Skip to content

Rahasia Asrama

Rahasia Asrama

CHAPTER 14

“Eh anjing, kamu sekarang berdiri di dekatku. Tangan di belakang punggung. Diam dan liat kami main.”perintah Pak Danu dengan suara keras.

“Baik Tuan.”Aku mengangguk patuh dan segera mengambil posisi berdiri di tepi ranjang.

Pak Danu langsung membalikkan tubuh Lisna hingga ia terbaring terlentang di ranjang. Tangan Pak Danu dengan kasur langsung merobek dress Lisna yang bahannya memang tipis bahkan sampai menerawang.

“aduh kok baju ku dirobek sih.”ujar Lisna dengan ekspresi kesal.

“Alah baju murah gini gak usah dipikirin.”

“Ih, mahal tahu.”

“Iya, nanti abang beliin deh yang lebih bagus.”

“Hore.”Lisna bersorak girang seperti anajk kecil yang dijanjikan untuk dibelikan mainan oleh orang tuanya.

Pak Danu tidak terlalu mendengarkan sorakan tersebut. Matanya fokus memandang sepasang buah dada Lisna yang begitu ranum dengan ukuran yang begitu pas dalam genggaman Pak Danu.

Tangan Pak Danu lalu menjulur mulai menjamah kedua buah dada yang ranum tersebut. Tangannya yang kasar nampak begitu kontras dengan buah dada Lisna yang putih dan lembut.

Tak puas hanya dengan tangan yang bermain, Pak Danu lalu mencodongkan kepalanya ke bawah. Meraih bibir Lisna dan memagutnya dengan kuat. Lidahnya bahkan ikut terjulur. Masuk menyusup di antara jepitan bibir mungil Lisna.

“Mmmmpphhh…”Lisna memejamkan matanya. Berusaha bernafas di tengah mulutnya yang tersumpal oleh kuncian bibir Pak Danu.

“Mmmmppphhh…”Pak Danu semakin kuat memagut. Tangannya juga semakin keras meremas buah dada Lisna.

Sementara kedua insan tersebut sedang memadu kasih lewat pemrainan lidah dan tangan, aku berdiri sendiri menahan siksaan. Bukan karena aku merasa lelah karena dibiarkan berdiri atau rasa malu karena aku tengah dalam kondisi telanjang melainkan karena aku dipaksa untuk menahan gejolak birahku.

Diriku yang baru saja merasakan kenikmatan tiada duanya di mulutku tiba-tiba harus ditinggalkan oleh kontol yang sebelumnya telah memberikan kenikmatan tersebut. Sekarang yang bisa kulakukan adalah diam melihat kontol tersebut memuaskan memek perempuan lain dengan mata kepalaku sendiri.

“Sudah siap?”tanya Pak Danu sejenak melepaskan ciumannya.

“Siapa apa nih, pak?”tanya Lisna balik.

“Ya ngentot lah. Masa main karambol.”

Mereka berdua kembali tertawa lepas.

“Ayo pak cepet masukin. Mememekku gatel ini.”goda Lisna yang langsung mengakangkan kakinya selebar mungkin. Memberikan akses Pak Danu untuk menikmati memeknya yang tersembunyi dibalik lebatnya bulu jembut.

“Ok. Siap-siap ya.”Pak Danu langsung mengambil posisi mengangkang di atas pinggang Lisna. Kontolnya yang sudah mengeras siap dihujamkan.

Blesshhh!!!! Kontol perkasa Pak Danu yang begitu besar dan keras akhirnya menerobos masuk ke dalam lipatan memek Lisna. Kontol itu tanpa ampun seakan merobek belahan memek Lisna dengan kontolnya yang keras.

“Ouuhhhhhh!!!!!”teriakan Lisna terdengar kencang hingga mulutnya membuka lebar dengan bentuk seperti huruf O.

