#Part 19 Handuk Kecil Berwarna Biru
“Eceu Sayang,”panggilku pelan.”Aku masukkan, ya.”
“Jangan.”
“Tidak enak, Ceu,”ucapku yang berbaring di atas tubuh telanjang Eceu.
“Obat ka-be habis, Amir. Sudah dua hari saya tidak makan obat,”jelas istri kakak iparku untuk kesekian kali.
“Aku keluarkan di luar,”janjiku, juga untuk kesekian kalinya.
“Tidak. Nanti Amir lupa.”
“Eceu juga pasti tidak puas, kan?”Kini jari jemariku bermain di dua bibirnya.
Tapi, istri kakak iparku tidak menanggapinya. Dia ambil wajahku dan ditariknya mendekat. Bibirku dia ambil dan dikulumnya.
”Ayolah, Ceu. Aku janji tidak akan buang di dalam,”rayuku lagi setelah bibirku terlepas dari kulumannya.
Terlihat salah tingkah istri kakak iparku yang berada dalam tindihanku itu. Lalu, dengan wajah mengarah kepadaku, dia berkata,“Saya kulum saja, ya.”
“Tadi, kan sudah.”
Dan memang, sejak tadi sore, istri kakak iparku sudah tidak setuju saat aku memberi isyarat untuk mengunjunginya, tapi, pada tengah malamnya, aku tetap datang, tetap mengetuk dinding kamar tidurnya, sampai istri kakak iparku membukakan pintu rumahnya untukku yang membawa setumpuk birahi.
Setelah berada di dalam rumahnya, saat itulah istri kakak iparku itu memberitahu kalau dia tidak minum obat KB dan dia tidak mau hamil karena melayaniku. Pusing kepalaku jadinya. Tapi, agar kedatanganku tidak sia-sia, maka aku harus bersiasat untuk dapat menikmati hangat lubang kemaluannya dan harus bisa membuang sperma di sana. Lelaki, gitu lo.
“Kenapa sampai habis, Ceu?”tanyaku sambil menyerahkan asoy, sebutan untuk kantong plastik bagi orang Palembang, yang berisi beragam kudapan dari toko.”Obat ka-be-nya.”
“Obatnya kosong. Di toko obat langganan, tempat biasa saya beli, kosong. Di toko lain juga kosong.”
“Eceu mencarinya di mana?”tanyaku.”Kalau mencarinya di toko bangunan, ya memang tidak ada.”
Tersenyum dia.
“Kita ke kamar, yuk,”ajakku.
Tapi, dari pandangan matanya, aku tahu kalau istri kakak iparku keberatan. Senyumku aku lempar ke arahnya. Lalu,”Kita ngobrol di kamar saja. Di sini banyak nyamuk.”
Aku masuk ke dalam kamar tidurnya dan istri kakak iparku menyusul masuk. Di dalam kamar, di atas ranjang besi itu, kedua anaknya lelap tertidur. Tanpa disuruh lagi, aku mengangkat Dadan untuk aku baringkan dia di lantai seperti biasa aku lakukan bila aku datang. Kemudian, aku lanjutkan dengan memindahkan Si Eneng ke samping kakaknya. Dan selesai sudah urusan anak-anaknya, kini aku bisa fokus mengurus mimihnya, itu panggilan anak-anaknya ke pada kekasihku ini.
Karena aku lihat istri kakak iparku masih mengurusi tidurnya kedua anaknya, maka naik aku ke atas ranjang. Sambil mengambil kantong asoy yang tadi diletakkan istri kakak iparku di atas kasur, aku duduk, menyandarkan diri ke dinding kamar.
“Mencari apa?”tanyaku saat melihat sang kekasih mengaduk-aduk tumpukan pakaian di dalam keranjang.
Tidak menjawab dia. Tetap dia berkutat dengan tumpukan pakaian tadi. Sambil menunggu istri kakak iparku selesai dengan kesibukannya, aku buka asoy. Setelah memilah dan memilih, roti cokelat yang aku ambil dari dalam asoy. Kusobek plastik pembungkus dan kumakan rotinya sementara istri kakak iparku masih sibuk dengan pakaian-pakaiannya.
“Ini dia.”Akhirnya terdengar ucapan istri kakak iparku.
Aku menoleh untuk mengetahui apa yang dicari oleh dia. Sumringah istri kakak iparku tersenyum. Ada kain berwarna biru di tangannya. Lalu istri kakak iparku menaiki tempat tidur. Merangkak dia mendekati aku. Disambutnya tanganku yang terulur dan kuajak dia duduk di pangkuanku.
“Hihihi!”Tawanya pecah karena menyadari kontolku telah menegang dibawah tindihan pantatnya.”Ada belut.”
“Belutnya lagi mencari lubang bau, Ceu.”Dengan jari telunjuk, aku sentuh selangkangannya.
“Bau juga tapi banyak yang ketagihan,”ucapnya dengan bibir mencibir.
“Benar sekali.”Jari telunjukku masih mengelus-elus area kelaminnya yang masih berada dibalik daster.
Tersenyum dia. Lalu, tangannya masuk ke dalam asoy. Tak lama kemudian dia mengeluarkan satu buah permen. Setelah membuka plastik pembungkusnya, istri kakak iparku memasukkan permen ke mulutnya.
“Permennya pedas, Amir.”Istri kakak iparku mengecap-ecap bibirnya.
“Sini aku hilangkan rasa pedasnya, Ceu.”Dengan dua tanganku, aku ambil wajah Istri kakak iparku.
Diam dia menatapku. Tetapi, setelah bibirku mendekat, dia menolaknya. Istri kakak iparku berusaha menjauhi bibirku, tetapi rengkuhan tanganku pada pipinya aku perkuat. Aku tarik wajahnya mendekat, kutempelkan bibirku di bibirnya dan mulai mengulumnya. Meskipun awalnya menolak, perlahan bibir itu membalas.
Ketika biibir kami terlepas, istri kakak iparku menatap aku. Dia kemudian mundur, duduk di dengkulku. Pengait kancing celana dia lepaskannya, risleiting pun dia turunkan. Karena istri kakak iparku mulai menarik celanaku turun, maka aku angkat pantatku untuk mempermudah dia menelanjangiku. Sayangnya celanaku tertahan di pahaku, tidak bisa turun lebih jauh. Maka, turun dia dari pangkuanku dan duduk dia disampingku. Aku biarkan jari-jari tangannya masuk ke dalam celana dalamku dan menjengit aku karena kepala kontolku dia sentuh. Kini senjataku berada dalam genggaman telapak tangannya.
“Tunggu!”tukasku saat istri kakak iparku hendak menarik keluar kontolku dari dalam celana dalamku.”Sakit.”
Secepatnya istri kakak iparku melepaskan genggamannya di kontolku. Setelah dia menarik tangannya keluar dari celana dalamku, berbaring aku di tempat tidur. Celana dalam pun aku turunkan meninggalkan pantatku, sehingga kontolku mencelat keluar dari celana dalamku, kemudian,”Silakan, Ceu.”
Kontolku yang berdiri perkasa kembali berada dalam genggamannya. Kupejamkan mata ini, menikmati belaian jemarinya di kepala kontolku.
“Enak, Ceu,”ucapku saat lubang yang ada di ujungnya dia usap-usap.
Kuelus pipinya, kumainkan bibirnya dan, dengan mulutnya, ditangkapnya ibu jari milikku dan mengulumnya.
Begitu ibu jariku aku tarik dari kuluman mulutnya, bersimpuh dia untuk kemudian merunduk.
“Ah…”Dari mulutku keluar lenguhan karena kepala kontolku dia jilat. Ada kehangatan yang aku rasa ketika kontolku dimasukkannya ke dalam mulutnya dan mulai disedot-sedotnya. Sekujur tubuh aku merinding jadinya begitu mulutnya maju mundur menelan kepala kontolku. Bak es krim, sesekali lidahnya menjilat-jilat semua sisi kepala kontolku untuk kemudian dibenamkannya kembali kontolku dan terengah-engah aku menikmatinya. Diremas-remasnya lembut batang kontolku yang memanjang tegang, mengocoknya lambat-lambat.
Ketika kontolku yang berada dalam mulut itu mulai kurasa berdenyut-denyut, aku jambak rambut panjang istri kakak iparku yang naik turun di atas selangkanganku. Kutahan laju mulutnya, lalu aku tarik lepas dari kontolku. Sambil mengelap bibirnya yang basah dengan telapak tangannya, dia tegak bersimpuh.
“Tapi, punya Amir ‘kan belum keluar,”protes istri kakak iparku.
“Hayo! Eceu sengaja mau buat aku keluar di luar, ya?”tebakku.
Memerah wajah istri kakak iparku karena modusnya ketahuan. Untuk menutupi rasa malunya, dia merunduk untuk menggapai kontolku, tetapi aku menghindar. Gerenyit ranjang besi terdengar tatkala aku bangkit. Aku angkat dasternya, sehingga paha putih susunya terlihat. Terus aku menarik dasternya lebih tinggi. Kini, selangkangan yang masih tertutup celana dalam itu terlihat, tapi aku teruskan menarik dasternya. Pusarnya terlihat seksi.
Istri kakak iparku mengangkat dua tangannya ke atas agar mempermudah aku meloloskan daster dari tubuh putih mulusnya. Kedua buah dada ranum dengan lingkaran kecoklatan mengepung puting susunya menggantung indah.
Setelah melempar jauh-jauh daster yang berada dalam peganganku, aku datangi buah dadanya, aku cumbui lereng gunung itu untuk kemudian aku telan butir kecoklatan yang ada di atasnya. Dengan lidahku, aku elus-elus puting susunya sementara jari-jariku memainkan puting susu di gunung satunya yang membuat istri kakak iparku menggelinjang.
Dengan masih mengulum puting susunya, aku dorong rebah istri kakak iparku di tempat tidur. Aku naiki tubuhnya, menindihnya, dan mengambil bibirnya. Buas sekali dia menyambut bibirku. Rupanya birahi pun sudah menguasainya.
Istri kakak iparku menjulurkan lidahnya dan aku sambut. Bak bermain pedang, lidah kami bertaut, memilin, dan saling tarik. Begitu pula bibir-bibir kami. Saling gigit dan saling kulum. Panas dan penuh birahi. Bibirku berpindah dan mulai mencumbu telinganya. Kian tersendat-sendat nafasnya dan karena kepalanya bergerak liar, maka aku pegang kepalanya dan tetap aku jilati telinganya, mengemutinya.
Ketika dia mendorong bibirku menjauh dari telinganya, aku tuju lehernya. Mendongak kepalanya, memberi kesempatan bibirku mencumbu lehernya. Terangkat tubuh istri kakak iparku dan lun nafasnya semakin cepat, tidak teratur bergerak tubuhnya sementara tanganku meremas buah dada. Dua tangannya mengelus wajahku, memainkan rambutku, dan kembali menjamah wajahku.
Turun bibirku menjilati perutnya, memainkan pusarnya dan kembali turun menjumpai pahanya. Sambil menciumi kedua pahanya bergantian, jemariku mengelusi area kemaluannya yang masih tersimpan di dalam celana dalamnya.
Dua pahanya aku buka lebar dan kepalaku masuk mendekati selangkangannya. Kutiup-tiup bagian tengah celana dalam itu untuk menimbulkan sensasi lain bagi dia.
“Ah!”Menjerit pelan istri kakak iparku dan pantatnya terangkat karena, dengan bibirku, aku tekan pelan areal kemaluannya yang masih tertutup celana dalam. Kemudian aku jilati celana dalam itu, aku gigit-gigit, dan kucumbu kemaluannya. Mendesah-desah istri kakak iparku aku buat ketika aku tambah dengan jari-jariku yang juga mengilik-ilik kemaluannya.
Aku tinggalkan kemaluannya dan bersimpuh di antara dua pahanya. Celana dalamnya aku tarik tapi dia menahannya. Kami bertatapan. Istri kakak iparku menggelengkan kepala, meminta aku tidak menarik celana dalamnya. Ah, untuk saat ini aku tak perlu memaksakan kehendak. Aku harus berpura-pura mengalah karena aku yakin, akhirnya, dapat menelanjanginya dan akan dapat menggagahinya. Maka, aku menjauhkan tanganku dari celana dalamnya. Aku tarik lepas kaosku. Begitu pula dengan celana yang aku pakai dan kini kami sama-sama hanya memakai celana dalam.
Kembali aku datangi selangkangannya, kembali aku sentuh celana dalamnya. Aku elus bagian tengah celana dalamnya yang basah, aku tekan belahan memanjang yang ada dibalik celana dalam itu, dan desahan itu terdengar. Terus aku meraba, mengelus, dan menekan-nekan kemaluannya, dan hanya desahan yang terdengar.”Ah..”
Dengan pelan jari-jariku menurunkan celana dalamnya. Kali ini tanpa perlawanan. Terangkat pantatnya saat celana dalam melewati pantatnya, terangkat dua kakinya ketika celana dalam melewati kaki-kakinya, dan perempuan yang berbaring di depanku itu benar-benar tanpa penutup.
Aku juga melepaskan celana dalamku dan mulai mendekati kemaluannya untuk menusukkan kontolku ke lubang kemaluannya, tapi,”Sebentar, Amir.”
Terhenti gerakku karena tangannya menahan perutku, sementara tangan satunya mengambil handuk kecil berwarna biru. Mengabaikan aku, dia menutupi kemaluannya dengan handuk kecil berwarna biru tadi. Sialan! Rutukku dalam hati. Rupanya ini penyebab dia tadi sibuk mengubek-ubek tumpukan pakaian. Rupanya dia sengaja mencari handuk kecil berwarna biru itu untuk dijadikan alas penutup bagi kemaluannya agar aku tidak dapat mempenetrasi kontolku masuk.
Setelah yakin lubang kemaluannya tertutup sempurna, tersenyum dia kepadaku dan dibukanya dua tangannya lebar, meminta aku mendatanginya. Kudekati dia. Istri kakak iparku menyambutku, membiarkan dirinya aku timpa. Dua tangannya melingkar di leherku dan dibiarkannya bibirku menjilati lehernya, mencumbui telinganya sementara kontolku menggesek dan menekan kemaluannya yang tertutup handuk kecil berwarna biru itu.
Tidak enak memang, tapi aku harus sabar. Orang sabar ‘kan di sayang Tuhan sebab aku percaya, malam ini aku pasti dapat menaklukkan istri kakak iparku ini sehingga dia rela menerima kontolku masuk ke lubang kemaluannya. Maka, dengan kedua tangan bertumpu di kasur, aku angkat tubuhku meninggi yang memaksa dia melepaskan pelukannya dan aku teruskan kontolku menggesek dan menekan kemaluannya yang masih tertutup handuk kecil berwarna biru itu.
Itulah cerita awal kenapa aku merengek, meminta istri kakak iparku melepaskan handuk kecil berwarna biru dari selangkangannya.
“Eceu Sayang,”panggilku pelan.”Aku masukkan, ya.”
“Jangan.”
“Tidak enak, Ceu,”ucapku yang berbaring menindih tubuh telanjangnya.
“Obat ka-be habis, Amir. Sudah dua hari saya tidak makan obat,”jelas istri kakak iparku untuk kesekian kali.
“Aku keluarkan di luar,”janjiku juga untuk kesekian kalinya.
“Tidak, Amir. Nanti lupa.”
“Eceu juga pasti tidak puas, kan?”Kini jari jemariku bermain di dua bibirnya.
Tapi, istri kakak iparku tidak menanggapinya. Dia ambil wajahku dan ditariknya mendekat. Dia mengambil bibirku dan aku mengulum bibirnya dengan kontolku aku gesek-gesekkan ke handuk kecil berwarna biru yang menutupi selangkangannya.
”Ayolah, Ceu. Aku janji tidak akan buang di dalam,”rayuku lagi setelah melepaskan bibirnya.
Terlihat salah tingkah istri kakak iparku yang berada dalam tindihanku itu. Lalu, dengan wajah mengarah kepadaku berkata,“Saya kulum saja, ya.”
“Tadi, kan sudah,”ucapku.
Dalam tindihanku, istri kakak iparku menatap aku bingung. Maka, tanpa menunggu jawabannya, aku bersimpuh di tempat tidur, di antara paha-pahanya yang aku kuakkan lebar-lebar. Bergetar tubuhnya ketika aku elus bagian tengah selangkangan yang tertutup handuk kecil berwarna biru itu dan kedua mata itu terpejam.
“Hei,”teriaknya karena aku tarik handuk kecil berwarna biru dari selangkangnnya. Tangannya menggapai handuk kecil berwarna biru yang berada di tanganku. Karena gagal meraih handuk kecil berwarna biru itu, dia hendak bangkit, tapi kesulitan karena ada aku di antara dua pahanya.
Setelah handuk kecil berwarna biru itu aku buang jauh dari gapaiannya, mataku aku arahkan ke selangkangannya. Spontan istri kakak iparku menangkupkan dua telapak tangannya di kemaluannya yang telanjang. Mengembang senyumku melihat dia yang berusaha menghalangi pandanganku dari kemaluannya. Aku pegang kedua pahanya untuk aku buka lebar, tapi, sebelum aku mendekati lubang kemaluannya, dengan penuh harap ia berkata,“Jangan dimasukkan, Amir,”
Mendengar rengekannya, kembali aku harus meredam birahiku. Kuanggukkan kepala untuk mengiyakan permintaannya, tapi kembali aku menindih tubuh bugilnya. Meskipun kontolku terganjal oleh telapak tangan yang menjaga lubang kemaluannya, aku kulum bibirnya, aku ciumi lehernya, dan aku beri cumbuan lembut di telinganya, tapi kemaluannya tetap belum tersentuh.
Ketika nafasnya semakin menderu dan memburu serta tubuhnya yang menggelinjang hebat akibat cumbuan bibirku, belaian jemariku, dan jilatan lidahku di tempat-tempat sensitif miliknya, perlahan, aku tarik tangan kanannya untuk meninggalkan kemaluannya. Kuangkat meninggi tangannya itu dan aku jilati ketiaknya yang membuat dia menggeliat lebih hebat. Kemudian aku tarik lagi tangan satunya meninggi dan kembali ketiaknya yang polos tanpa ada bulu itu aku jilat-jilat.
“Jangan, Amir,”ucap istri kakak iparku saat kontolku menempel di area kemaluannya yang tak tertutup lagi itu.
Dia coba menarik dua tangannya yang berada dalam genggamanku, tapi aku perkuat peganganku. Ketika merasa tidak mampu melepaskan tangannya dari genggamanku, dia goyang-goyangkan pantatnya agar kontolku tidak dapat aku selipkan di belahan memanjang kemaluannya, tapi aku lelaki dan kontolku telah berada diambang garba kemaluannya. Maka, dengan penuh konsentrasi aku tekan kontolku.
“Ahh…”lenguhnya akibat kontolku mulai menerobos lubang kemaluannya, tapi mata itu mendelik memprotes dan aku mengabaikannya. Aku tetap mendorong kontolku ke kedalaman lubang kemaluannya dan kemudian mulai memajumundurkannya. Lenguhannya berganti desahan.
Setelah yakin tidak akan ada penolakan lagi dari betina yang sedang aku gagahi ini, aku lepaskan tangannya dari peganganku. Aku timpakan diri ini ke tubuh telanjangnya. Pasrah dia saat aku lingkarkan dua tanganku untuk memeluknya dan tusukan kontolku ke lubang kemaluannya terus aku lakukan. Di antara desahannya yang semakin menguat, bibirku mencumbui buah dadanya.
Ketika selangkanganku memanas dan kontolku mulai berdenyut-denyut, aku melepaskan tubuh lawan mainku dari pelukanku. Dan, “Ah!”terdengar teriak tertahan dari istri kakak iparku karena aku, dengan tiba-tiba, menarik lepas kontolku dari lubang kemaluannya. Kemudian, bersimpuh aku di antara dua pahanya. Aku letakkan tanganku di antara dua pahanya, sehingga posisi paha-pahanya menguak yang membuat aku mudah menyodokkan kembali kontolku sehingga istri kakak iparku kembali mendesah-desah nikmat.
Denyutan di kontolku yang semakin menguat, tanpa sadar, mempercepat serangan kontolku dalam menusuki lubang yang sudah banjir itu. Serangan bertubi-tubi dariku, membuat tubuh telanjang istri kakak iparku menggeliat-geliat liar. Kemudian dapat aku rasakan ujung kepala kontolku membesar, penuh dengan cairan yang siap menyemprot keluar.
“Ah!”teriakan terdengar tertahan di dalam kamar tidur ini begitu batang kontol itu tercabut dari lubang kemaluan. Aku genggam batang kontol yang basah terkena cairan vagina istri kakak iparku. Aku arahkan kepala kontolku ke badan istri kakak iparku dan percikan-percikan air yang keluar dari lubang di ujung kepala kontolku menyemprot di perutnya.
Setelah sperma berhenti menyemprot, aku berbaring disamping lawan mainku itu. Tubuh telanjang kami kembali menyatu saat istri kakak iparku merapatkan diri. Dijadikannya tanganku sebagai bantal. Kupeluk dia. Keringat yang melaburi tubuh telanjang kami bercampur. Kuciumi pipinya sekilas. Nafas birahi pun saling bersahutan.
“Amir jahat,”ucapnya manja.
“Jahat kenapa?”Keringat yang berada di keningnya aku hapus.“Aku tidak bohong, kan?”
Istri kakak iparku mengambil tanganku dan dirapatkannya ke buah dadanya.
“Besok-besok, kalau Eceu tidak mau maniku aku buang di dalam, nanti aku buang di mulut Eceu, ya?”bisikku di telinganya
Dia mencubit tanganku lembut.”Asin, tahu.”
“Eceu,”panggilku pelan.
Kepala istri kakak iparku terangkat meninggalkan lenganku. Menoleh dia menatap aku.
“Eceu, kok, takut sekali aku buang maniku di dalam memek Eceu?”tanyaku pelan,” Kalau Eceu hamil, aku ‘kan siap bertanggung jawab.”
“Aduh!”teriakku karena perutku terasa panas akibat cubitan istri kakak iparku.
BERSAMBUNG …