ADAKAH RUMAH?
“Gila kamu! Anak sendiri kagak diurus!”
“Kamu yang gila, tiap hari main perempuan!”
“Kamu gak inget hah? Aku udah bayar utang keluarga kamu. Anjing juga tau mana tuan mana budak!”
Keringat mengucur deras sesaat Aku setelah terbangun dari mimpi buruk yang pernah aku alami semasa kecil,
ingatan akan orang tua yang terus bertengkar tiap hari membuat diriku tertutup bahkan tak bisa berbicara seperti orang lain pada umumnya.
Hingga seorang wanita cantik yang datang menawarkan sebuah oase ditengah teriknya gurun.
Bahkan dengan senyum manisnya ia memberiku dua buah hati yang membuat aku semakin yakin jika gurun yang semula panas mulai berubah dengan pohon yang mengisi di beberapa sisi.
Sudah ada istriku yang duduk menyamping pada sisi ranjang dengan raut muka yang khawatir. Tangannya menempel pada dahi ku yang ternya sudah dibanjiri keringat.
“Kamu panas” ucap Istriku sebelum pergi keluar kamar.
Tak lama Elsa datang dengan sebuah baskom berisikan air hangat dan diikuti oleh anak ku yang ternyata sudah pulang bahkan hari sudah memasuki petang.
“Ayah sakit ya ?” Ucap anak ku dengan lucu.
“Iya, kamu main aja sama abang” balas Istriku yang membuat aku kembali memejamkan mata.
Dengan telaten Istriku mengganti handuk yang sudah lama berada didahi ku dengan kain baru,
Aku merasa berubah menjadi anak kecil yang haus akan kasih sayang jika seperti ini. Tangan itu mengelus pipi ku berkali kali sebelum rasa kantuk yang datang kembali.
Aku terbangun saat matahari sudah tenggelam sepenuhnya dan suasana kamar yang sudah sepi,
namun Istriku sudah tak ada disisi ku. Kondisi tubuhku mulai membaik dan Aku memutuskan untuk pergi keluar kamar sekedar mengambil air minum saat rasa haus yang datang tiba-tiba.
Anakku sudah nyamana dengan mimpinya masing-masing tapi tidak dengan istriku yang pergi entah kemana,
rasa pusing kembali mendera dan membuat Aku duduk pada sofa runag tamu dengan gelas yang sudah kosong.
Terdengar suara motor dari luar yang menjadi perhatian ku, Aku mendekat pada jendela ruang tamu dan seketika dahiku mengerut melihat Elsa yang turun dari motor yang aku tebak jika itu adalah Pak Soni.
Aku melirik jam yang sudah menunjukkan angka sepuluh malam, aneh rasanya jika ada urusan RW pada jam seperti saat ini,
Aku memutuskan untuk masuk kedalam kamar dengan jantung yang kembali berdebar, apakah mungkin Istirku berselingkuh dengan Pak Soni.
Atau pikiran liar ku yang muncul ditengah fisik yang sedang menurun, semoga itu hanya sekedar pikiran buruk ku.
Suara pintu terbuka membuat mataku memejam dan menyesuaikan pendengaran agar Istriku tak menyadiri jika tidur ini hanya peran belaka agar Aku tahu apa yang dilakukannya.
“Pegel banget shhh ahhh” desah Istriku sesaat saat suara pintu tertutup kembali.
Aku mencoba fokus dan sesaat Aku merasakan tangan istriku sudah menempel pada dahiku, namun ada satu hal yang terasa asing.
Bukan hawa maupaun rasa tapi ini jauh lebih jelas saat tangan itu kembali terangkat.
‘Rokok?’ sejak kapan atau dari mana bau itu.
Aku ingat betul jangankan rokok sejak dulu Istrinya anti dengan rokok tapia da apa dengan hari ini, pikiran burukku kian menjadi saat mendengar suara dering telepon yang diikuti dengan suara pintu terbuka.
‘Se-rahasia itu kah?’ tanya ku dalam hati dengan rasa penasaran yang memuncak.
Aku memlih bangun dan memeriksa jika Istriku sudah keluar kamar – dengan waktu sempit tanganku mengambil tas dari atas meja di depan ranajng. Jangankan rokok, pemanitk pun nihil adanya - lantas bau itu berasal dari mana.
Apakah rasa penasaran ini perlu?. Bisik ku didalm hati karena merasa buntu dan bingung harus berbuat apa.
Tanganku bergerak untuk mengambil gawai disamping tas Istriku dan dengan cepat jari-jari ini bergerak cepat mencar cctv pada toko online.
Ada beberapa model yang tersedia dari toko online yang aku cari, hingga ada satu bentuk yang menyerupai sebuah benda.
Rasa penasaranku semakin tinggi dan terus mencari hingga dapat sebuah model berukuran mini yang bisa terkoneksi dengan gawai secara langsung.
Senyumku tersungging dan memilih untuk checkout dengan kantor sebagai alamat pengirimin. Aku tak menampik jika ada rasa euphoria berlebih yang muncul dan tak sabar menunggu kamera itu datang.
‘tapi apakah ini perlu?’ batinku.
Entahlah mungkin ini satu-satunya cara agar semua rasa penasaran ini akan terjawab, untuk apa dan akan bagaimana biar aku serahkan pada waktu di masa depan.
KREK
“Ayah?”
“Ehh” jawabku kaget karena kemunculan Elsa yang tiba-tiba.
“Hayoo ada apa?” tanya nya yang datang dan langsung menempelkan telapak tangannya pada dahi ku.
“Udah anget ya” ucapnya dan anehnya bau itu berubah menjadi oram sabun.
“Ayah besok kerja ya, hehe” ucapku dengan raut dibuat senormal mungkin.
Elsa hanya menggeleng dan duduk didepan meja rias yang berisikan perawatan wajahnya. Tak ada obrolan apaun hingga Aku dan Istriku sudah duduk bersampiangn diatas ranjang.
Tangannya mengelus jari-jariku yang sejak tadi ia genggam,aku reflek melihat tangannya yang putih bersih dengan bulu halus yang samar.
Cincin berwarna emas dengan berlian kecil yang menjadi penghias diantar lentiknya tangan itu.
“Jadinya pakai lapang Ibu Retno.”
“Maaf ya, bukannya gak mau. Tapi tau sendiri warga sini suka seenaknya kan” alibi ku mencoba untuk lebih santai.
“eh tadi kamu kemana?” tanya ku tiba-tiba.
“ada rapat di rumah Pak RW” Aku hanya berdehem.
Kami kembali diam dan hanya ada suara televisi yang tak aku perhatikan betul karena ada sebuah pertanyaan yang ingin Aku sampaikan perihal kepergian Istriku hingga malam,
karena tak mungkin jika membicarakan sebuah lapang hingga hampir tengah malam. Entah aku yang terlalu sibuk selama ini atau Istriku yang mengambil kesempatan.
Ranjang bergerak sebentar dan membuat mataku terbuka, ternyata istriku sudah berbaring dengan tubuh membelakangiku. Aku pun mengikuti dengan tangan yang sudah memeluk dari arah belakang.
‘hangat’
Ada rasa aman juga tenang yang datang bersamaan tapi itu semua tak jauh lebih besar dari rasa penasaran ini yang sudah mengganjal disudut pikiranku.
Tak sabar rasanya untuk bertemu besok hari dan memasang kamera di setiap sudut ruang.
Sudah satu pekan Aku menunggu momen ini, ya hari ini Istri dan anak-anak ku pergi kunjungan sekolah pada satu tempat wisata.
Sebenarnya Aku akan ikut tapi lagi-lagi kebohongan yang Aku tampilkan demi hasrat yang sebenarnya cukup aneh dan terbilang sia-sia.
Tapi inilah diriku yang akan terus tak tenang jika satu hal yang tak terpenuhi dan kini sudah ada lima kamera yang Aku akan pasang di beberapa sudut rumah.
Aku sudah membuat list dan jalur kelistrikan yang sudah ku desain jauh sebelum bangunan ini dibuat, karena tidak lain Aku sendiri yang merancang rumah ini.
Dimulai dari ruang tamu yang Aku simpan dipojok dekat pintu karena terdapat beberap figura foto sehingga kamera ini akan terlihat samar dan menyatu dengan dinding.
Kedua, kamera yang sudah aku ubah warnanya menjadi putih ini Aku letakan disudut ruang keluarga dan ditutupi oleh guci berisikan bunga imitasi,
sedikit menggeser beberapa barang dan Kamera kedua sudah terpasang dengan cantik bahkan dalam sesaat Aku sempat lupa dimana letaknya.
Ketiga adalah kamarku hehe, memang ada ruang tersembunyi tapi tak mungkin jika harus berdiam diri setiap hari pada ruang itu.
Adapun kamera keempat dan kelima aku taruh pada sudut yang menampilkan dapur juga ruang makan dan terakhir adalah halaman belakang.
Keringat mulai mengucur saat hari semkain terik, saat ini aku mencoba mengecek melalui gawai dan benar saja ada satu kamera yang belum aktif.
Aku kembali membenarkan posisi dan mencoba mengulangi pengecekan kembali, setelah dirasa cukup kini aku kembali menuju kantor saat mendengar ada keluhan klien dari email dan harus berkordinasi ulang dengan pegawaiku.
Jariku tak henti-hentinya mengetuk meja kerja yang sudah dipenuhi sketsa, ada rasa senang juga lega saat kamera sudah berhasil dipasang pada rumahku.
Kini aku bisa leluasa mengecek kondisi rumah tanpa harus pulang dan duduk pada ruang rahasia.
“Pak Pak Anto minta revisi lagi masalah budget.” Ucap Rini dari balik pintu dengan kepala yang muncul tiba-tiba.
“Kebiasaan kamu, ketuk dulu bisa kali” balas ku yang panik karena sedang fokus terhadap komputer yang menampilkan isi rumah dari kamera.
“maaf pak, soalnya di telepon terus” ucap Rini yang Aku tanggapi dengan anggukan dan isyarat untuk keluar.
Jantungku berdetak lebih cepat saat melihat Rini yang tiba-tiba saja masuk tanpa mengetuk pintu, untung saja layar komputer ini membelakangi pintu masuk jika tidak mungkin akan menjadi bahan obralan kantor satu hari penuh.
Aku pun mengecek email yang masuk dan menampilkan sebuah pesan revisi yang harus selesai hari ini, rasanya pening jika harus memaksakan revisi desain dihari yang sama.
Mataku terpaku pada garis yang kutarik dari kiri menuju kanan dan begitu terus hingga tak terasa langit sudah menghitam dan suasana kantor kian sepi.
Hanya ada OB yang masih asik bermain game di sudut ruangan, tak ada kabar dari Istriku perihal jalan-jalan bersama anak-anakku.
Semua masih tampak normal hingga layar komputerku bergerak yang menandakan jika Istriku sudah pulang dan terlihat raut lelah dari kedua anakku,
Aku mencoba memasang earphone pada kedua telinga dan mendengar apa yang dibicarakan antara istri dan anakku itu.
Pada sudut kanan bawah layar komputerku menunjukkan pukul sembilan malam dan pekerjaan ku belum kunjung usai, rasanya ingin sekali bergelung ria diatas ranjang dengan hangatnya tubuh Istriku saat ini.
Tapi apakah daya saat email klienku masuk dan meminta request baru, ada rasa marah tapi itu semua menjadi resiko ku sebagai perencana.
Istriku mulai masuk kamar dan melepas semua pakaiannya, meski hampir memasuki kepala empat tapi aku tak bisa menyangkal jika tubuhnya masih kencang dengan payudara yang membusung.
Terlihat istriku memainkan gawai diatas ranjang dengan tubuh yang masih telanjang itu, tak lama pesan masuk kedalam kolom chat ku.
<b>‘Aku baru pulang sama anak-anak’
‘Iya, langsung istrihata ya. Aku kayaknya lembur yang’</b> balas ku yang hanya dibalas stiker berbentuk jempol.
Mataku kembali beralih pada layar komputer, terlihat Istriku sudah selesai mandi dengan memakai piyama dan duduk manis didepan meja rias.
Aku kembali pada gambarku yang sebentar lagi akan rampung, namun fokus ku beralih saat kamera satu pada ruang tamu terlihat berubah.
Ternyata istriku sudah tidak ada didalam kamar rias dan sudah berjalan menuju ruang tamu, jantungku seketika berdetak lebih cepat dari biasanya dan mulai tak sabar apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tanpa kusadari pensil sudah terlepas dari genggaman dan mata yang menatap lurus pada setiap pixel layar komputer.
Ruangan sudah terututp sempurna saat dua kali suara besi yang menyentuh kayu dan jendela yang terutupi kain berwarna cokelat muda.
Rasa haus segera mendera dan membuat aku duduk kembali pada meja kerja yang kini berganti menjadi meja pengintaianku.
Terlihat Istriku yang memakai piyama itu sudah berdiri tepat didepan pintu masuk, tangannya tampak mengikat kencang tali kearah belakang hingga kedua pantatnya semakin tercetak dengan jelas.
Ada rasa sesal sesaat karena menaruh kamera yang tak bisa melihat istriku dari arah depan, tapi sudahlah mungkin menjadi tantangan baru untuk memperbanyak kamera.
Istriku hanya diam saat pintu terbuka dan menampilkan seoarng pria dengan kantung berwarna putih, siapa itu?
Karena merasa asing dengan pria dengan topi hitam dengan masker putih itu, rasa-rasanya Aku belum pernah melihat saudara Istriku dengan fisik seperti itu.
Jantungku kian memacu lebih cepat dan tanpa disadari Aku sudah terlalu fokus dan tak mendengar jika ada suara ketukan pada ruanganku.
TOK..TOK..TOK…
‘Siapa lagi’
Aku melepaskan earphone dan berjalan kerah pintu, rasanya ingin memukul pria dengan senyum lebar itu.
“Asep?” ucap ku dengan menahan emosi
“Maaf Pak, bapak lembur?” tanya OB ku.
“Iya, ada apa?”
“Maaf pak, istri saya ternyata sakit. Kalo boleh saya ijin pulang kampung dulu.” Lanjutnya yang membuat Aku mengerti dan langsung menyetujui kepulangannya.
Tak lama aku kembali duduk diatas kursi dengan segelas air putih yang sudah terisi kembali, namun ruang tamu tamu tampak sudah kosong.
‘Sial’
Aku mengecek kamera dua hingga lima namun nihil, tak ada satupun ruang yang menampilkan sosok Istriku.
Kosong lebih tepatnya.
Aku memundurkan kursi hingga menyentuh dinding belakang, menaikkan pandangan hingga menataa palfond ruangan yang berawrna putih bersih. Lemas rasanya jika membayang Istriiku keluar dengan pakaian seperti itu.
“Masuk aja mas”
“suami mu lembur ya”
“iya, masuk mas”
Mata ku terbuka kembali dan terfokus pada Istriku yang sudah tersenyum nakal dengan piyama putihnya, Aku seperti lupa caranya bernapas saat pria asing itu mulai membuka topi dan masker putih sialannya.
“Pak Soni?”
BERSAMBUNG...