Skip to content

Rahasia Asrama

Rahasia Asrama

CHAPTER 6

Rupanya Bu Citra mengajakku ke mendekati salah satu rak berisi berisi berbagai perlatan olah raga yang ditumpuk sembarangan. Namun Bu Citra dengan satu tangan menggeser lemari tersebut. Rupanya di balik lemari tersebut ada sebuah ruangan berukuran 3×3 yang dilengkapi dengan sofa dan meja kecil. Ada pula dispenser dan kulkas kecil di sudut ruangan.

“Silahkan duduk, Anita”ujar Bu Citra mempersilahkan.

Aku duduk di salah satu sofa. Masih menatap Bu Citra dengan tajam.

“Jadi kamu tinggal di tempatnya Bu Nayla?”

“Ibu kenal Bu Nayla?”

“Kenal Bu Nayla? Kenallah. Beliau salah satu petinggi program.”

“Apa yang ibu maksud sama program?”

“Tentu saja program untuk mendidik mahasiswi menjadi budak yang penurut.”

Aku mendengus.”Omong kosong. Ibu sama Bu Nayla Cuma ingin bikin mahasiswi di sini jadi lonte.”

“Tentu saja beda. Lonte menjual badan mereka untuk mendapatkan uang. Mereka melakukannya dengan kerelaan hati.”

“Berarti mereka lebih parah lagi. Mereka cewek nakal!”

Bu Citra menghela nafas.”Kamu masih terlalu polos Anita. Kamu memandang sesuatu dari dua kutub ekstrem. Benar dan salah. Baik dan buruk.”

“Karena memang begitulah dunia.”tegasku

“Tidak. Mari ibu buat perempuan. Menurumu, perempuan yang menggoda seorang lelaki itu disebut apa?”

“Cewek nakal lah!”

“Bagaimana kalau istri yang menggoda suaminya sendiri.”

Aku terdiam.

“Ta, kehidupan tak sesederhana hitam dan putih. Ada kalanya kebaikan menjadi keburukan dan kejahatan menjadi kebenaran. Semua bisa berubah seiring dengan kondisi, tujuan, dan faktor lainnya.”

“Tapi kan itu semua menentang norma yang ada!”

“Menurutmu Anita, kalau seluruh dunia sepakat mencuri adalah kebaikan, apa kamu bakal bilang kalau pencurian itu baik juga? Enggak kan. Maka dalam menilai sesuatu sebaiknya kamu buang jauh-jauh norma masyarakat sebab itu sangat relatif.”

Aku meremas tanganku. Aku tidak tahu apa tujuan Bu Citra mengatakan ini semua. Dia seperti hendak mengguncang keyakinanku.

“Tapi apa yang ibu dan Bu Nayla lakukan itu sudah keterlaluan bejadnya.”

“Ada alasan kenapa program ini diciptakan. Kayaknya Bu Nayla pernah cerita alasannya.”

“Itu alasan yang gak masuk akal. Masa kita buat perempuan jadi budak Cuma buat mengerti apa artinya cinta.”

“Bukannya seorang ibu harus menjalani sakitnya mengandung, melahirkan, dan membesarkan untuk dapat mengenal cinta kepada anaknya?”

Aku mendesis frustasi. Sepertnya argumen Bu Citra terlalu kokoh untuk sekedar kuguncang.

“Sepertinya kau belum diceritakan mengenai apa yang dimaksud dengan program itu.”Bu Citra tersenyum sambil menenggak minumannya.”Biar ibu ceritakan sekilas. Kebetulan masih ada beberapa menit sebelum acaranya dimulai.”

“Dulu Bu Nayla mengumpulkan beberapa dosen senior dari berbagai universitas di kota ini. Beliau bilang kalau mahasiswi zaman sekarang mulai keluar dari peran seharusnya. Makanya lulusan bakal jadi perempuan karir yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai lupa keluarganya.”

“Memang apa salahnya?”

“Kamu tahu begitu banyak angka perceraian akhir-akhir ini. Belum lagi keluarga yang tidak harmonis. Perempuan yang seharusnya menjadi sosok yang penuh kasih sayang justru menjadi pihak paling egois dan tidak mau berkorban. Apa jadinya? Anak-anak yang harusnya menjadi generasi pelanjut yang dikorbankan.”

“Tapi gak perlu buat program seekstrim ini. Sampai jadikan mahasiswi lonte,”Aku masih berkeras.

“Kodrat utama perempuan adalah menurut dalam urusan sex. Itu adalah peran yang seringkali dilupakan oleh orang-orang. Makanya Bu Nayla mencanangkan program UPM ( Unit Pelayanan Mahasiswi). Beliau akan memilih beberapa mahasiswi dari berbagai kampus di kota ini untuk belajar cara melayani yang benar sehingga esok hari ketika mereka sudah menjadi istri, mereka bisa melayani suami dan keluarganya dengan baik.”

“Termasuk memperlakukan mereka menjadi anjing?”

Bu Citra terkekeh.”Jadi kamu sudah liat ya. Sekedar bocoran saja, yang kamu liat itu Cuma secuil dari banyaknya fantasi sex yang terwujud.”

“Ibu belum jawab pertanyaan saya. Kenapa program ini memperlakukan mahasiswi bahkan seperti binatang. Ini sangat tidak manusiawi.”

Bu Citra tersenyum lemah memandangku.”Ah, ada baiknya kamu lihat langsung saja apa yang kamu bilang sebagai tindakan yang tidak manusiawi.”

Bu Citra mendadak berdiri dari tempat duduknya.

“Ibu mau kemana?”

“Mau cek teman-temanmu lah. Ayo ikut.”

Karena tak punya pilihan, aku pun ikut berdiri dan mengikuti langkah Bu Citra keluar dari ruangan ini.

Rupanya bagian gudang entah bagaimana sudah ditata dengan cepat sehingga tak ada lagi barang yang berserakan. Tapi bagian yang sangat membuatku terkejut justru ada pada Kak Rara dan ketiga temannya.

Mereka berempat dijajarkan di tembok dalam keadaan terikat yang aneh. Ada sebuah meja panjang yang diduduki mereka berempat. Bagian bawah mereka sepenuhnya terbuka tanpa ada sehelai kain pun yang menutupinya sehingga aku bisa menatap 4 memek gundul yang agak samar karena penerangan. Apalagi dengan posisi kaki mereka yang terbuka dan lutut tertekuk seperti membentuk huruf M. Yang kemudian ada semacam tali yang tertancap di didinding yang mengikat lutut mereka sehingga posisi itu menjadi tertahan.

Tangan mereka semua terika di belakang punggung. Sementara itu mulut mereka tersumpal oleh semacam bola yang terikat dengan seutas tali yang menjulur ke belakang kepala sehingga mulut mereka selalu terbuka hingga tanpa sadar air liur menetes dari bibir mereka.

“Ini apa-apaan Bu!”Aku berseru kencang.

“Tenanglah, Anita. Untuk saat ini kamu hanya boleh diam dan memperhatikan.”Suara Bu Citra mulai berubah menjadi mengancam.”

Entah kenapa aku langsung berdiri dalam diam. Mulutku tersumpal seakan ada segenggam pasir di sana.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara gema langkah kaki di balik pintu gudang. Pertanda ada orang yang mendekat. Dan benar saja, beberapa orang masuk ke dalam tempat ini.

Mereka semua mengenakan topeng pesta yang hanya menutupi wajah bagian atas. Meski begitu aku masih bisa mengenali kalau mereka adalah dosen-dosen di kampusku. Mereka semua kalau ditotal ada 20 dimana mereka masih menggunakan kemeja sebagai atasan. Tapi bagian bawah mereka tidak dibalut dengan kain apapun sehingga kontol mereka terlihat jelas.

Aku cepat-cepat memalingkan wajahku karena sempat bersitatap dengan kontol berurat yang dipenuhi dengan bulu-bulu tersebut.

“Waduh Bu Citra, ada mainan baru ini.”ujar salah satu dosen yang datang.

“Jangan pak. Ini masih anggota magang.”

“Yaelah. Sudah kayak perusahaan saja pakai magang-magang.”

“Beneran ini. Titipan Bu Nayla.”

“Ohhhh…..”

“Kenapa gak langsung praktik saja?”imbuh seorang dosen yang lain yang menatapku dengan pandangan yang menyiratkan nafsu.

“Mana saya tahu. Itu kan keputusannya Bu Nayla.”

“Udahlah pak, gak usah ganjen begitu. Sudah untung kita bisa pakai ini 4 mahasiswi.”

“Kalau bisa tambah memek lagi, kenapa enggak.”

Mereka semua slaing tertawa lepas. Seakan pemandangan 4 mahasiswi yang setengah bugil sama sekali bukanlah hal yang aneh.

“Ok, Anita, kamu duduk di sini.”Bu Citra menunjuk sebuah bangku yang biasa dipakai di kelas.

“Ibu serius saya harus ngeliat?”

“Ini kan bagian taruhanmu sama Bu Nayla? Sudah nurut saja. Oh pastiin kamu ngeliat semuanya. Jangna peamkan matamu.”

“Baik bu.”

Aku akhirnya dengan pelan berjalan menuju kursi tersebut dan mendudukinya. Posisi kursi tersebut agak di pojok salah satu sisi ruangan sehingga aku bisa melihat secara langsung keempat mahasiswi dan memeknya tanpa terhalang oleh tubuh dosen yang lain.

“Baik bapak-bapak semua, silahkan berbaris dulu. Kita pemanasan.”

“Siap bu!”ujar mereka serempak.

Mereka kemudian berbaris dalam satu garis memanjang. Kontol mereka teracung keras sedangkan tangan mereka terlipat di belakang.

Kemudian dimulailah salah satu aksi yang membuatku jijik. Bu Citra berjongkok ke depan kontol salah satu dosen. Lalu lidah Bu Citra terjulur menjilati ujung kontol tersebut. Seketika kontol tersebut mulai bergetar sebagai respon nafsu yang meningkat.

Tak lama Bu Citra memainkan kontol tersebut. Hanya sekitar semenit. Bu Citra langsung bergeser ke kontol sebelah dan mulai menjilati kontol tersebut. Begitulah yang Bu Citra lakukan sampai kedua belas dosen tersebut merasakan lidah Bu Citra di kontolnya.

“Ah, memang lidahnya Bu Citra selali paling top.”

“Hahahaha. Biasa saja bapak ini,”ujar Bu Citra setelah menyelesaikan kontol yang terakhir.

“Serius bu. Masa Cuma satu menit kontol saya sudah ngaceng gini.”

“Hihihihi. Bapaknya kali yang memang sudah ngaceng dari sananya.”

“Ya udahlah. Lama banget basa-basinya. Saya sudah gak sabar ini mau mulai programnya.”

“Silahkan bapak-bapak dinikmati memeknya.”ucap Bu Citra mempersilahkan.

“Siapa ini yang mulai duluan?”

Bu Citra tersenyum dan menunjuk 4 orang dosen.”Yang saya tunjuk silahkan mulai.”

“Yes, saya dulu ya pak!”seru salah seorang dosen yang ditunjuk oleh Bu Citra.

“Hu. Gak usah sombong.”balas salah seorang dosen yang tidak ditunjuk.

Empat orang dosen kemudian maju dan mendekati keempat mahasiswi tersebut yang bagian atasnya masih lengkap namun bagian bawahnya tidak terutup sehelai kainpun sehingga paha dan memeknya bisa terlihat jelas.

“Halo Rara,”sapa salah satu dosen yang maju.

“Halo pak Bagus.”

“Wah, makin cantik saja kamu, Ra,”Dosen bernama Pak Bagus itu dengan lancang menjulurkan tangannya dan mengelus wajah Kak Rara.

“Ihhh, bapak genit deh.”

“Hehehehe. Kalau secantik ini, masa gak genit.”

“Hihihihi. Bapak begitu deh.”

Hatiku berdebar dengan kencang melihat kelakuan mereka semua. Kak Rara yang merupakan ketua BEM yang yang disegani oleh semua mahasiswa termasuk olehku kini bergenit ria dengan salah satu dosen dengan kondisi pinggang ke bawah tidak ditutupi oleh sehelai kainpun.

“Pak, pakai memek Rara dong, sudah kangen nih.”

“Eh, masa ketua BEM ngemis kontol bapak. Kamu gak malu?”goda Pak Bagus.

“Kan Rara kalau di sini lontenya semua dosen,”tukas Rara genit.

“Hahahaha. Kamu memang lonte yang pinter, Ra.”Pak Bagus menepuk-nepuk kepala Kak Rara dan kini bibirnya bahkan dengna berani menyosor dan melumat mulut Kak Rara.”Siapa ini yang ngajarin.”

“Pak Baguslah!”

“Diajarin apa sama Pak Bagus?”

“Diajarin supaya jadi lonte yang siap ngasih memeknya buat melayani dosen-dosen sebagai wujud bakti mahasiswi.”

“Pinter kamu.”Pak Bagus dengan gemas mencubit hidung Kak Rara.

“Ayo pak cepet masukin kontolnya. Rara sudah gak sabar ini.”

“Wah, mahasiswa bapak sudah kangen kontol ya?”Pak Bagus menegakkan posisinya dan memposisikan ujung kontolnya untuk menghujam memek Kak Rara.

Blessshhh!!!1 kontol itu seketika hilang setengahnya karena ditelan oleh jepitan memek Kak Rara.

“Ouhhhhhhh!!!!”Kak Rara mendesah kenikmatan ketika kontol itu telah mantap memasuki memeknya.

“Ahhhhhh!!! Memekmu memang selalu sempit, Ra!”Pak Bagus menyentakkan kembali pinggangnya agar kontolnya dapat masuk lebih dalam melewati jepitan dari memek Kak Rara.

“Ayo Pak lebih dalam lagi!!!!”

“Siap!!!”Mendapati kata-kata penyemanagat itu, Pak Bagus makin kencang mendorong kontolnya memasuki memek Kak Rara

Plop!Plop!Plop! Tak Cuma dimasukkan seklai, Pak Bagus rupanya malah memompa kontolnya agar keluar masuk dari memek Kak Rara.

“Mmmppphhhh!!!”Mulut Kak Rara yang sempat terbuka kini langsung dilumat secara rakus oleh Pak Bagus.

“Mmmmmpphhhh!!! Gak nyangka bibirmu masih enak saja Ra.”komentar Pak Bagus sebelum akhirnya kembali mencium mulut Kak Rara dengan ganas.

“Ayo pak lebih semangat lagi genjotnya!”

“Hehehehehe. Dasar lonte. Bukannya malu malah nyemangatin.”

Rupanya gesekan antara kontol dengan bagian dalam memek Kak Rara membangkitkan birahi Pak Bagus secara drastis. Hal tersebut terbukti dari tubuhnya yang mulai bergetar karena nafsu yang memuncak.

“Ahhhhh…bapak mau keluar.”

“Ayo pak, keluarin peju bapak di memek lonte ini.”

“Siap-siap ya….”

Crot!Crot!Crot! Kontol Pak Bagus memuntahkan beberapa semprotan berupa cairan putih kental yang cukup banya ke dalam lipatan memek Kak Rara.

“Hahahhhhhhahhhhh!!!!”Pak Bagus menghela nafasnya secara terengah-engah begitu dia melepaskan semprotan terakhir.

“Bapak gak kenapa-kenapa?”tanya Kak Rara cemas pada orang yang baru saja menumpahkan sperma ke dalam memeknya.

“Gak papa. Cuma gara-gara memekmu yang sempit sih. Bapak jadinya butuh tenaga ekstra.”

“Hihihihi. Makanya bapak rajin olah raga dong. Jadi bisa kuat genjot memek Rara.”

“Iya iya. Nanti bapak olah raga deh.”

Aku menatap tak percaya aksi yang baru saa diperagakan oleh Kak Rara. Bagaimana bisa seorang ketua BEM yang terhormat justru menikmati ketika memeknya dipakai oleh dosennya sendiri. Kak Rara bahkan terlihat puas dan menggoda Pak Bagus seakan itu semua adalah kenikmatan yang besar.

“Pak Bagus, mundur dulu. Sudah selesai jatah bapak,”ujar Bu Citra yang muncul tiba-tiba di belakang.

“Aduh, padahal kan masih ingin merasakan mekenya Rara.”

“heheheh. Kan jatahnya satu orang satu.”

“Kamu sih gus, cepet keluar,”ejek salah satu dosen yang melakukan aksi serupa dengan mahasiswa di sebelah Kak Rara yaitu menggenjot memek.

“Mari pak saya bersihkan dulu kontolnya.”

“Iya Bu.”

Bu Citra kemudian berlutut di depan kontol Pak Bagus dan mulai menjilati sisa sperma yang masih menempel di kontol tersebut. Tak terlihat rasa jijik semakli di wajah Bu Citra ketika harus menggunakan lidahnya untuk membersihkan kontol seseorang.

“Sudah selesai ya pak.”ujar Bu Citra semenit kemudian.

“Makasih ya bu.”ujar Pak Bagus seraya berjalan menjauh dan duduk di tempat para dosen.

“Silahkan selanjutnya.”

Satu dosen lagi kemudian maju dan memakai Kak Rara seperti sebelumnya. Satu dosen lainnya yang telah selesai juga dibersihkan kontolnya oleh Bu Citra.

Itulah kegiatan yang kulihat sepanjang sore ini. Empat mahasiswi dipakai bergiliran masing-masing oleh 3 dosen yang berbeda sampai memek mereka diisi oleh peju dosen-dosen tersebut. Kemudian setelah selesai kontol mereka dibersihkan oleh Bu Citra dengan cara dijilat.

Namun entah kenapa mulai muncul perasaan aneh dalam diriku. Menyaksikan bagaimana Bu Citra, Kak Rara dan mahasiswi lainnya menikmati permainan mesum ini sedikit demi sedikit mulai mengubah prespesiku. Apakah mungkin kegiatan ini tidak sepenuhnya buruk sebagaimana yang diucapkan oleh Bu Citra.

Jam menunjukkan pukul 17.30 ketika dosen terakhir telah selesai dibersihkan kontolnya oleh Bu Citra. Semua dosen telah duduk kembali ke kursi yang dijajar.

“Baik bapak-bapak sekalian, sudah puas nikmatin memeknya?”

“Puas banget!”jawab semua orang serempak.

“Terima kasih sudah menggunakan layanan dari Unit Kenikmatan Mahasiswi. Semoga dengan sperma bapak-bapak sekalian mahasiswi kita bisa jadi makin pinter kuliahnya.”

Mereka semua tertawa mendengar kalimat terakhir dari Bu Citra.

“Baiklah kita akan masuk ke acara penutup yaitu aksi persembahan dari mahasiswi kita.”

Prok!prok!prok! Dosen-dosen itu bertepuk tangan meriah.

“Mereka masih belum selesai?”tanyaku heran. Tak menyangka masih akan ada kebejatan yang dipertontonkan.

“Baik tunggu dulu sebentar.”

Bu Citra kemudian mendekat dan melepaskan semua ikatan pada keempat mahasiswinya. Mulai dari lutut sampai tangan. Terliat ada bekas merah tanda mereka diikat cukup lama sebelumnya.

Keempat mahasiswi itu pun tidak bersititrahat mereka justru mengambil posisi saling berpasangan. Satu mahasiswi tidak berjilbab bersama dengan satu mahasiswi berjilbab. Mereka saling berhadap-hadapan dengan kondisi serupa yaitu tidak mengenakan bawahan.

Cluppp! Mereka mulai saling berciuman dengan sangat mesranya. Mereka seakna lupa kalau mereka memiliki gender yang sama.

Mataku tak bisa lepas dari Kak Rara yang sedang bersama salah satu temannya yang berilbab. Mereka berdua saling bertukar ciuman sampai-sampai lidah mereka bergantian masuk ke dalam mulut pasangannya. Tangan mereka pun tak diam dan menggerayangi mulai dari punggung sampai pantat lawannya.

Meski pun yang kulihat adalah aksi lesbian yang sejatinya sangat bertentangan dengan ajaran yang kupercaya, tapi entah kenapa aku justru mulai merasakan rangsangan aneh muncul dalam diriku. Aku merasakan gatal di bagian vagina dan juga payudaraku. Jantungku berdegup kencang seakan aku sedang lari. Apa yang sebenarnya terjadi padaku.

Kemudian Kak Rara berbaring di atas lantai tanpa alas. Kakinya terbuka membuat memeknya terkespos dengna jelas. Kemudian pasangannya memposisikan memeknya di atas wajah Kak Rara sedangkan mulutnya sendiri menjilati memek Kak Rara. Alhasil mereka berdua saling menjilat memek pasangannya. Begitupun dengan dua orang lainnya.

Slurruuuupp!Slurruuuupppp!Sluruuuupppp! Mulut mereka tanpa easa jijik sedikitpun menghabiskan sisa lelehan peju yang ada di memek pasangannya. Mata mereka justru berkilauan seakan peju itu adalah makanan terlezat di dunia.

Sementara itu aku tanpa sadar mulai mengelus-elus payudaraku dari luar gamis yang kupakai. Entah kenapa melihat aksi yang dilancarkan Kak Rara membuatku membayangkan di posisinya. Membiarkan memekku ditusuk oleh para dosen dalam keadaan terikat kemudian dijilati oleh teman sisa pejunya.

Aku hendak mengelus memekku tapi kemudian yang kuraskan adalah chasity belt yang menghalangi tanganku. Permukaannya yang keras menghalangi gerakan tanganku. Hal itu justru membuatku semakin frustasi karena tidak mendapatkan pelampiasan.

Entah apa yang sebenarnya terjadi padak

 BERSAMBUNG …. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *