Suatu pagi, Tante Susan Mey menghampiri kamar ku……,
“Rio, kamu masih ada kuliah hari ini?”, tanya Tante Susan.
“Enggak tante…” “Kalau begitu bisa anterin tante ke aerobik?” “Oh, bisa tante…” Tante Susan tampak seksi dengan pakaian aerobiknya, lekuk-lekuk tubuhnya terlihat dengan jelas.
Kamipun meluncur menuju tempat aerobik dengan menggunakan mobil Kijang Putih milik Tante Susan.
Di sepanjang jalan Tante Susan banyak mengeluh tentang Om Edwin yang semakin jarang di rumah.
“Om Edwin itu egois dan gila kerja, padahal gajinya sudah lebih dari cukup tapi terus saja menerima ditawari jadi pembicara dimana-mana…” “Yach, sabar aja tante.. itu semua khan demi tante juga,” kataku mencoba menghibur. “Ah..Rio, kalau orang sudah berumah tangga, kebutuhan itu bukan cuma materi, tapi juga yang lain.
Dan itu yang sangat kurang tante dapatkan dari Om.” Tiba-tiba tangan Tante Susan menyentuh paha kiriku dengan lembut, “Biarpun begini, tante juga seorang wanita yang butuh belaian seorang laki-laki…
tante masih butuh itu dan sayangnya Om kurang peduli.” Aku menoleh sejenak dan kulihat Tante Susan menatapku dengan tersenyum. Tante Susan terus mengelus-elus pahaku di sepanjang perjalanan.
Aku tidak berani bereaksi apa-apa kecuali, takut membuat Tante Susan tersinggung atau disangka kurang ajar. Keluar dari kelas aerobik sekitar jam 4 sore, Tante Susan tampak segar dan bersemangat.
Tubuhnya yang lembab karena keringat membuatnya tampak lebih seksi. “Rio, waktu latihan tadi tadi punggung tante agak terkilir… kamu bisa tolong pijitin tante khan?” katanya sambil menutup pintu mobil. “Iya… sedikit-sedikit bisa tante,” kataku sambil mengangguk. Aku mulai merasa Tante Susan menginginkan yang lebih jauh dari sekadar teman ngobrol dan curhat.
Terus terang ini suatu pengalaman baru bagiku dan aku tidak tahu bagaimana harus menyikapinya.
Sepanjang jalan pulang kami tidak banyak bicara, kami sibuk dengan pikiran dan khayalan masing-masing tentang apa yang mungkin terjadi nanti. Setelah sampai di rumah, Tante Susan langsung mengajakku ke kamarnya. Dikuncinya pintu kamar dan kemudian Tante Susan langsung mandi.
Entah sengaja atau tidak, pintu kamar mandinya dibiarkan sedikit terbuka. Jelas Tante Susan sudah memberiku lampu kuning untuk melakukan apapun yang diinginkan seorang laki-laki pada wanita.
Tetapi aku masih tidak tahu harus berbuat apa, aku hanya terduduk diam di kursi meja rias. “Rio sayang… tolong ambilkan handuk dong…” nada suara Tante Susan mulai manja.