“Mmmpphhh….”Pak Danu mendorong pinggulnya lagi. Memaksa kontolnya untuk terus maju bagai mata bor yang menggali lubang memek.

Kontol itu akhirnya sampai ke pintu rahim Lisna. Aksi kasar Pak Danu yang tanpa ampun mendorong kontolnya memberikan rasa sakit sekaligus kenikmatan pada Lisna.

“Aaaaaahhhhhhh….”Mata Lisna sampai membelalak lebar. Menerjemahkan rasa sakit akibat benturan kontol dengan pintu rahimnya sebagai sebuah kenikmatan yang sangat diinginkan oleh birahinya.

“Hah..hahh…hahhh…”Nafas Pak Danu tersenggal. Sejenak dia menghentikan aksinya untuk mengambil nafas.

Tak puas dengan hanya kontol yang beraksi, Pak Danu tiba-tiba mengangkat tangan kanannya ke arahku. Tangan itu langsung meriah buah dadaku dan meremasnya dengan kekuatan yang besar.

“Ahhh….”Aku menjerit tertahan. Cukup terkejut dengan aski yang Pak Danu lakukan.

Tapi tangan Pak Danu tidak beranjak dari tetek kananku. Tangan tersebut justru semakin keras meremas. Bahkan tangan Pak Danu sekali-kali memutar tokedku seperti gagang pintu.

Rasa sakit itu teramat menganggunguku. Apalagi ketika aku merasakan kuku Pak Danu yang mulai menekan kulit tokedku. Ingin rasanya aku melangkah mundur dan melepaskan diri dari cengkraman tangan Pak Danu. Namun tangan Pak Danu seakan menahan gerakanku. Tangannya menarik tokedku. Menarik tokedku ke arahnya. Membuatku mau tak mau harus mempertahankan posisiku.

“Memekmu memang mantep Lisna.”ucap Pak Danu berdecak kagum.

“Ahhh..makasih om.”

“Emmppphhh….”Pak Danu sejenak menarik kembali kontolnya hingga bagian pangkalnya sebagian terlihat keluar dari lipatan memek. Hanya sejenak hal itu terjadi. Pak Danu langsung kembali memasukkan kontolnya untuk mengebor lubang memek Lisna.

“Aduhhhh….”

“Ahhhh…ternyata masih sempit memekmu.”puji Pak Danu.

Kontol itu kemudian secara perlahan mulai timbul tenggelam masuk ke dalam memek Lisna bagaikan piston yang dipacu. Gesekan yang terjadi akibat gerakan tersebut memberikan kenikmatan baik pada Pak Danu maupun pada Lisna.

Sementara itu, perlahan aku mulai merasakan birahiku meningkat. Melihat bagaimana wajah Pak Danu dan Lisna yang menggambarkan kenikmatan syahwat yang mereka rasakan.

Perasaan itu, perasaan bahagia yang tidak terkira. Perasaan yang sepertinya tidak akan pernah bisa disandingkan dengan semua kebahagiaan yang pernah kurasakan.

Seiring dengan permainan Pak Danu dan Lisna yang memanas, tangan Pak Danu semakin aktif memainkan tokedku.

Kini jari jemarinya mulai menyentil-nyentil putingku. Untuk sejurus kemudian jari tersebut mulai menjepit lalu memutar dan menarik putingku. Aku bahkan sampai menunduk karena tarikan kuat yang dilakukan.

“Awww…”aku menjerit kesakitan karena putingku yang kembali diputar dengan keras oleh Pak Danu.

“Sudah diam saja.”tegur Pak Danu.

Aku mengangguk patuh.

Pak Danu kembali memompa kontolnya. Kini lebih cepat dan lebih kuat. Sedangkan di bawah Lisna sudah terbaring pasrah. Membiarkan memeknya mengambil alih tugas untuk memberikan kneikmatan pada kontol pelanggannya.

Selang beberapa menit kemudian, tubuh Pak Danu nampak menegang hebat. Matanya berputar. Detak jantungnya meningkat. Tangannya kembali meremas tokedku bagai tangan yang meremas santan.

Sejurus kemudian, Pak Danu sampai pada klimaksnya.

CROTT!!CROOOTTTT! !!!1 Entah ada berapa kali semburan sperma yang dilakukan oleh kontol Pak Danu. Namun sperma yang keluar dari kontol tersebut sangat banyak hingga memenuhi memek Lisna. Bahkan sperma tersebut hingga meluber keluar layaknya lelehan lava yang dikeluakan gunung berapi.

Pak Danu langsung melepaskan kontolnya sekaligus tangannya yang meremas tokedku. Tubuhnya kemudian jatuh ambruk di atas kasur disertai dengan nafasnya yang naik turun berusaha memulihkan kadar oksigen dalam tubuh.

CROOOTTT!!!CROOOOTTTCROOO!!! Hanya berapa kejap saja setelah memeknya dipenuhi dengan sperma, Lisna mulai meledakkan cairan kenikmatannya sendiri. Cairan bening keputihan sebagai tanda dirinya mencapai puncak kenikmatan terus mengalir turun. Bercampur dengan sperma yang baru saja dimuntahkan oleh kontol Pak Danu. Terus mengalir turun hingga akhirnya membasahi seprei.

“Ahhhh…Aaaahhhh….”Lisna memejamkan matanya. Menikmati roler coaster nafsu yang baru saja dia alami. Stamina luar biasa Pak Danu yang dipadukan dengan kontolnya yang bear dan keras dengan cepat mengirim Lisna ke puncak kenikmatan birahi. Kenikmatan yang selalu diiringin dengan cairan klimaks.

Aku diam membisu melihat dua insan yang telah mlakukan aksi bejad layaknya binatang itu. Aku yang dulu mungkin sudah memalingkan wajahku dengan perasaan jijik dan pandangan yang menyipit hina. Namun kali ini, aku justru merasakan perasana yang lain.

Aku cemburu. Ya. Sulit untuk mengakuinya tapi aku iri dengan Lisna yang bisa merasakan kehangatan sperma yang memenuhi rahimnya. Aku iri pada Lisna yang bisa merasakna gesekan kontol keras nan bear yang menggesek dinding rahimnya. Aku iri pada Lisna yang bisa menggapai puncak kenikmatan bahkan sampai mengalami orgasme.

Kenapa aku tidak bisa seperti dirinya. Bukankah aku yang sebelunya telah mengantarkan kontol Pak Danu dalam kenikmatan. Kenapa kontol yang begitu kudambakan tersebut justru memilih memek Lisna sebagai tempat berlabuh spermanya.

Aku ingin menggapai kenikmatan itu. Aku ingin birahi terpenuhi. Aku ingin merasakan kontol tersebut menggesek dinding rahimku. Aku ingin kontol itu menembus jepitan memekku. Aku ingin merasakna aliran peju itu. Kenapa? Kenapa aku tidak bisa menggapainya.

Aku perlahan menggerekkan tanganku. Ingin memberikan kenikmatan yang sama pada memekku sebagaimana yang kulihat dilakukan oleh beberapa orang di sekitarku. Namun ketika aku menelusuri bagian selangkanganku, aku mendapati satu dinding kokoh yang tidak bisa kutembus. Chasity belt.

Sabuk sialan itu mengunci rapat memekku. Membuatnya tidak bisa tersentuh oleh apapun termasuk oleh tanganku sendiri. Aku mencoba menekan-nekan chasity belt itu. Aku bahkan berusaha menariknya. Namun sabuk sialan itu masih bergeming. Tak beranjak sedikitpun oleh semua gerakan yang kulakukan.

Aku semakin frustasi. Aku menjepitkan pahaku. Berusaha untuk merangsang diriku sendiri. Namun chasity belt itu bagai menekanku dengan kuat. Menutupi semua kesempatan untuk memancing birahi.

Aku mendengus kesal. Chasity belt yang sebelumnya dipasang sebagai pelindungku untuk menjaga keperawananku justru kini berbalik menjadi benteng kokoh yang menghalangiku dalam menggapai orgasmeku.

Akhirnya, apa yang bisa kulakukan hanyalah memainkan putingku. Berharap dapat merangsang birahiku lewat kontak di titik sensitifku.

“Eh, anjing. Kenapa lu malah mainin toked lu!”bentak Lisna tiba-tiba.

Aku menangkat kepalaku. Tanpa kusadari Lisna telah duduk dengan pandangan tajam ke arahku. Begitupun Pak Danu yang sudah mengambil posisi duduk di atas ranjang.

“Eh…maaf Nyonya.”kataku terbata-bata.

“Sini, lu jilatin dulu memekku.”

Aku menelan ludah. Melihat memek Lisna yang lebat dipenuhi oleh bulu jembut tersebut yang masih mengeluarkan campuran peju dan cairan kenikmatannya.

“Loh, kok malah bengong. Ayo cepat.”bentak Lisna lagi.

Aku akhirnya dengan gerakan penuh ragu ikut naik ke atas ranjang dengan ukuran king size yang bagian sepreinya sudah berhias noda campuran peju.

Aku duduk di depan Lisna yang mengakang. Terlihat senyuman puas terpasang di wajahnya karena berhasil membuat seorang perempuan alim dan berhijab sepertiku tunduk dan merelakan mulut sucinya unutk menjilati memeknya yang penuh peju.

“Jilatin yang bener. Pastiin gak ada satu tetespun yang tersisa.”

“Baik Nyonya.”

Aku menundukkan badanku beserta kepalaku layaknya telah mempersembakan kemuliaan dan kehormatan di hadaan memek seorang pelacur. Kemudian dari mulutku terjulur lidah yang pelan menyentuh bagian permukaan dari memek Lisna yang begitu lembab karena masih tersisa peju yang mengalir keluar dari celah di tengahnya.

“Emmpppphhh…”Bagai tersengat listrik Lisna merasakan ujung lidahku yang mengenai bibir memeknya.

Aku tak terlalu memperhatikan reaksinya. Lidahku sibuk bergerak dari atas ke bawah. Menampung cairan apapun yang ada di sana.

Rasa amis segera bisa kurasakan dengan jelas. Ditambah dengan aroma yang kucium karena posisi hidungku yang berdekatan semakin menegaskan hal tersebut. Aku seharusnya jijik dengan apa yang kulakukan namun ternyata birahi berkata lain.

Aku justru merasakan kenikmatan. Peju yang begitu segar dan amis layaknya sushi yang menawarkan kenikmatan dari kesegaran bahannya. Terlebih setiap tetes peju yang tersentuh dengan indra perasa di bagian lidahku diterjemahkan sebagai kenikmatan dari kontol keras nan perkasa yang sebelumnya kudambakan.

Aku semakin mempercepat gerakan lidahku. Memastikan tidak ada satu tetes air pun yang tumpah dari celah memek tersebut. Aku tak peduli lagi dengan aroma pesing dan amis yang berpadu menggelitik indra penciumanku. Hal tersebut seakan menjadi bumbu tambahan yang semakin menambah kenikmatan yang kurasakan.

Kini lidahku semakin berani menelusuri memek tersebut. Bahkan aku mulai mendorong lidahku masuk melewati jepitan dari memek Lisna. Lidahku kuangkat bagaikan hendka mengais sisa emas yang tersisa.

“Ahhhhh….yessss….manteeeeep…”Lisna memejamkan matanya pertanda kenikmatan akibat aksi yang dilancarkan oleh lidahku. Tangannya terulur dan mencengkram kepalaku lalu mendorongnya semakin mendekai selangkangannya hingga hidung serta wajahku kini sepenuhnya menyentuh bagian selangkangannya yang berbulu lebat.

Aku tidak peduli dengan aksi yang dilakukan. Diriku bagaikan telah mabuk oleh kenikmatan rasa dari peju yang berpadu dengan memek. Perpaduan yang sebelumnya telah mengantarkanku hingga bisa terlahir ke dunia.

Aku semakin rakus sekarang. Mulutku tak henti-hentinya menyeruput memek tersebut. Seakan merasa kalau peju itu sangat mubazzir apabila tidak melewati kerongkonganku.

PLAKKK!!! Tiba-tiba saja aku merasakan nyeri yang sangat di bagian pantatku. Aku ingin berbalik untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi namun tangan Lisna semakin erat mencengkram kepalaku. Tidak membiarkanku unutk sekedar menoleh sejenak ke belakang.

PLAKKKK!!! Suara tamparan keras terdengar. Seperti hasil kontak dari dua kulit yang berbeda. Diiringi kemudian rasa sakit yang menyengat dan semakin menjalar di permuakaan pantatku yang halus.

“Beuhhhh…ternyata gak Cuma tokednya yang mantep. Pantatnya juga enak buat ditampol.”komentar Pak Danu.

Mendengar komentar Pak Danu membuatku bergegas mengambil kesimuplan kalau pantatku sekarang berfungsi sebagai samsak untuk tamparan dari Pak Danu.

“Gak usah segan om. Tampar saja sepuasnya.”ujar Lisna memprovokasi.

Mendengar kalimat yang mengompori itu, Pak Danu semakin kencang mengayunkan tangannya. Tanpa ragu dia menghantamkan telapak tangannya yang keras ke permukaan pantatku yang halus dan lembut.

PLAKKK!!! Rasi sakit kembali kurasakan ketika tangan Pak Danu kembali mendarat di pantatku.

Aku meringis kesakitan. Tapi hanya sejenak aku bisa merasakan hal tersebut karena belasan tamparan terus datang susul menyusul bagaikan berlomba untuk bisa menyakiti pantat mulusku.

PLAKK! PLAKK! PLAKK!

Setelah seamkin banyak tamparan yang kuterima di pantatku, aku mulai menerjemahkan rasa yang lain. Entah kenapa aku perlahan justru merasakan kenikmatan.

Aku tak yakin apa yang terjadi. Apakah ini sebagai mekanisme pertahanan tubuhku yang membuatku beradaptasi dengan siksaan yang kualami. Atau apakah ini karena memang aku diam-diam menginginkannya.

Birahiku semakin terbakar. Sensasi yang kuraskana dari pukulan di pantat dan juga rasa peju di mulutku membuatku seakan terbang ke puncak kenikmatan.

Tapi lagi-lagi chasity beltku menghalangiku. Benda sialan itu bagai segel kutukan yang mengekang keras bagian paling sensitif dari tubuhku dan membuat nafsuku terkekang kuat.

Aku mencoba untuk mendorong keluar cairan kenikmatanku. Tapi chasity bel semakin erat mengekangku. Membuatku tidak dapat campai pada titik klimaks.

“Ahhhh….”Lisna sejenak melepaskan tangannya dari kepalaku. Tubuhnya tersentak ke belakang dengan posisi selangkang yang masih terbuka lebar dan terkespos juelas.

Crottt!! Crooott!! Tak selang lama dari memek Lisna, keluar kembali cairan kenikmatannya yang bagai ledakan. Cairan itu tanpa ampun langsung membasahi wajahku yang tak sempat untuk menghindar.

“Uhhhh…emang enak ini.”Lisna tersenyum puas.

“Ah…emang gak salah ini cewek.”timpal Pak Danu.

Aku tak terlalu mendengarnya. Aku yang kelelahan akhirnya jatuh tertidur

 BERSAMBUNG …. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *