Pak Bejo Suharso yang pensiunan PNS bertubuh gemuk, dengan kulit hitam kecoklatan terbakar matahari dan berusia enam puluh dua tahun.
Wajahnya sudah dipenuhi keriput, matanya kemerahan dan rambutnya yang ikal mulai membotak. Wajahnya bukan wajah seorang pria tua yang simpatik, bahkan cenderung buruk rupa.
Walaupun bukan orang berada dan hidup serba kekurangan, Pak Bejo dikenal lumayan akrab dengan penghuni sekitar sehingga sering dimintai bantuan dan punya banyak kawan di kampungnya.
Tapi di balik penampilannya pada Alya sekeluarga, Pak Bejo sebetulnya adalah seorang preman yang sering judi, jajan PSK, mabuk-mabukan dengan anak-anak muda dan berkelahi dengan orang yang tidak disukainya. Satu lagi kejelekan Pak Bejo, orang ini sangat mesum.
Pak Bejo dan istrinya hampir tiap hari berkunjung ke rumah keluarga Hendra dan Alya.
Biasanya Bu Bejo akan merawat Opi yang masih kecil setiap kali Hendra dan istrinya pergi bekerja.
Pak Bejo dan istrinya memang suka dengan anak kecil apalagi yang selucu dan secantik Opi, tapi Pak Bejo lebih suka dengan ibunya yang luar biasa manis dan seksi.
Alya yang masih muda dan jelita adalah wanita impian Pak Bejo.
Sejak pindah ke kampung ini, Pak Bejo tak pernah melewatkan mengamati ibu muda yang segar itu. Wajahnya yang cantik, tubuhnya yang seksi, baunya yang harum, kakinya yang jenjang, kulitnya yang putih mulus, rambutnya hitamnya yang panjang sebahu, buah dadanya yang montok dan membusung, pantatnya yang bulat, semuanya Pak Bejo suka.
Sejak Bu Bejo dipercaya dan sering dipanggil sebagai babysitter keluarga Hendra, Pak Bejo bisa memuaskan dahaga nafsunya dengan mencuri-curi pandang ke arah semua titik lekuk keindahan tubuh Alya. ‘Si Alya memang benar-benar dahsyat.’ Kata Pak Bejo dalam hati, “Coba lihat aja bibirnya.
Uahahhh, pokoke maknyuuuss.
Kalo dipake buat nyepong, baru nempel aja paling aku udah keluar.” Hari ini dia lebih beruntung lagi, karena tadi pagi sempat mencuri celana dalam Alya yang belum dicuci.
Dia sempat mencium bau harum belahan selangkangan Alya dari celana dalam bekas pakainya itu.
Setelah istrinya tidur, malam ini Pak Bejo beringsut ke kamar mandi dengan sembunyi-sembunyi sambil membawa celana dalam Alya.
Buat apa lagi kalau bukan buat coli? Ia segera bermasturbasi dengan membayangkan wajah Alya dan mimpi bercinta dengan istri Hendra itu dari segala macam posisi. Pak Bejo merem melek dan mendengus-dengus penuh nafsu. ‘Wah,’ pikirnya. ‘Kalau cuma begini terus, bisa rusak kontol ini aku betot.
Gimana yah caranya bisa ngentotin si Alya yang semlohay itu? Aku musti cari cara buat bisa masukin kontol ini ke memeknya!’ Setelah orgasme dan melepaskan air mani ke lantai kamar mandi, Pak Bejo kembali ke teras dan kongkow-kongkow.
Dia masih mengatur strategi untuk melaksanakan pikiran kotornya. Suatu saat, teringatlah Pak Bejo pada adik Alya yang juga sangat cantik dan seksi yang bernama Lidya. ‘Si molek itu kayaknya curiga sama aku.
Suatu saat nanti aku harus memberi dia pelajaran di tempat tidur!’ kata Pak Bejo dalam hati. ‘Yang mana yah enaknya? Alya atau Lidya yang sebaiknya aku entotin duluan? Wah wah, satu keluarga kok semlohay semua. Belum lagi kakaknya yang paling gede, siapa itu namanya… Dina Febrianti? Wah… teteknya oke banget… ah ah… Dina, Alya atau Lidya?’ Pak Bejo lantas membuka folder-folder gambar di dalam HPnya. Di dalamnya terdapat tiga foto yang sangat dia sukai.
Semuanya seronok dan diambil tanpa sepengetahuan sang target. Gambar Dina saat mengenakan kaos ketat yang memperlihatkan kemolekan buah dadanya, gambar belahan dada Alya saat pujaan Pak Bejo itu membungkuk dan gambar paha mulus Lidya.
Dina sudah menikah dan tinggal tidak jauh dari rumah Alya, berbeda gang tapi masih dalam satu komplek. Bersama suaminya, Anton, Dina memiliki dua orang anak yang sekarang sudah bersekolah di SD terdekat.
Sedangkan Lidya adalah penganten baru yang tinggal di sebuah rumah agak jauh di pinggiran kota. Karena sering tugas keluar kota, maka Andi suami Lidya sering menitipkan istrinya ke rumah Alya. Kedua orang tua kakak beradik Dina, Alya dan Lidya sudah meninggal dunia karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Sambil menikmati gambar ketiga kakak beradik yang seksi itu, Pak Bejo Suharso terus melamun hingga larut malam sambil menggaruk-garuk selangkangannya yang makin gatal.
Alya sudah bekerja keras sepanjang hari Minggu ini dan dia kelelahan. Ibu rumah tangga muda yang cantik itu sudah mencuci baju, memasak, membersihkan rumah, memandikan Opi dan menidurkannya.
Apalagi hari ini Alya harus melayani kunjungan ibu mertuanya yang baru pulang sore hari sementara Bu Bejo sedang mengunjungi relasi sehingga tidak bisa datang. Akhirnya Alya bisa beristirahat dengan tenang malam itu. Setelah mandi dengan shower, keramas dan mengenakan piyama, Alya merebahkan diri di tempat tidur.
Sayangnya, Hendra punya pikiran lain dan mulai bergerak mendekati istrinya yang tidur membelakanginya. Hendra memeluk Alya dari belakang, menepikan rambut dan menciumi lehernya yang putih. “Jangan sekarang ah, Mas Hendra,” kata Alya manja. “Aku capek banget.” Hendra tidak menjawab. Suami Alya itu terus menciumi lehernya dan meletakkan tangannya di payudara kiri Alya.
Hendra meremas susu Alya perlahan dan menjilati daun telinganya, sementara tubuhnya kian mendekat dan akhirnya Hendra menempelkan alat vitalnya di belahan pantat Alya yang montok. “Mas…” Alya menggeliat dan mencoba mendorong suaminya menjauh.
Tidak enak juga rasanya menolak melayani suami seperti ini, karena biar bagaimanapun Alya sangat mencintai Hendra dan ingin melayaninya sampai puas.
Sayangnya, Hendra sering memilih waktu yang tidak tepat saat meminta jatah. “Ayolah, sayang,” kata Hendra sambil mencopoti kancing baju piyama yag dikenakan Alya. “Aku pengen.” “Aku capek, Mas,” jawab Alya.
Tapi karena Hendra terus merangsang payudaranya, Alya akhirnya mengalah. Akan lebih baik kalau dia menyerah dan pasrah pada kemauan sang suami.
Alya berhenti menolak dan mulai rileks saat Hendra selesai melepaskan semua kancing baju piyama yang dikenakannya. Telanjang dari perut ke atas, Hendra segera menyerang kedua payudara Alya yang ranum dan indah. Hendra memijat buah dada Alya dengan kedua belah telapak tangannya. Suami Alya itu lalu mengelus-elus susu Alya dan menciumi sisi-sisinya.
Hendra hanya sekilas mencium puting susu Alya (tidak cukup lama untuk membuatnya mengeras), lalu bangkit dan berlutut. Ia meraih bagian atas celana piyama yang dipakai Alya dan mencoba menariknya.
Alya dengan desahan panjang mengangkat pantatnya ke atas supaya celananya mudah ditarik. Hendra melucuti celana panjang piyama Alya dan melakukan hal serupa dengan celana dalam istrinya.
Kini Alya sudah telanjang bulat di depan suaminya. “Seksi banget, sayang. Sudah lebih dari lima tahun kita menikah, tapi bentuk tubuhmu masih jauh lebih indah dari gadis manapun. Masih seksi, masih mulus dan hmm… tidak, aku salah.
Tubuhmu jauh lebih seksi, lebih mulus dan lebih aduhai dari siapapun.” Kata Hendra memuji keindahan tubuh istrinya. Alya tersenyum, paling tidak dia masih mendapatkan pujian dari suaminya. “Ini semua untuk kamu, Mas.” Kata Alya mesra.
Hendra ambruk di atas tubuh Alya dan istrinya itu otomatis merenggangkan kakinya yang jenjang. Alya mengaitkan kakinya diantara pinggang Hendra dan menjepitnya lembut. Beberapa saat kemudian, Alya merasakan ujung kemaluan Hendra mulai menyentuh ujung vagina Alya. Wanita cantik itu menarik nafas panjang.
Hendra mungkin bukan orang paling romantis di dunia, tapi penisnya lumayan besar, dan itu biasanya mampu mengagetkan dan memuaskan Alya.
Alya menahan nafas sementara Hendra melesakkan penisnya ke dalam vagina istrinya dengan sangat perlahan. Setelah seluruh batang kemaluan Hendra masuk ke dalam mulut rahimnya, Alya melepas nafas. Hendra mulai menyetubuhi Alya dengan gerakan pelan dan lembut.
Gerakan Hendra yang ajeg dibarengi dengan erangan dan lenguhan kenikmatan.
Alya merintih pelan dan manja, untuk memberikan kesan dia menikmati permainan cinta yang diberikan suaminya. Padahal dalam hati Alya sama sekali tidak puas.
Sebenarnya permainan Hendra tidaklah terlampau buruk, tidak pula singkat, kadang Alya juga terpuaskan perlahan-lahan, tapi permainan Hendra tidak mampu melejitkan Alya ke puncak kepuasan yang optimal.
Alya mencoba mengimbangi gerakan memilin suaminya dengan gerakan pinggulnya, mencoba menyamakan ritme dengan gerakan mendorong yang dilakukan Hendra, tapi lagi-lagi Alya harus berpura-pura karena tak berapa lama kemudian Hendra sudah orgasme.
Alya tersenyum dan mencium suaminya lembut. Hendra menyentakkan penisnya dalam vagina Alya untuk kali terakhir sementara air maninya membanjiri liang kemaluan sang istri. Setelah semuanya usai, Hendra bergulir dari atas tubuh Alya dan memejamkan matanya penuh kepuasan.
Alya bangkit dari ranjang, membersihkan diri sebentar dan kembali ke tempat tidur sambil memeluk suaminya yang sudah tertidur lelap penuh rasa cinta.
Sementara itu, di luar sepengetahuan Alya dan Hendra, sesosok tubuh gemuk berhenti merekam adegan persetubuhan mereka. Sosok itu sedari tadi bersembunyi di luar jendela kamar Alya.
Entah bagaimana, sosok itu bisa menemukan celah di antara tirai, mengintip ke dalam kamar lalu merekam adegan seks mereka dengan kamera HP. Sosok itu melangkah puas sambil terkekeh-kekeh pulang ke rumah. Sosok Pak Bejo Suharso!