kamu memasukkan penisku ke mulutmu. Di jilat juga.”
Aku meringis mendengar permintaan tersebut. Bagaimana bisa Peter meminta hal semenjijikkan itu.
“It is dangerous?”tanyaku ragu. Padahal aku ingin menghindar dari permintaan.
“Oh come on. Aku selalu begitu setiap bersama Catherine.”
Aku tetap menggeleng.”Aku tidak ingin kita kecelekaan.”
“Ok. Kalau begitu….”Peter tiba-tiba menepikan mobilnya ke pinggir jalan yang adalah ladang jagung yang cukup luas membentang.
“Eh, kenapa begini.”
“Kita lakukan saja di sini. Kan mobilnya berhenti.”
Aku menepuk dahiku. Tidak kusangka Peter akan seniat itu demi mendapatkan layanan mulutku.
“Ayo. Tunggu apa lagi.”
“Aku tidak pernah begitu, Peter.”kilahku masih berusaha menghindar.
“Tenang saja. Aku akan mengajarimu.”
Sadar kalau aku tidak punya pilihan lain, aku pun mengangguk. Sebelumnya aku melihat ke sekeliling jalan yang ternyata masih lengang.
“Pelan-pelan saja, Alifah. Kamu jilati dulu kontolku.”
Aku lalu mulai membungkukkan tubuhku sampai kepalaku hanya seinci dari penis milik Peter. Sekejap aku bisa mencium bau penisnya yang punya aroma unik karena keringat Peter. Awalnya aku muali tapi aku berusaha untuk menjulurkan lidahku hingga ujungnya berhasil menyentuh kepala penis milik Peter.
“Ahhhhh….”Peter langsung memejamkan matanya merasakan ujung lidahku di ujung penisnya.
Aku mulai menurunkan lidahku menelusir batang penis milik Peter hingga ke pangkalnya. Gerakan itu kuulang hingga lidahku naik turun hingga batang penis Peter mulai basah oleh ludahku.
“Ahhhhh….you are the best sucker.”puji Peter.
Mendengar pujian itu entah kenapa menumbuhkan rasa bangga dalam diriku. Aku pun semakin semangat untuk menjilati penis milik Peter.
Tapi baru beberapa saat, Peter tiba-tiba saja menghentikan gerakanku. Dia buru-buru memasukkan penisnya ke dalam cleananya.
“Ada apa?”
Peter memberi isyarat ke belakang. Di sana ada seorang penduduk yang mendekati mobil kami dengan sepeda yang dipenuhi rumput untuk pakan ternak.
“Kita pergi.”tegas Peter seraya menekan pedal gas dan membuat mobil yang kami tumpangi melaju kembali di jalan.
Aku menghembuskan nafas lega. Untung saja Peter segera mengambil sikap sehingga kami bisa lolos dari dipergoki orang itu.
Meskipun selamat, aku merasakan kekecewaan yang besar. Padahal aku baru saja merasakan kenikmatan dari penis milik Peter.
Mobil terus melaju hingga akhirnya sampai ke pusat kota. Peter tak lagi menyuruhku untuk memainkan penisnya. Dia masih takut kepergok orang-orang. Mobil akhirnya berhenti di salah satu mall di tengah kota. Ke sanalah kami akan menuju.
Peter kemudian mengajakku untuk memasukinya. Di sana aku bisa melihat beberapa tatapan orang-orang yang nampak iri melihatku. Sepertinya mereka iri karena melihatku bisa berada di sisi Peter yang tampan.
“Kita mau kemana, Peter?”
“Hmmm…bagaimana jika kita membeli pakaian dulu.”
“Pakaian?”
“Ya, tentu seorang secantik dirimu harus memakai pakaian terbaik.”
“Mmmm…tapi aku tidak tahu harus membeli apa.”
“Tenang saja. Aku akan membeli pakaian terbaik untukmu.”
“Baiklah. Aku ikut kamu saja.”
Peter mengajakku ke sebuah butik yang nampak besar dan mewah. Hanya ada beberapa orang di tempat itu. Mungkin karena hari ini adalah hari kerja.
Pakaian-pakaian yang ada sebagian besar adalah pakaian modis yang seksi. Mulai dari crop top, tank top, mini dress, hot pants, dan pakaian-pakaian seksi lainnya. Bahkan ada juga beberapa lingerie transparan.
“Kamu serius mengejakku ke sini ?”
“Tentu saja.”
“Tapi…”
“Jangan khawatir dengan harganya.”Peter tiba-tiba saja menepuk pundakku.”Aku akan belikan semuanya.”
“Bukannya harganya mahal.”
“Jangan khawatir. Aku baru dapat bonus dari kantor. Belanja sejuta atau dua juta bukan masalah buatku.”
“Tapi aku bingung harus milih yang mana,”kataku seraya menyentuh beberapa dress mini.”Aku tidak biasa memakai pakain seperti ini.”
“Coba yang ini.”Peter mencomot salah satu dress berwarna putih dengan sedikit motif bunga. Dress itu model tanpa lengan dengan bawahan berpotongan pendek.
“Kamu serius ingin aku memakai ini?”tanyaku ragu.
“Coba saja dulu di ruang ganti.”
Meskipun rasanya aneh, aku akhirnya menuruti permintaan Peter. Biar bagaimanapun dia yang sudah membelikan baju ini.
Aku pun beranjak ke ruang ganti yang hanya ditutupi gorden. Di dalamnya aku langsung melucuri semua baju yang melekat termasuk jilbab yang sebelumnya setia menutup kepalaku. Aku kemudian berdiri menatap cermin dengan hanya mengenakan daleman dengan warna biru yang serasi.
Aku lalu mencoba dress yang diberikan Peter. Rupanya ujung dari dress itu berhenti sejengkal dari lututku. Masih agak ‘tertutup’ jika dibandingkan dengan pakaian seksi yang kulihat di toko.
Aku pun menyibak gorden pembatas ruangan. Di sana Peter langsung berdecak kagum.
“Wow. Hebat cantik sekali, Alifah.”
Aku tersipu malu mendengar pujiannya.
“Coba saja kamu berpenampilan seperti ini terus.”
“Aku malu, Peter.”
“Buat apa malu.”Peter seketika mendekat dan tanpa kusadari dia telah meremas payudaraku.”Kamu adalah perempuan yang seksi. Kamu harusnya bangga dengan dirimu sendiri.”
“Ahhhh….iya.”kataku mendesah kenikmatan.
“Hmmm…tapi kayaknya ada lagi baju yang bisa kamu pakai.”Peter kemudian beranjak pergi dan mencari pakaian baru untukku.
“Kamu ingin cari baju yang seperti apa?”
“Kalau menurutmu sendiri, bagaimana?”Peter bertanya balik.”Apa baju yang cocok untuk perempuan bertubuh indah dan seksi sepertimu.”
Aku tersentak dengan pertanyaan itu. Aku sadar Peter ingin menanamkan kebanggan atas tubuh *******.
“Aku ingin baju yang terbuka.”jawabku lirih.
“Terbuka?”Peter mengangkat alisnya.”Bagaimana dengan crop top.”
Peter menyodorkan sebuah crop top berwarna putih yang sangat pendek dengan bagian tengah yang sangat terbuka.
Melihat pakaian tersebut, bukannya jijik aku justru penasaran. Pikiranku membayangkan pandangan orang-orang yang dapat melihat auratku yang terbuka dengan penuh nafsu.
“Coba kamu pilih sendiri bagian bawahnya,”ucap Peter dengan nada menantang.
Mendengar itu, aku langsung meraih sebuah rok span yang sangat ketat dan pendek berwarna hitam. Kontras dengan crop top yang kubeli.
“Aku ingin memakai ini.”kataku menyodorkan rok ini.
“Wow, pilihan bagus. Sepertinya kamu semakin paham fashion.”puji Peter.
Aku tersenyum senang mendengar pujian tersebut seraya berjalan kembali ke dalam ruang ganti.
“Oh ya, apa aku bisa meminta sesuatu?”
“Apa itu?”
“Bisakah aku meminta bh dan celana dalammu?”pinta Peter dengan sopan. Kontras dengan permintaannya.
“Eh buat apa?”tanyaku bingung.
“Buat kenang-kenangan saja. Sekalian juga ganti dari pakaian yang kubelikan.”
Mendengar permintaan itu entah kenapa membuat selangkangku seketika gatal. Aku membayangkan memakai baju yang begitu seksi tanpa daleman lagi sehingga orang sangat mungkin bisa melihat payudara, pantat, dan vaginaku.
“Baiklah jika kamu minta begitu.”jawabku menyanggupi.
Aku akhirnya kembali masuk ke kamar ganti. Kulepaskan dress yang baru saja kupakai itu dan menggantungnya. Sekilas aku melirik ke arah bajuku yang dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam beserta jilbabku. Aku lalu menghela nafasku dan mulai melepas bh dan juga celana dalamku.
Aku menahan nafas melihat sosok bugilku. Tepat di ruang ganti yang hanya dibatasi dengan tirai. Jika ada orang yang menyingkapnya….
Membayangkan itu saja membuat selangkangku panas. Aku pun cepat-cepat mengusir pikiran nakal itu dan segera memakai crop top dan rok span yang kubawa.
Aku sejenak bisa merasakan puting dan vaginaku yang bersentuhan langsung dengan pakaian yang kukenakan. Gesekan yang ditimbulkan membuatku terangsang hebat. Tanpa sadar, aku malah menyentuh payudaraku.
“Ahhhhh…..ahhhhh…..”Aku mendesah tak tertahankan. Tak kusangka hanya memakai baju seperti ini saja tanpa daleman membuatku bisa begitu terangsang.
“Alifah, have you finished yet?”tanya Peter yang tiba-tiba menyingkap tirai ruanganku.
“Kyaaaaaa….”Aku sontak mendecit malu.
“Ah….sorry.”Bukannya menyesal, Peter justru tersenyum iseng.
“Kamu ini,”gerutuku kesal.
“Oh ya, mana dalemanmu.”pinta Peter.
“Ini.”Aku menyodorkan bh dan juga celana dalamku. Peter langsung memasukkannya ke dalam plastik kresek.
“Oh ya, aku punya hadiah lagi.”Peter menyodorkan sepasang sepatu hak yang agak rendah berwarna hitam.
“Aduh, tapi aku gak pernah pakai sepatu hak. Kalau jatuh bagaimana?”
“Jangan khawatir. Nanti kamu pegangan saja sama aku.”
“Ya sudah deh. Terserah kamu.”
Bersambung …