Skip to content

Rahasia Asrama

Rahasia Asrama

CHAPTER 10

Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku. Seketika saja aku berubah dari seorang yang logis menjadi manusia bodoh yang menuruti semua perintah dari Kak Andi meskipun itu jelas-jelas menyakitkan dan menghinakan.

“Sebaiknya kamu mulai belajar, Anita,”ujar Kak Andi mendekat dan kembali menginjak kepalaku.”Naluri seorang perempuan adalah menuruti laki-laki. Tak peduli jika itu menghinakan atau menyakitkan. Kamu paham?”

“Paham tuan.”ujarku patuh. Masih diliputi ketakutan karena berhadapan langsung dengan aura penuh kekuasaan dari Kak Andi.

“Baiklah. Karena kalian berdua sudah jadi budak yang patuh, aku punya hadiah untuk kalian berdua.”

Kak Andi mengangkat kembali kakinya dan berjalna menjauh dariku. Dia kemudian duduk di salah satu kursi. Nampak tak terganggu dengan kerumunan yang makin menggila dalam melakukan sex.

“sekarang angkat kepala kalian.”

Aku dan Kak Nurul serempak mengangkat kepala kami dan ternganga melihat peandangan di depan kami.

Kak Andi tengah duduk santai dengan celana yang telah dia lepaskan. Begitupun dengan celana dalamnya sehingga kemaluannya bisa terlihat jelas.

pen*s itu nampak agak bengkok namun kokoh. Berwarna agak gelap dengan bberapa urat yang kuat melilit. Ada sejumput rambut yang menghias menambah kesan jantan dari pen*s yang dimiliki Kak Andi.

“Bagaimana? Kalian suka lihatnya kan?”

“Suka tuan.”jawab Kak Nurul spontan.

Kak Andi melirik ke arahku dengan tajam.

“Su..suka tuan.”jawabku tergagap. Berhasil memahami kode yang Kak Andi berikan.

“Ini kont*l yang sudah memuaskan banyak sekali wanita. Jika masuk ke vagi*a, maka akan memberikan kenikmatan yang sulit dibayangkan.”

Menatap pen*s yang kokoh itu entah kenapa membangkitkan nafsuku ke tahap yang tak pernah terjadi sebelumnya. Kepalaku seketika dipenuhi fantasi tentang pen*s tersebut yang mengoyak-koyak bagian dalam vagi*aku kemudian menerbangkanku ke awang-awang kenikmatan. Melihat ukuran yang jumbo serta bentuk yang mantap semakin membuatku yakin kalau pen*s tersebut bisa mewujudkan apa yang kubayangkan.

“Kalian mau kont*l ini masuk ke mem*k kalian?”tanya Kak Andi menawarkan.

“Mau tuan!”jawab Kak Nurul cepat dengan pandangan berbinar seperti dipenuhi pendambaan akan kenikmatan kont*l itu.

“Ma..ma..u..”jawabku terbata masih dikuasai rasa malu dan gengsi.

“Kalau begitu, kalian harus menghiburku dulu.”

“Bagaimana cara menghibur tuan?”

“Lakukan posisi 69. Kamu di atas.”tunjuk Kak Andi ke arah Kak Nurul.

“69?”tanyaku keheranan.

“Heh! Ajarain itu bagaimana caranya,”perintah Kak Andi pada Kak Nurul.

“Baik tuan.”

Belum juga aku memahami apa yang terjadi, Kak Nurul langsung mendekat dan menerkamku hingga jatuh.

“Kak…”

Tanpa menghiraukan kata-kataku, Kak Nurul langsung bergeriliya melepaskan bajuku. Entah darimana dia mendapatkan kekuatan sebesar itu hingga membuatku langsung bugil kecuali jilbab yang disisahkan Kak Nurul.

“Sekarang kamu diam dan nurut ya,”ujar Kak Nurul dengan senyuman manis.

Aku mengangguk lemah. Tak kuasa menahan kekuatan yang dimliki Kak Nurul.

Kak Nurul kemudian membalikkan posisinya hingga vagi*anya menghadap ke wajahku sedangkan wajah Kak Nurul menghadap ke bagian vagi*aku yang terututpi oleh chasity belt dan terpasang sebuah dildo.

“Nah sekarang, kamu jilatin mem*k kakak ya,”perintah Kak Nurul sejenak memalingkan wajahnya ke belakang.

“Ii..iiya kak.”kataku berusaha menelan rasa mual karena harus menjilati kelamin dari orang lain.

“Uummhhhhhh…”Kak Nurul dengan beringas langsung melahap bulat-bulat dildo yang terpasang di chasity belt yang kukenakan.

Sementara itu mem*k Kak Nurul sudah diturunkan hingga membekap mulutku dengan rapat.

“Hmmmpphhh.”Aku berusaha melepaskan diri dari bekapan vagi*a Kak Nurul.

“Cepat jilat!”perintah Kak Andi yang tiba-tiba sudah berdiri menjulang di dekat kepalaku.

Aku menatapnya mengharap iba. Tapi Kak Andi malah menyenggol kepalaku dengan kakinya.

“Cepat jilat.”ulang lagi dengan nada lebih tegas.

Aku pun akhirnya menyerah. Perlahan kujuluran lidahku. Ujung lidahku langsung bersentuhan dengan kulit vagi*a milik Kak Nurul yang terasa agak asam dan lembap. Mungkin karena sudah dibasahi oleh cairan kenikmatannya.

Lidahku kemudian mulai perlahan menyapu ke vagi*a Kak Nurul. Meskipun hal tersebut sangat sulit karena tertindih mem*k Kak Nurul.

“Hmmmpphhhh…hmmpphhh…”Aku mencoba bernafas. Kepalaku berusaha menggeleng untuk melepaskan diri dari dekapan mem*k Kak Nurul.

“Slurruuppp!Slurrruuppp!”Berbanding terbalik denganku, Kak Nurul justru dengan leluasa memainkan dildo yang terpasang di chasity belt. Beberapa kali kepalanya naik turun membuat dildo tersebut seperti timbul tenggelam.

Aku melirik sekilas dan melihat Kak Andi yang kembali duduk di kursi. Wajahnya menampakkan senyum lebar seakan dia puas melihat kedua mainnya dapat bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan.

Perlahan tapi pasti, aku mulai lancar memainkan lidahku. Hidungku yang bisa bebas dari tindihan mem*k Kak Nurul membuat pernafasanku kembali lancar setelah sebelumnya aku megap-megap bagai orang tenggelam.

Kini lidahku tak hanya menyapu permukaan vagi*a Kak Nurul. Aku bahkan mulai memberanikan diri memasukkan lidahku ke dalam lipatan vagi*anya.

Ujung lidahku kini bisa merasakan bagian dalam vagi*a Kak Nurul. Meraskan permukaannya yang kenyal dan berlendir. Aku merasakna juga cairan yang agak asin membasahi permukaan lidahku.

“Bagaimana rasa mem*kku, ta?”tanya Kak Nurul di sela mulutnya yang terus memainkan dildo yang terpasang.

“Mmmpphhh…”Aku tak mampu bersuara dengan jelas.

“Wah wah wah. Kayaknya kalian berdua sudah mulai menikmatinya.”ujar Kak Andi yang kembali berjalan mendekati kami.

“Iya tuan.”jawab Kak Nurul masih dengan vagi*a yang menindih wajahku.

“Sayang temanmu yang satu ini tidak bisa kunikmati lubangnya,”Kak Andi berdecak dengan nada kecewa.”Padahal kont*lku penasaran memasukinya.”

Mendengar kalimat tersebut entah kenapa membuatku seketika kecewa. Aku seperti merasakan harapan yang diam-diam kupupuk kandas begitu saja. Padahal, aku bahkan tak tahu apakah aku mengharapkannya atau tidak.

“Gunakan lubang saya saja tuan.”pinta Kak Nurul dengan nada mendamba.

“Hmmm…bolehlah. Sekalian aku baru masukin satu lubang.”

“Terima kasih tuan!”

Kak Andi kemudian mengambil posisi di dekat kepalaku. Tubuhku berlutut dengan kedua tangan yang memegang pinggang Kak Nurul. Kak Andi belum mengenakan kembali celananya sehingga dari bawah aku bisa melihat pen*snya yang tegak berdiri

“Silahkan nikmati lubang dari budak ini tuan.”

“Kalau itu maumu!”

“PLOPPP!”

“Blesshhh..”

Dengan satu sentakan Kak Andi membenamkan pen*s besar dan kerasnya langsung ke bagian pantat Kak Nurul.

Aku yang berada tepat di bawah bahkan bergidik ngeri melihat pen*s besar tersebut yang seperti mendobrak masuk di antara jepitan dua bongkah pantat milik Kak Nurul.

Kak Andi napak menggeram sesaat. Dia seperti mengerahkan semua tenagaya agar pen*snya bisa sepenuhnya masuk ke dalma saluran anus Kak Nurul.

“OUUHGGGHHHHH!!!!”Kak Nurul langsung meraung kesakitan merasakan bagian belakangnya yang dibobol paksa oleh pen*s Kak Andi.

Meski aku yakin sekali Kak Nurul merasakna sakit yang sangat, kurasakan tubuh Kak Nurul yang menegang begitu kuat. Aku bahkan bisa merasakan pinggangnya terangkat kemudian bergerak mundur seakan hendak membantu agar pen*s Kak Andi bisa epenuhnya bisa memasuki saluran anusnya.

“Auhhhhh….pantatmu sempit banget.”

“Ahhhhh…iyaaaa….terima kasih tuan….”sahut Kak Nurul yang kembali mendesah kenikmatan.

“Siap-siap kupompa ya?”

“Silahkan tuan. Apapun jika itu membuat tuan senang.”

“Rasakan ini.”

Kak Andi menarik sebentar pen*snya kemudian kembali dia sentakan pen*snya langsung masuk ke dalam saluran anal milik Kak Nurul. Entah bagaimana pen*s itu bisa meluncur begitu mulus. Padahal dari yang kutahu hal tersebut sangat sulit mengingat saluran anal teraat sempit. Berbeda dengan saluran vagi*a. Apakah mungkin karena pen*s tersebut sebelumnya sudah dilumuri pelumas. Entahlah.

Kak Andi menarik sebentar pen*snya kemudian menghantamkan kembali. Gerakan tersebut diulang sekitar 3 kali. Tentu perkara yang tak mudah. Aku bahkan bisa sekilas melihat butiran keringat yang mulai terbentuk di paha dan kaki Kak Andi. Kudengar juga nafasnya yang tersenggal hebat karena harus memberikan lebih banyak oksigen untuk paru-paru yang bekerja keras.

“Ahhhhh!!!!”

“Ahhhhhaaaahhhhh!!!!”

Desahan kedua insan yang tengah melakukan suatu perbuatan termat nista terdengar sahut menyahut. Bisa kurasakan kegembiraan dan kepuasan yang mereka tunjukkan dengan terang-benerang. Tak ada rasa malu. Tak ada rasa tertekan. Yang ada adalah kebebasan dalam merengkuh kenikmatan birahi.

Aku yang seharusnya di sana. Aku yang harusnya menikmati pen*s Kak Andi. Kenapa…kenapa…aku hanya bisa melihatnya.

Pikiran itu tiba-tiba muncul di kepalaku. Memenuhi diriku dengan kekecawaan karena tak mampu menuntaskan nafsu yang tersulut semenjak tadi.

Aku tak lagi bisa berpikir jernih. Bahkan sekedar mempergunakan akal sehatpun tak mampu. Diriku terlanjur dikuasai oleh birahi sehingga mendambakan penuntasannya lewat pen*s yang memuasakan lubang pada diriku.

Mengapa aku tiba-tiba jadi begini. Mengapa aku malah mendambakan kenikmatan dari pen*s Kak Andi. Bukankah ini adalah hal amoral dan melanggar keyakinanku.

Tapi menyaksikan secara langsung bagaimana pen*s tersebut membawa lubang yang dimasukinya dalam kenikmatan tiada tara semakin menggoyahkan keyakinan dan akal sehatku. Mendengar langsung desahan dari kedua manusia tersebut yang seakan mengajakku untuk turut serta dalam pergumulan duniawi untuk mencapai kepuasan birahi.

“Ahhhhhhh….saya akan keluar tuan!!!!”racau Kak Nurul di tengah desahannya yang terus dipacu dengan beringas.

“Tahan dulu bentas. Aku bentar lagi juga keluar.”ujar Kak Andi memberikan instruksi.”Nanti kita keluar bareng-bareng ya.”

“I..iiya tuan.”

Kak Andi semakin mempercepat tempo gerakan pinggulnya. pen*snya yang keluar masuk mengingatkanku pada piston yang memacu mesin kendaraan. Tapi bukannya mesin yang dipacu melainkan tubuh Kak Nurul yang bergetar oleh kenikmatan tiada tara.

“Arhhhhhhh…aku sampai!”jerit Kak Andi kencang.

“Keluarkan saja tuan di pantat budak ini!”

“Yeahhhhhh!!!”Kak Andi meraung keras. Bisa kulihat pen*snya berhenti memacu dan mulai bergetar hebat. Tubuh Kak Andi pun nampak bergetar seperti tersengat listrik tegangan tingggi. Tapi kemudian Kak Andi menyentakkan lagi tubuhnya ke depan. Mengirim pen*snya jauh ke kedalaman saluran anus Kak Nurul.

“Crotttt!Crottt!Croooootttttt!!!”Kemudian, bertubi-tubi dari pen*s Kak Andi keluarlah cairan putih lengket yang bergerak cepat bagai tembakan peluru. Air yang merupakan lelehan sperma itu mengalir deras mengisi relung anus Kak Nurul. Bahkan saking banyaknya ceceran sperma tersebut hingga meluber keluar seperti lelehan lava yang dikeluarkan gunung api.

Lelehan sperma tersebut mengalir turun dari lubang pantat Kak Nurul. Terus mengalir hingga jatuh di wajahku dan mengalir lagi hingga membasahi pipiku. Hidungku bisa menangkap bau yang begitu amis dari cairan sperma tersebut.

Harusnya aku jijik. Harusnya aku mual. Bagaimana tidak, wajahku baru saja dinodai dengan ceceran sperma. Apalagi sperma tersebut mengalir keluar dari pantat orang lain.

Tapi mencium bau tersebut justru membuatku terangsang. Aku ingin juga mencicipinya. Merasakan kehangatan sperma tersebut ketika memasuki relung rahimku.

“Ahhhhh tuann…aku juga keluarrr!!!”

Tak berselang lama setelah Kak Andi menumpahkan semua spermanya, tubuh Kak Nurul juga ikut mengejang hebat. Sekejap kemudian, Kak Nurul kembali menindih mulutku dan mengeluarkan cairan kenikmatmatannya dari vagi*anya

“Crooottt!!1Crotttt!!!Crottt!”

Bagai air mancur, acairan kenikmatan dari Kak Nurul terus mengalir deras. Aku mencoba untuk menghindar tapi sebagian air tersebut masuk ke dalam mulutku.

“Buka mulutmu. Minum semuanya.”Perintah Kak Andi.

Aku dengan menahan rasa jijik sedikit membuka mulutku. Membiarkan cairan tersebut mengalir masuk ke mulut dan terus turun menuju tenggorokkanku.

Awalnya aku jijik. Aku bahkan ingin muntah. Namun sensasi aneh yang bangkit karena situasi yang terjadi justru perlahan membuatku merasa nikmat. Aku bahkan dengan sengaja menyeruput dan menghisap vagi*a Kak Nurul. Berusaha agar setiap tetes cairan tersebut bisa kunikmati dan masuk dalam tubuhku.

“Wah wah wah, asyik banget ya tadi,”ujar Kak Andi yang duduk kembali usai menumpahkan semua spermanya.”Kamu boleh lepas.”

Kak Nurul menjatuhkan tubuhya ke samping. Membiarkanku berdiri terlentang dan mengggapi udara sebanyak-banyak setelah sebelumnya dibekap.

“Terima kasih tuan sudah memakai tubuh budak ini.”ujar Kak Nurul yang cepat-cepat mendekat dengan posisi merangkak kemudian bersujud di haddapan Kak Andi.

“Sama-sama budakku.”

Aku sekilas melihat aksi mereka. Dalam hati mulai timbul kecemburuan karena melihat Kak Nurul yang bisa dengan leluasanya merasakan kenikmatan dari pen*s Kak Andi.

Apakah aku harus menjadi seperti Kak Nurul untuk mendapatkan kenikmatan serupa?

BERSAMBUNG ….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *