Skip to content

Wanita Binal Perkotaan ~ Part 2 ~

Nampaknya pria ini sudah berumur namun penampilannya masih segar, penuh vitalitas.

Tubuhnya tinggi, badannya kelihatan kekar. Aku dapat merasakan dari genggaman tangannya yang kuat.

Telapak tangannya menggenggam habis tanganku yang mungil. Orangnya ramah, menarik. Kuperhatikan wajahnya cukup tampan.

Penampilannya benar-benar ‘dandy’. Pakaiannya kelihatan mahal. Cukup meyakinkan menjadi pengusaha besar. “Silakan duduk,” ucapnya sopan.

Tempat duduk itu berbentuk setengah lingkaran merapat ke dinding dilengkapi meja di depannya.

Tadinya aku mau duduk paling ujung akan tetapi Mbak Rini menyuruhku bergeser lebih ke dalam agar ada tempat duduk baginya.

Sementara dari ujung sana, Mas Rudy, demikian aku memanggilnya karena kulihat ia sudah berumur, bergeser masuk untuk duduk sehingga praktis aku berada di antara mereka berdua.

Aku lirik Mbak Rini sebagai tanda protes karena posisiku yang terjepit tak ad jalan keluar.

Lucunya, ia malah mengedipkan mata entah apa maksudnya. Sedangkan dari sisi lain, Mas Rudy terus merapat padaku sehingga kurasakan bahu kami saling bersentuhan.

Aku jadi kebingungan oleh keadaan ini.

Lagi-lagi Mbak Rini mengedipkan matanya, kali ini sambil berbisik “santai aja,” katanya. Kami mulai ngobrol ngalor ngidul.

Tanya ini dan itu diselingi canda gurau antara Mas Rudy dengan Mbak Rini yang agak berbau porno. Kelihatannya mereka sudah akrab betul.

Bahkan sekali-sekali Mbak Rini mencubit lengan Mas Rudy sambil tertawa manja, bahkan genit.

Sementara aku yang berada di antara mereka hanya bisa tersenyum serba salah mengikuti canda mereka yang semakin lama semakin seru.

Karena berada di tengah mereka jadi sudah pasti aku terkena sentuhan mereka saat saling cubit.

Bahkan tangan Mas Rudy sempat nyerempet buah dadaku yang menonjol terlalu ke depan saat ia mencubit tangan Mbak Rini.

Dengan refleks, aku memundurkan tubuhku. Mereka nampaknya tidak memperhatikan itu. Sepertinya aku ini tidak ada.

Sebenarnya aku mulai tak nyaman dengan keadaan ini, kalau saja Mas Rudy kemudian tidak mengajakku turut dalam obrolan mereka.

Ia memang tipe pria yang romantis melihat dari tutur katanya.

Tenang, penuh canda diselingi pujian yang terdengar tidak gombal.

Bahkan membuat wanita merasa tersanjung. Obrolan kami semakin seru saja, apalagi setelah minuman pesanan kami tiba.

Aku ikut-ikutan meneguk minuman seperti mereka, meski sebenarnya tak tahu jenis apa minuman itu, yang pasti terasa panas di tenggorakan.

Aku tak ingin disebut kampungan. Aku tak mau dibilang ‘norak’. Kemudian kami mulai berbicara serius. Membicarakan bisnis kami.

Mas Rudy semakin merapat, bahkan wajahnya menjulur persis di depanku saat bicara pada Mbak Rini.

Tercium aroma after shave nya. Aroma rempah-rempah. Aroma khas laki-laki jantan! Ehm.., aku mulai ngaco.

“Aku setuju saja dengan usulan Mbak Rini. Tapi engh.., gimana dengan Mbak Anna sendiri? Apa dia setuju dengan usulan saya?” demikian kata Mas Rudy seraya mengerling genit padaku.

Kurasakan duduknya semakin mepet padaku. Aku tak mengerti maksud perkataan itu. Aku segera menoleh ke arah Mbak Rini seakan minta pertolongan apa yang harus kukatakan.

Mbak Rini langsung berbisik padaku bahwa ia setuju dengan penawaran harga atas proyek bernilai ratusan milyar itu asal aku dan Mbak Rini mau bersenang-senang dengannya.

“Maksud Mbak?” bisikku semakin bingung. Ia tak menjawab bahkan ia langsung mengiyakan pad Mas Rudy tanpa meminta pendapatku dahulu.

Kulihat Mas Rudy langsung tersenyum senang mendengar jawaban itu. “Nah itu baru rekan bisnis yang jempolan,” katanya seraya menjawil daguku dengan gemas.

“Ayo kita rayakan kerjasama ini,” belum sempat aku protes apa yang mereka sepakati, tiba-tiba Mbak Rini langsung meraih gelas dan mengacungkannya ke atas meja disambut oleh acungan gelas Mas Rudy. Mereka melirik padaku.

Menunggu reaksiku.

Aku sepertinya telah terjebak. Tak ada lagi yang bisa kupebuat kecuali mengikuti ajakan mereka.

Kami sama-sama meneguk minuman dalam gelas sampai habis. Minuman itu langsung kutelan. Terasa panas di tenggorokan.

Bahkan tubuhku mulai terasa hangat. Kepalaku terasa agak melayang.

Apa aku ini sudah mabok? Mereka terlihat gembira sekali sambil bernyanyi-nyanyi mengikuti lagu yang dimainkan oleh sebuah grup musik di panggung café.

Minuman dalam gelasku sudah terisi penuh kembali.

Baik Mas Rudy maupun Mbak Rini memintaku untuk menghabiskannya. Kuturuti permintaan mereka.

Aku pun ingin bersenang-senang seperti mereka mengikuti suasana hingar bingar musik.

Kulihat penyanyi wanita di panggung meliuk-liukan tubuhnya dengan gerakan erotis mengikuti irama musik padang pasir yang dimainkan grup musik.

Persis seperti penari ular. Suasana semakin heboh.

Pengunjung lain, pria, wanita mulai ikut-ikutan berjoget. Ada yang berpelukan, bahkan berciuman.

Mereka tak malu melakukan itu di depan umum. Suasana ini melanda di meja tempat kami.

Mbak Rini tanpa diduga menyodorkan wajahnya persis didepan mukaku dan disambut oleh Mas Rudy dengan ciuman di bibirnya.

Aku terpana melihat aksi mereka di depanku.

Mereka asyik berciuman. Saling mengulum. Seolah aku tak hadir di depannya. Sungguh gila kehidupan di kota ini.

Aku tak menyangka akan sejauh ini. Begitu bebas.

Ciuman mereka nampaknya semakin memanas. Pandanganku semakin kabur.

Mungkin minuman yang kuteguk tadi mulai mempengaruhiku.

Tubuhku terasa kelu. Dan entah kenapa pemandangan di depanku membuat diriku bergairah.

Kulihat mereka asyik sekali berciuman. Membuatku iri. Entah bermimpi atau tidak, kurasakan sesuatu bergerak di bawah meja.

Meraba-raba lututku dan merayap perlahan, menelusup ke balik rokku, menggerayangi pahaku.

Kutahu itu tangan Mas Rudy. Aku tercekat. Kurang ajar lelaki ini! Runtukku dalam hati.

Pura-pura berciuman dengan wanita lain sementara tangannya menggerayang nakal di atas pahaku. Kutepiskan tangan itu dari balik rokku.

Mas Rudy hanya mengerlingkan matanya padaku sementara bibirnya tak pernah lepas dari bibir Mbak Rini. Gila semua! Pekikku dalam hati mengutuk perbuatan mereka.

Kelihatannya Mbak Rini tahu apa yang dilakukan Mas Rudy tehadapku.

Ia tersenyum padaku sambil menganggukan kepala. Entah apa maksudnya.

Kemudian kurasakan kembali gerayangan di atas pahaku, namun kali ini bukan hanya dari sisi kiriku tetapi juga dari sisi kanan tempat Mbak Rini. Oh.. dunia ini semakin kacau! Masa Mbak Rini pun berselera kepadaku sesama perempuan?

Aku sepertinya terpesona oleh gerayangan tangan Mbak Rini yang begitu lembut dan mesra.

Aku tak berani menepis tangannya yang semakin naik menuju pangkal pahaku. Mereka menghentikan ciumannya dan melirik bersama-sama kepadaku. Aku balas memandang tatapan mereka.

Kulihat kilatan bola mata mereka memancarkan gairah.

Tiba-tiba saja, mereka mencium pipiku dari kanan-kiri.

Aku berteriak memprotes perbuatan mereka. Teriakanku nampaknya tenggelam di tengah kegaduhan musik di café itu.

Tamu-tamu lain pun tak ada yang memperhatikan perbuatan kami. Mereka sibuk dengan keasyikannya masing-masing.

Kurasakan gerayangan tangan mereka semakin nakal,

terutama tangan Mbak Rini yang mulai menarik celana dalamku.

Aku tercekat dan tubuhku terlonjak. Saat itulah dengan mudahnya,

Mbak Rini memelorotkan celana dalamku hingga turun sampai ke lututku. Aku berteriak “Mbak.. apa-apaan?!”

Mbak Rini tak berkomentar malah terus menciumi pipiku dan bergeser ke bibirku. Aku benar-benar kelabakan dikeroyok mereka.

Mas Rudy tak tinggal diam. Bibirnya menciumi leherku dari samping kiri sementara tangannya yang lain meraba-raba dadaku.

Aku ingin menangis rasanya diperlakukan seperti ini di muka umum.

Tetapi harus kuakui, mereka memang benar-benar lihai memperlakukanku.

Penuh kelembutan. Tak ada pemaksaan. Hanya aku saja yang tidak berani berontak.

Tenagaku sepertinya hilang entah kemana. Tubuhku terasa lunglai. Pengaruh minuman itu semakin terasa menguasai pikiran jernihku.

Cumbuan hangat mereka membuat tubuhku serasa terbakar.

Aku mulai terbuai, terpesona oleh perasaanku sendiri. Apalagi Mas Rudy tak henti-hentinya membisikan rayuan dan pujian di telingaku.

“Kamu cantik sekali sayang.., tubuhmu benar-benar seksi.. sangat merangsang..” rayunya seraya mencopot kancing blouseku untuk kemudian menelusupkan tangannya ke dalam.

Menggerayangi buah dadaku yang masih tertutup kutang.

Diremasnya dengan lembut. Kurasakan jemari tangannya mengelus-elus kulit bagian atas dadaku yang terbuka untuk kemudian menelusup ke balik kutangku.

Tanpa sadar aku melenguh. Aku mulaui terbawa arus permainan mereka.

Gairahku kembali muncul setelah cukup lama terpendam sejak perselingkuhanku dengan Kang Hendi beberapa bulan yang lalu.

Bergelora penuh gairah. Tubuhku berdenyut-denyut oleh nafsu birahiku sendiri.

Darahku berdesir kencang, terlebih saat tangan Mbak Rini mengelus-elus bibir kemaluanku. Kurasakan daerah itu mulai basah.

Aku merasakan sesuatu yang lain dari sentuhan tangan Mbak Rini. Sepertinya ia tahu persis titik-titik kenikmatan di daerah itu.

Benar-benar indah, sampai-sampai aku tak sadar mengerang lirih sambil memanggil namannya. “Ya sayang..” jawabnya dengan lirih pula.

Terdengar nafasnya mulai tersengal-sengal.

Ia lalu berbisik padaku untuk mencari tempat yang lebih leluasa dan kemudian disetujui oleh Mas Rudy.

Aku sudah tak perduli mau dibawa kemana dan aku tak ingat bagaimana ia membawaku karena begitu mataku terbuka aku sudah berada di atas ranjang empuk di dalam kamar yang dipenuhi oleh berbagai peralatan mewah.

Lampu yang bersinar temaram menolong pandangan mataku untuk melihat ke sekeliling.

Kulihat disamping ranjang Mas Rudy tengah membantu Mbak Rini melepaskan pakaiannya. Dengan refleks,

aku melihat kepada diriku sendiri dan menarik nafas lega ketika kutahu pakaianku masih lengkap menempel di tubuhku,

hanya saja kancing blouseku sudah terlepas beberapa buah sementara rokku tersingkap memperlihatkan kemulusan pahaku.

Sedangkan kedua kakiku menekuk sebatas lutut sehingga dari arah mereka dapat terlihat bagian dalam ujung pangkal pahaku yang masih tertutup celana dalam.

Aku menonton adegan mereka. Pakaian Mbak Rini sudah terlepas semuanya.

Dalam hati aku mengagumi keindahan tubuhnya yang sudah telanjang bulat itu.

Buah dadanya tak sebear milikku tapi memiliki bentuk yang indah dan nampak lebih membusung karena tubuhnya lebih kecil dibandingkan diriku.

Pinggulnya membentuk lekukan sempurna diimbangi oleh buah pantatnya yang bulat penuh.

Perutnya rata. Selangkangannya dipenuhi oleh rambut hitam legam yang begitu rimbun.

Sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Aku merasakan keanehan dalam getaran tubuhku saat memandang tubuh Mbak Rini.

Jantungku berdegub semakin kencang melihat aksi Mbak Rini mencium Mas Rudy dengan penuh gairah. Kedua tangannya bergerak cekatan mempreteli baju dan celana Mas Rudy.

Tontonan ini semakin mendebarkan. Gairahku terpancing melihat tubuh Mas Rudy yang masih kekar.

Kemaluanku semakin berdenyut-denyut melihat tangan Mbak Rini menelusup ke balik celana Mas Rudy sambil memperlihatkan ekspresi kaget di wajahnya.

Aku semakin penasaran oleh apa yang telah ditemukannya.

Ia melirik padaku yang tergolek di ranjang sambil memperlihatkan ekspresi wajah penuh kekaguman.

Tanpa sadar, aku bangkit untuk melihatnya. Aku jadi penasaran melihat Mbak Rini seperti sengaja menyembunyikannya dari pandanganku.

Aku baru terpekik kaget begitu Mbak Rini sambil menyeringai senang mengeluarkan sesuatu dari balik celana Mas Rudy dalam genggaman kedua tangannya.

Dari balik celana Mas Rudy keluar batang kemaluannya yang sudah kencang dengan ukuran yang luar biasa.

Panjang dan besar! Padahal kedua tangan Mbak Rini sudah menggengamnya penuh tapi masih terlihat sisa beberapa senti di atasnya.

Panjang sekali! Mbak Rini tersenyum senang seperti anak kecil mendapatkan mainan. Mengocoknya naik turun sambil melambai-lambaikan batang itu ke arahku.

Seolah ingin memperlihatkan kepadaku betapa senangnya ia mendapatkan batang kontol sebesar itu.

Aku hanya bisa menelan ludah sendiri menyaksikan semua itu. Sementara kulihat Mas Rudy mengerling padaku sambil tersenyum bangga dengan apa yang dimilikinya.

Aku balas tatapan itu dengan menjilati bibir dengan lidahku. Kuingin ia tahu betapa besarnya keinginanku untuk menjilatinya.

Kulihat bola matanya berbinar melihat aksi genitku yang membuatnya bergairah.

Kelihatannya ia ingin segera meloncat ke atas ranjang tempatku berbaring dengan posisi yang menggairahkan.

Tetapi Mbak Rini menahannya di sana. Wanita itu langsung berjongkok di hadapan Mas Rudy dan menjilati batang itu dengan penuh nafsu.

Kepala Mas Rudy menoleh ke belakang sambil mengerang kenikmatan merasakan jilatan lihai lidah Mbak Rini di sekujur batangnya.

Dari bawah naik ke atas, mengulum-ngulum kepalanya untuk kemudian turun kembali ke bawah menjilati buah pelernya.

Kepalaku terasa pening melihat aksi Mbak Rini.

Nafsuku mulai terasa di ubun-ubun. Aku diam di ranjang melihat permainan mereka sambil meremas-remas dadaku sendiri.

Aksiku menarik perhatian Mas Rudy.

Tangannya mencoba menggapai ke arahku namun tak sampai.

Aku sengaja membusungkan dadaku memndekati ujung tangannya yang hanya tinggal beberapa senti lagi.

Jemarinya mencoba meraih tetapi tetap tak sampai.

Aku tersenyum menggoda. Aku ingin Mas Rudy terangsang oleh godaanku.

Jemariku mencopot kancing blouse satu per satu sambil menatap penuh gairah kepadanya.

“Ooohh.. luar biasa.. ngghh..” erangnya merasakan kenikmatan yang diberikan oleh dua orang perempuan cantik nan seksi sekaligus.

Mbak Rini semakin semangat dengan aksinya. Mulutnya sudah penuh dengan batang kontol Mas Rudy. Dihisap-hisap. Dikulum-kulum dengan penuh kenikmatan. Aku iri melihatnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *