Skip to content

Tawaran Kehangatan dari Istri Kakak Ipar

#Part 14  Sang Pengintip​

#Part 14  Sang Pengintip​

Aku terbangun dari tidurku. Sialan! Umpatku senang karena ada yang mengganjal di selangkangan. Segera aku tarik keluar senjataku dari celana training yang kupakai. Dengan perasaan bangga, aku mengelus daging panjang yang berdiri tegang itu. Sepertinya ia membutuhkan sparring partner malam ini, pikirku.

Jam yang menempel di dinding menunjuk ke angka dua belas lewat. Setelah menyimpan benda pusaka ke tempatnya, aku meninggalkan tempat tidur. Kusemprot parfum ke badan, lalu mengenakan kaos. Didepan cermin, aku merapikan rambut. Kemudian aku berjalan ke deretan toples permen di atas lemari kaca. Beberapa toples permen aku buka, lalu mengambil isinya untuk kumasukan ke saku celana training.

Pintu warung kubuka. Angin malam menerpa. Dingin pun menyergap. Dingin yang membuat aku ingin cepat-cepat tiba di kamar tidur istri kakak iparku dan merapat dalam kehangatan tubuhnya. Membayangkan itu, adik kecilku semakin membesar. Cepat kututup pintu warung, menguncinya, dan segera berlalu.

Saat melewati warung milik suami sang kekasih, hati ini bergumam,”Giliran aku malam ini, Kang.”

Warungku dan warung milik kakak iparku memang berdekatan. Hanya dipisahkan oleh jalan masuk ke perumahan kami. Purnama indah dan kerlip gemintang menemani aku yang menapak pasti. Sepi, tanpa terlihat manusia, tapi itu yang kuharap.

Akhirnya aku tiba di belakang rumah istri kakak iparku. Karena tidak ada janji untuk datang, pintu belakang rumah itu terkunci kala kudorong. Tetapi, aku tidak khawatir. Sudah sering aku mengunjunginya tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Aku hanya perlu menuju kamar tidurnya untuk memberitahu akan kedatangan pacarnya ini dan kami mempunyai kode untuk itu.

Seperti yang sering aku tulis, tempat tinggal kami berada di daerah pasang surut Sungai Musi. Karena itu, rumah-rumahnya berada di atas tiang, berupa rumah panggung, dan terbangun dari kayu sebagai antisipasi air sungai Musi.

Belum sempat aku mengetuk dinding kamarnya, terdengar suara mencurigakan dari dalam kamar tidur itu. Suara khas seorang perempuan yang sedang disetubuhi. Spontan dadaku berdegup keras akibat rasa cemburu yang menyergap. Siapakah yang berani mendahului aku menyetubuhi perempuan itu?

Untuk melampiaskan rasa penasaran, aku masuk ke kolong rumahnya karena aku tahu ada lubang kecil di lantai kamar istri kakak iparku yang berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah. Tanpa menimbulkan bunyi, dari lubang tadi, aku mengintip. Di dalam kamar itu, aku mendapati dua pasang kaki yang sedang berdiri berdekatan didepan tempat tidur.

Mataku beranjak ke atas dan aku lihat pantat yang dibelakang, maju mundur dibelakang pantat yang aku yakini adalah milik kekasihku, istri kakak iparku. Istri kakak iparku yang tanpa sehelai benang menungging dengan tangan berpegangan pada pinggiran tempat tidur. Plok! Lelaki dibelakang itu menepuk pantat istri kakak iparku dan terus menyetubuhinya. Pantas saja desahan perempuan mungil itu keras terdengar karena berdasarkan pengalaman aku saat menyetubuhinya, Doggy Style adalah gaya yang disukainya. Setiap kali ber-Doggy Style, istri kakak iparku kurasa lebih bersemangat. Lenguhannya pun lebih keras. Seperti malam ini, dari lenguhannya, aku tahu dia menikmati sodokan daging mengeras dari lawannya.

“Ahh…”Keras terdengar lenguhan istri kakak iparku saat lelaki itu, dengan tiba-tiba dan keras, mencabut senjatanya dari lubang kenikmatan milik perempuan mungil itu.

Dengan napas yang terengah-engah, istri kakak iparku menjatuhkan diri di tempat tidur. Masih dengan posisi menungging, dengan kaki menjuntai di lantai, perempuan mungil itu terbaring tertelungkup di pinggir tempat tidur. Sementara, sang lelaki, dengan senyum penuh kemenangan, duduk di pinggir tempat tidur, menepuk-nepuk pantat mulus milik lawannya sambil mengatur irama nafasnya.

Setelah lama menduga-duga, baru aku dapat mengetahui lelaki yang menyetubuhi kekasihku. Lawan main kekasihku malam ini adalah si Akang, suami dari istri kakak iparku sendiri. Meski ada rasa cemburu, tapi tidak terlalu sakit karena aku tahu suaminya sendirilah yang menggaulinya. Dada lelaki itu menghitam akibat dipenuhi bulu-bulu. Perutnya membuncit. Spontan, sebagai seorang lelaki, pandanganku menuju selangkangan pesaingku itu untuk membandingkan siapa yang unggul di antara kami. Meskipun lebih gemuk kontol sainganku itu, tapi punyaku lebih panjang, aku membela diri. Tidak mau kalah.

Karena ajakan pasangan mainnya, perempuan mungil itu berdiri dan duduk dipangkuan suaminya. Dari kegelapan kolong rumah itu, aku berusaha tidak bersuara, meski nyamuk mengeroyok, menghisap darahku, agar mereka berdua tidak menyadari kehadiranku mengintip permainan mereka. Padahal panas hati ini melihat perempuan mungil itu terpejam dengan nafasnya yang memburu, melihat dua buah dada ranum membulat itu diremas-remas, melihat perempuan mungil itu membuka lebar dua kakinya, agar jemari lelaki itu leluasa mengobok-ngobok area intimnya. Aku marah karena seharusnya aku yang melakukannya malam ini.

Mereka berdiri. Berhadapan. Perempuan mungil itu membuka lebar dua pahanya tatkala jemari suaminya menggapai selangkangannya sementara tangan satunya mencekal buah dada itu. Tapi, tak lama karena istri kakak iparku naik ke atas tempat tidur. Di atas tempat tidur, kekasihku duduk, menanti suaminya yang merangkak mendekatinya. Berciuman mereka. Lama dan hangat. Setelah bibir mereka terlepas, saling pandang mereka, saling tersenyum.

Kini mereka duduk berhadapan. Kaki Eceu naik ke paha suaminya. Hampir merapat tubuh keduanya. Tidak mau kalah dengan suaminya yang meremas buah dada ranum membulat miliknya, jemari istri kakak iparku menggerayangi dada suaminya.

Sambil tetap saling menggerayangi dada lawannya, mereka bertatapan mesra, saling melempar senyum. Api cemburu membakar dadaku. Suami Eceu mendorong rebah Eceu ke tempat tidur. Tubuh istri kakak iparku menghilang. Dari posisi aku yang mengintip dari lubang kecil di lantai kamar tidur ini, pandanganku memang terhalang tempat tidur.

Aku memang tidak dapat melihat perempuan mungil itu yang pastinya tertindih tubuh gendut suaminya, tapi membayangkan Eceu disetubuhi membuat imajinasiku menjadi liar.

Bersender aku di tiang rumah. Setelah menjejakkan kedua kaki kuat-kuat di tanah yang becek, si otong yang sejak tadi membuat sesak celana dalam, aku keluarkan. Sambil membayangkan liarnya perempuan mungil itu saat digauli, jemari menggenggam daging keras di selangkangan. Mata aku pejamkan untuk menikmati saat aku sentuh ujung kepala kontolku. Kini, di dalam kamar itu, suara desahan istri kakak iparku terdengar seirama dengan gerit tempat tidur, membuat birahi kian memenuhi otak.

Sambil tetap memajumundurkan genggaman jemari di kontolku, aku mengintip ke dalam kamar. Hanya kaki putih milik Eceu yang terlihat memanjang lurus ke atas dengan si Akang, suaminya, bersimpuh sambil menggerakkan pantatnya maju mundur. Wajah si Akang mendongak dengan mulut menganga dan mata terpejam dengan desahan bercampur jeritan-jeritan tertahan betina itu menimpalinya.

Kontolku yang berada dalam genggaman mulai berdenyut-denyut. Segera aku bersandar di tiang rumah. Desahan yang berasal dari dalam kamar menambah semangat jemariku untuk mengocok kontolku. Akhirnya, selangkanganku menjadi panas. Kontolku berdenyut-denyut lebih hebat. Aliran air bergerak melaju. Aku tekan batang kontolku. Kontolku menyentak keras karena air terhalang keluar. Setelah beberapa kali sentakan, kulepas pegangan di kontolku dan air itu pun muncrat dari lubang yang ada di ujung kontol. Dalam genggaman jemari tangan, kontolku mulai menyusut, lelehan sperma menempel

BERSAMBUNG …  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *