Skip to content

Nakalnya Senyum Istriku – Part 3

MUNGKINKAH…..

Ada apa pria tua bajiangan itu bertamu saat sudah jam sepuluh malam atau urgensi apa yang membuat ketua RW itu datang jika hanya sekedar mengecek warganya. 

Wajahku memerah menahan emosi saat Istriku mempersilahkan masuk disaat Aku sedang tidak ada dirumah. 

Tapi ada rasa penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya dan ini tak bisa aku pungkiri. 

Tanganku bergetar menahan rasa marah juga cemburu yang bersamaan, 

sensasi baru yang muncul begitu saja melihat Istriku dengan rambut basah menyambut pria tua yang sehari-hari berkutat disekitar komplek dengan senyum mesum nya itu. 

Dan benar saja diantara telunjuk dan jari tengahnya terselip sebatang rokok yang aku taksis berjenis kretek dengan asap yang masih mengepul, perkiraanku benar jika saat itu istriku terkena asap rokok. 

Namun, apakah selama ini Istriku hanya bersandiwara mengenai asap rokok itu. Buktinya ia dengan santai mempersilahkan bahkan memberi asbak diatas meja. 

Istriku terlihat berjalan kearah dapur dengan piyama yang lagi-lagi tak bisa membuat Aku fokus, 

pertemuan antar dua kain yang diikat memaksa payudara memberikan sebuah jepitan hingga terciptanya garis cantik yang siap untuk dilihat siapapun. 

Termasuk Pak Soni yang tak melepaskan pandangan terlebih pantat Istriku yang bergoyang mengikuti gerak langkahnya. 

“Bangsat!, kenapa Aku jadi suka gini” ucapku dengan nada lepas. 

Suasana kantor sudah sepi dan hanya ada suara jam dinding saat aku melepaskan earphone meski mata ini masih terpaku pada layar komputer. 

Aku menatap sebuah figura disebelah kanan, satu tahun lalu dimana kami datang pada sebuah studio kecil dipusat kota. 

Apakah ini salah atau banar? Tanyaku pada foto yang memperlihatkan senyum manis anakku. 

Jari-jariku saling menjait dengan angin yang tak memiliki pola sedang otakku yang terus bergerak membuat sebuah ruangan yang hanya berisikan Aku dan Elsa dengan senyum khasnya. 

Dia dengan gaun selutut sedang melihat kearahku sembari membawa bungkusan berwarna putih. 

Putih? 

Aku terbangun dari tidur yang datang sekejap, dengan cepat pandanganku kembali terarah pada layar komputer yang masih menyala. 

“enak martabaknya Pak” ucap Elsa yang memakan martabak dengan piyama sialannya. 

Kini posisi Pak Soni sudah duduk manis dengan kaki yang terangkat satu diatas pahanya sedangakan Istriku berada disisi kanan Pak Soni dan masih khusyuk menjilati tangan sisa saus dari martabak. 

Melihat itu penisku bangun tiba-tiba dan suasana ruangan menjadi panas. 

“Enak ya saos nya?” tanya Pak Soni dengan diakhiri tawa pelan. 

“Iya nih Pak, sampe Aku jilatin” 

“Ouh, jadi pengen coba juga saus nya” ucap Pak Soni kembali. 

Istriku tertawa dan mendorong piring berisikan martabak agar semakin dekat dengan Pak Seno. 

“Tapi dari jari cantik kamu” ucap Pak Seno dengan senyum nakalnya. 

‘Sialan’ batinku yang tak mengerti jika Pria tua itu memiliki selera humor recehan yang tak mungkin membuat Istriku tertarik, hingga. 

“Bapak bisa aja, nih” balas Istriku mengangkat jari telunjuknya hingga tepat didepan muka Pak Soni. 

Aku hanya bisa mengerutkan dahi dengan penis yang sudah menegang sempurna, rasanya seperti menonton sebuah film romansa yang sialnya adalah Istriku yang jadi pemeran ini. 

Mungkin ini yang dirasakan suami seorang artis wanita saat beradegan mesra dengan lawan main – entahlah yang ini memang agak berbeda. 

Tanpa membuang kesempatan Pak Soni memajukan mulutnya hingga menyentuh ujung jari telunjuk Istriku, tersenyum sebentar sebelum membuka bibirnya yang tebal. 

‘hap’ 

Tak ada suara yang terdengar hanya gerakan pelan seperti menjilati permen yang Aku saksikan dari anakku. 

Jilatan itu sangat pelan hingga perlahan Istriku bergerak gelisah, terlihat dari kakinya yang semula rapat kini mulai terbuka. 

Jilatan itu kian panas saat tangan yang penuh dengan keriput itu diletakan pada lutut Istriku yang tak tertutup kain. 

Masih belum ada suara apapun, mungkin kamera yang kupasang tak mampu mengambil suara desahan sekecil itu, entahl imajinasi ku sudah bermain termasuk suara yang tak terdengar pada telingaku. 

Mata Pak Seno tak kunjung lepas memperhatikan istriku meski mulutanya sudah terlepas dari jari Istriku. Namun, posisi kali ini terbalik saat Istriku memegang tangan Pak Soni. 

“Aku mau coba saos juga pak.” Ucap Istriku yang langsung mengangkat tangan Pak Soni dan menarik jari telunjuknya. 

Dengan bibir yang digigit Istriku diam dan seperti meminta izin pada Pak Soni untuk memperbolehkannya mengemut jari Pak Soni. 

“Emut aja shhhh” Ucap Pak Soni dengan suara yang sudah bergetar, sedang Aku masih berusaha menormalkan urat yang menegang diantar dahiku. 

Tanpa lama Istriku melahap jari keriput Pak Soni yang aku tebak berbau rokok yang tebal, tapi aku tak menyangka jika Istriku terlihat menikmati bahkan terlalu menghayati dengan tak melepaskan sedetikpun. 

“Mmhhhh enak Mba Elsaaaa” desis Pak Soni yang gelagapan saat lumatan Istriku berubah menjadi sedotan dan aku yakin jika terus begini akan keraha yang lebih dalam. 

“Ahhhhhh” Istriku melepaskan jari Pak Soni dan tersenyum nakal hingga giginya terlihat semua. 

Namun, jari itu tak segera kembali – istriku terlihat mengangkat jari itu dan mengarhakan agar terus bergerak ke arah bawah dan berakhir pada sela-sela jepitan payudaranya. 

“Mbaaaa” ucap Pak Soni dengan nada tak percaya. 

“Hehe, jarang-jarang loh Pak biasanya bapak liatin aku aja waktu rapat.” 

“Uhhhh” desah Pak Soni saat jarinya masuk dengan mulus pada jepitan payudara molek Istriku yang tiap hari aku remas itu. 

“Enak gak pak?” 

Pak Soni menganggukan kepalanya berkali-kali seperti menahan nafsunya dan ditambah tangan kirinya yang berusaha membenarkan celana katun nya yang Aku duga sudah menggelembung menahan untuk segera dilepas. 

Jeri itu bergerak naik-turun dengan tempo pelan dengan pelumas dari air liur istriku. Kaki dari istriku pun bergerak hingga piyama yang sejak tadi menutupinya mulai melonggar dengan tali yang tak lagi kencang mengikat. 

Pak soni mendekatakan posisi duduknya tanpa menarik telunjuknya dari belahan payudara Istriku. 

“Anak-anak sudah tidur?” tanya nya dengan jarak yang semakin dekat. 

“Sudah pak” 

Katua RW itu berdiri dan berpindah menuju samping istriku. Yang membuat aku terheran-heran adalah respon Istrikku yang tak berpindah dan cenderung diam. 

“Memang suami mu lagi sibuk-sibuknya?” lanjut Pak Soni setelah berada disisi Istriku yang hanya diam 

“Sibuk banget pak” balas Istriku yang mebuat bibir ini rasanya ingin tertawa lebar. 

“Tapi masa secantik ini di anggurin aja, kalo ada yang gigit gimana?” goda Pak Soni yang mulai bergerak mengelus rambut istriku yang jatuh di depan dada. 

“gigit aja kalo gak takut ketahuan” tantang Istriku yang membusungkan dadanya hingga tak sengaja menyentuh punggung tangan Pak Soni. 

Pak Soni kembali tertawa dan memundurkan tubuhnya hingga istriku ikut terabawa karena rambutnya tertarik, rasanya hilang sudah wibawa seorang istri arsitek yang terkenal diseluruh komplek. 

Saat ini aku melihat seorang jalang dengan semua tipu muslihat selama ini – ada rasa lega saat firasatku ternyata benar adanya. 

“Ajarin bapak dong” pinta Pak Soni yang tersenyum. 

Istrikku menarik tangan Pak Soni dari rambutnya dan meletakkan diatas paha mulusnya. 

“Bapak nih merendah, Ibu aja cerita ke Elsa kalo tiap malam kelojotan digigit sama Bapak” Canda Istriku yang menikmati obrolan mesum ini. 

Pak Soni tak menjawab, pria itu mengambil kedua lengan Istriku yang dihiasi cincin perkawainanku, 

melihatnya lama dan terlihat seperti seorang peramal yang sedang membaca tangan namun kali ini seperti orang bajingan yang tanpa malu bercinta dirumah wanita yang masih berkeluarga. 

“bagus banget ya, tadi Aku emut juga manis banget” 

“mmhhh shhhh” desah istriku saat Pak Soni kembali memasukkan jarinya kedalam mulut, berbeda dengan sebelumnya kali ini pria itu mencoba memasukkan kelima jari istriku. 

“enak hmm?” 

“iyaa Pakk shhh” 

Aku memilih melepaskan earphone karena sudah tak tahan mendengar desahan demi desahan yang terus berlanjut, sedang penisku sudah menegang dan meminta untuk dilepaskan. 

Kini posisi ku sudah bersandar sepenuhnya dengan tangan menggenggam penis yang sudah menegang, persetan dengan etika kini Aku hanya merasa puas dan marah yang membentuk sensasi luar biasa. 

Rasanya belum siap untuk mendengarkan desahan Elsa bersama pria lain-saat ini hanya gerakan yang aku lihat terutama gerakan tangan Pak Seno yang semakin nakal karena sudah memeluk istriku dan menatapnya dalam. 

Tanpa gerakan bibir Pak Seno memajukan wajahnya hingga tersisia beberapa centi saja dari istriku, tangan hitam Pak Seno sudah mengusap pelan punggung Elsa. 

Dalam satu terikan tali pada piyama istriku terlpeas dan kini terlihat lah sudah tubuh istriku yang tak tertutupi apapun. 

Aku memasang kembali earphone dan sudah dipenuhi oleh nafsu yang akan meledak kapanpun. 

“Cantik banget” rayu Pak Seno yang membuat istriku kelimpungan dengan tubuh yang semakin dekat. Aku tak dapat membayangkan mulut Pak Seno yang bau asap rokok kini baradu napas dengan wajah cantik istrikku. 

“mmmmhh” Pak Seno mengambil ciuman peratama yang disambut oleh Istriku, lidah pria tua itu merangek masuk hingga beberapa kali istriku menepuk bahu nya. 

Erangan keduanya lagi-lagi memnuhi pendengranku yang sudah tak tahan untuk segera dipuaskan. 

Tangan ini bergerak mengurut perlahan seiring ciuman istri ku yang semakin cepat dan saat ini aku seperti seorang suami gila yang menikmati kehormatan fana. 

Pak Seno mulai meremas payudara Istriku yang sudah mengacung dan meminta untuk segera diremas, terlihat kontras saat kulit putih Elsa menempel dengan hitamnya tangan pria tua itu. 

“gemes banget liat susu kamu, sayang ya suaminya malah dianggurin” remas Pak Seno semakin membuat Istriku kelojotan dengan mulut yang tak berhenti mendesah. 

Mendengar hinaan itu tak membuat ku marah sebaliknya rasa itu bertumbuh dan kocokan pada penisku kian kencang saat kata kotor itu keluar dari mulut Pak Seno. 

“shhh terus pak mmhhh” 

“shhhh di emut ya sayang” 

“emut aja pask shhhhh” 

Plup…. Pak Seno melahap putih Istriku dengan kepal yang mendongak. 

“Hehehe” tawa Pak Seno tanpa melepasakan mulutnya membuat Istriku tertawa dan membaringkan tubuhnya. Saat ini istriku sudah terlentang dengan Pak Seno yang menjilati kedua payudaranya bergantian. 

“lepas dulu pak baju nya” 

“mhhhh jilat pak terus sshhhh” 

Suara desahan memenuhi ruangan yang semula hanya sekedar ruang tamu, tak pernah terbayangkan ruangan itu menjadi saksi panasnya Istriku yang dijamah oleh Pak Seno. 

“stop pak sshhhh udah mau ahhhh” 

Ucap Istriku menahan kepala Pak Seno yang sudah berada di depan vagina nya – tapi pria itu tak mendengarkan dan dengan tenaga yang berbanding jauh lidahnya sudah masuk kedalam vagina Istriku yang mulus tanpa bulu itu. 

“AHHHHHH” teriak istriku yang membuat ku khawatir jika anakku akan keluar setelah mendengar jeritan itu. 

“uhhh wangi banget memeknya mhhh” ucap Pak Seno saat mengambil napas sebelum kembali menjilati vagina Istriku tanpa ampun. 

Aku semakin kencang mengocok penisku saat desahan istriku semakin kencang memenuhi pendengaran ku. 

‘hebat sekali pria itu’ puji ku tanpa sadar saat Istriku mengejang dengan kedua tangan yang mengepal. 

Pipi ku terasa panas dengan telinga yang berdenging saat adrenalin yang begitu besar mengalir begitu saja – terpaksa Aku melepaskan kedua earphone dan mempercepat gerakan tanganku. 

Hingga tak samapi tiga menit sperma ku menyembur dan mengenai layar komputer. 

“ANJINGGG ENAKK” Teriak ku saat merasa beban yang sejak tadi kutahan lepas begitu saja. 

Hanya ada satu pikiran yang terlintas untuk segera pulang, persetan dengan pekerjaan yang harus aku selesaikan. 

Aku merapihkan meja dan memilih untuk pulang tanpa diketahui Istriku yang mungkin sudah terlalu jauh dalam permainannya bersama Pak Soni. 

Tapi, ini adalah pekerjaan pertama yang kemungkinan akan menjadi besar jika diselasaikan tapat waktu. 

Pikiranku bercabang dan bingung harus bertindak seperti apa, kini Istriku sedang mengejang hebat dengan kepala Pak Soni yang masih berada diselangkannya. 

Namun, keduanya tiba-tiba bergerak dan langsung memakai kembali pakaian yang sedari tadi sudah berserakan dilantai dan meja ruang tamu. 

Aku mengerutkan dahi dan berusaha fokus dan menaikkan kembali resleting celanaku. 

Pintu Anak kedua ku terbuka dan benar saja jika ia terbangun saat istriku berteriak kencang. 

Kali ini dewi keberuntungan berpihak padaku saat tak siap jika melihat Istriku akan dimasuki kontol kakek tua yang sudah menegang sejak tadi. 

“salim dulu sama kakek nak” 

Ada rasa sakit yang tiba-tiba menyentil hatiku saat melihat anak dengan muka polos sehabis tidur itu datang dengan langkah kecilnya langsung mengambil tangan Pak Soni yang tadi menjamah istriku. 

Rasanya tak tega melihat kejadian itu dan dengan cepat Aku menutup aplikasi cctv ku dan berusaha fokus pada pekerjaan ku. 

Melewati malam ditengah kesendirianku dan mencoba melepaskan diri dari jerat masa lalu yang kelam. Entahlah saat ini garis-garis gambar lebih menarik dari pada rasa penasaran tentang apa yang diperbuat Istriku dengan pria lain. 

Suara jam juga air dari aquarium menemaniku mengisi waktu yang hilang diantara jutaan orang yang beristrihat. 

Rasanya tidur hanya menjadi ramuan pelupa sementara yang menjadi obat sementara tapi tidak dengan ingtan sakit tentang masa lalu yang kini akan datang kembali. 

TAMAT……..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *